NovelToon NovelToon
Leonel Alastair

Leonel Alastair

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Kontras Takdir
Popularitas:913
Nilai: 5
Nama Author: Yu

Mengisahkan tentang perjalana kehidupan seorang anak bernama Leonel Alastair yang berasal dari keluarga Von Adler. Kecintaannya pada musik klasik begitu melekat saat dia masih kecil, demi nama keluarga dan citra keluarganya yang sebagai musisi.

Leonel menyukai biola seperti apa yang sering dia dengarkan melalui ponselnya. Alunan melodi biola selalu membawanya ke masa masa yang sangat kelam dalam hidupnya.

Namun perlahan seiringnya waktu berjalan, kehidupan dan minatnya berubah. Dengan bantuan seorang kakak angkat Raehan dia memiliki tujuan baru, dengan tujuan tersebut dia bertemu seseorang yang menempati hatinya.

Bromance!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20: "Neraka dalam Sangkar Emas"

Leonel berdiri kaku di depan pintu besar rumah keluarganya. Di dalam, udara terasa lebih dingin daripada angin malam di luar. Begitu ia masuk, ia langsung merasakan tatapan menusuk dari kakeknya, pria tua dengan wajah keriput yang menandakan otoritas yang tak terbantahkan.

"Kamu pulang juga, akhirnya," kata kakeknya dengan nada dingin, seolah tak pernah ada kerinduan atau cinta yang tertinggal. "Sudah cukup lama kamu berkelana dengan mereka yang tak pantas."

Leonel menunduk. Tak ada gunanya membalas kata-kata kakeknya. Sejak dulu, dia sudah terbiasa dengan perlakuan seperti itu. Di sebelah kakeknya, Gento, kakak Julian, berdiri dengan tatapan yang tak kalah dinginnya. Wajahnya mengekspresikan kebencian yang sudah Leonel kenal selama bertahun-tahun.

"Sampah tetaplah sampah," gumam Gento sambil mencibir. "Kamu pasti senang bisa main-main di luar, tapi lihat sekarang, kembali lagi ke sini. Kamu nggak pernah bisa lari."

Leonel menahan napas, menekan rasa marah yang mendidih di dalam dadanya. Ia tahu, satu gerakan atau kata yang salah, akan membuat segalanya lebih buruk. Di dalam rumah ini, ia tak punya kuasa.

Ibu mereka, yang duduk di sofa sambil memegang segelas teh, sama sekali tidak menatap Leonel. Perhatiannya sepenuhnya terpusat pada Julian yang baru masuk, seolah hanya Julian yang ada di dunianya. Tak ada kata sapaan, tak ada rasa khawatir untuk Leonel. Bagi ibunya, yang terpenting hanyalah Julian.

Leonel hanya bisa termenung, membeku di tempatnya, sementara percakapan terus bergulir di antara keluarganya tanpa melibatkan dirinya. Kakek, Gento, dan ibunya bahkan tidak merasa perlu menanyakan kabarnya, atau bagaimana perasaannya setelah dipaksa kembali ke rumah ini. Baginya, rumah ini bukanlah tempat yang hangat—ini adalah neraka dalam sangkar emas, di mana ia dikurung oleh aturan, kontrol, dan kebencian yang selalu menyesakkan.

"Permisi, saya ke kamar," katanya pelan, hampir tak terdengar.

Tanpa menunggu jawaban, Leonel mulai melangkah menuju kamarnya. Di belakangnya, Julian mengikutinya dengan langkah yang lebih mantap. Meski tubuh Julian lebih besar dan kekar, Leonel tahu bahwa kekuatan fisik kakaknya bukanlah satu-satunya ancaman. Ada rasa cemburu dan dendam yang selalu menghantui hubungan mereka.

Begitu sampai di kamarnya, Leonel merasa sedikit lega, meskipun hanya untuk beberapa detik. Julian menutup pintu di belakang mereka dan berdiri di ambang pintu, menatap Leonel dengan pandangan tajam.

"Kamu pikir bisa lari terus dari sini, Leon?" suara Julian rendah, tapi tegas. "Kenapa kamu selalu pergi dengan Raehan? Apa kamu lebih suka tinggal sama mereka?"

Leonel berbalik, matanya penuh kemarahan yang selama ini ia pendam. "Apa masalahmu, Julian? Kenapa kamu begitu peduli dengan apa yang aku lakukan? Aku cuma ingin hidup tenang, kenapa kalian nggak bisa biarkan aku sendiri?"

Julian terdiam sesaat, namun tatapannya semakin gelap. "Kamu nggak pernah mengerti, ya? Kamu selalu bikin masalah. Selalu bikin Mama khawatir. Dan sekarang, kamu malah lari ke orang lain."

Leonel tidak tahan lagi. Ia merasa seperti balon yang siap meledak, dan semua emosi yang ia tahan meletus dalam satu teriakan. "Kamu selalu pikir kamu lebih baik dari aku, kan?! Selalu menganggap aku salah, padahal kamu sendiri nggak pernah peduli sama perasaanku!"

Julian, yang sebelumnya terlihat menguasai situasi, langsung tersulut oleh amarah. Dengan gerakan cepat, ia menampar Leonel keras-keras, membuat adiknya terhuyung mundur. "Diam!" teriak Julian, suaranya penuh dengan rasa kesal yang meledak-ledak. "Kamu pikir hidup kamu lebih susah? Kamu nggak tahu apa-apa soal pengorbanan!"

Leonel memegangi pipinya yang kini perih. Air mata mulai menggenang di matanya, tapi ia tak ingin menangis di depan Julian. "Pengorbanan apa? Semua yang aku lakukan selalu salah di mata kalian. Kalian nggak pernah lihat aku sebagai keluarga. Kalian cuma... cuma ingin aku tunduk!"

Julian memandang Leonel dengan marah, tapi juga dengan sesuatu yang menyerupai rasa sakit. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia hanya berbalik dan keluar dari kamar, membanting pintu keras-keras di belakangnya.

Leonel terduduk di tempat tidurnya, menggigit bibir untuk menahan tangis. Rasa sakit dari tamparan Julian bukanlah yang paling menyakitkan. Yang lebih melukai adalah perasaan terasing di rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, namun sebaliknya, menjadi tempat paling tidak aman baginya.

Di luar, suara-suara percakapan keluarganya masih terdengar samar-samar, seolah mereka semua hidup di dunia yang berbeda darinya. Dalam sunyi, Leonel merasakan kehampaan yang begitu besar, dan untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa sendirian.

Sore itu, di bawah langit senja yang perlahan berubah menjadi malam, Leonel sadar bahwa ia tidak lagi punya tempat untuk berpulang—baik di rumah ini, maupun di tempat lain.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!