novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20: Hati yang Terbelah
Langit perlahan berubah kelabu saat malam mulai menyelimuti hutan. Aric, Lyria, dan Kael mendaki bukit kecil yang mengarah ke tempat yang disebut pusat hutan, titik di mana ujian terakhir mereka akan terjadi. Namun, langkah-langkah mereka terasa berat, seperti dipenuhi keraguan yang menggantung di udara.
"Kalian merasakan itu?" tanya Lyria, merapatkan jubahnya yang terasa dingin oleh angin malam. "Energi di sini terasa berbeda. Lebih padat dan menakutkan."
Kael menatap sekeliling dengan waspada, tangannya tidak pernah jauh dari gagang pedangnya. "Ya, aku merasakannya. Seperti ada sesuatu yang mengawasi kita. Kita harus berhati-hati."
Aric tetap diam, pikirannya dipenuhi oleh pengetahuan baru tentang dirinya. Ia adalah reinkarnasi Dewa Naga Kehancuran, makhluk yang hampir menghancurkan dunia dua ribu tahun lalu. Fakta itu seperti belati yang menusuk jiwanya, mengacaukan semua yang ia percayai tentang dirinya.
Lyria melirik Aric, melihat kesedihan yang terpendam dalam tatapannya. "Aric, kau baik-baik saja?"
Aric terdiam sejenak sebelum mengangguk perlahan. "Aku hanya... merasa sulit menerima kenyataan ini. Bagaimana jika aku benar-benar kehilangan kendali? Bagaimana jika aku menyakiti kalian?"
Kael melangkah maju, menatap Aric dengan tegas. "Dengar, kau bukan hanya kekuatan naga yang tertidur. Kau Aric, sahabat kami, orang yang telah berjuang bersama kami. Apa pun yang terjadi, kami tidak akan meninggalkanmu."
Mata Aric berkilau dengan emosi, tetapi ia hanya mengangguk. "Terima kasih, Kael. Aku akan mencoba sekuat tenaga untuk melawan sisi gelap itu."
Namun, sebelum mereka sempat melanjutkan, tanah di bawah mereka bergetar hebat. Pohon-pohon besar bergoyang, dan dari bayangan di depan mereka, muncul sosok yang mereka kenali. Seorang pria berdiri di sana, tubuhnya dibalut baju zirah hitam yang mengkilap, dan wajahnya dipenuhi dengan kebencian.
"Erevan!" seru Kael, matanya menyala marah.
Erevan, salah satu sahabat lama mereka yang hilang saat ujian akademi pertama, kini berdiri di hadapan mereka. Tapi ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Matanya bersinar merah menyala, dan aura gelap menyelimuti tubuhnya. "Kalian benar-benar keras kepala," katanya dengan suara penuh dendam. "Seharusnya kalian sudah menyerah sejak lama."
Lyria melangkah maju, hatinya dipenuhi campuran rasa marah dan cemas. "Erevan, apa yang terjadi padamu? Kenapa kau seperti ini?"
Erevan tersenyum sinis. "Seperti ini? Aku akhirnya menemukan kekuatan yang sesungguhnya. Para dewa mengkhianati kita, tapi aku menemukan sekutu yang jauh lebih kuat. Kegelapan memberikan apa yang selama ini tidak bisa diberikan oleh cahaya."
Kael mengepalkan tangan, amarahnya sulit dibendung. "Jadi, kau mengkhianati kami demi kekuatan kegelapan? Kami adalah sahabatmu, Erevan!"
Erevan tertawa dingin. "Sahabat? Jangan bodoh, Kael. Persahabatan tidak berarti apa-apa di dunia ini. Kekuatan adalah segalanya, dan hanya mereka yang kuat yang akan bertahan."
Aric merasakan kemarahan membakar di dalam dadanya, tetapi dia menahannya. Dia tahu bahwa kehilangan kendali hanya akan memperburuk keadaan. "Kau tidak harus memilih jalan ini, Erevan," katanya dengan tenang. "Kita masih bisa memperbaiki semuanya."
Wajah Erevan berubah menjadi lebih gelap, matanya menyala semakin terang. "Memperbaiki? Dunia ini tidak bisa diperbaiki, Aric. Dan kau... kau adalah kunci untuk menghancurkannya. Bergabunglah denganku, dan kita bisa memusnahkan para dewa yang telah menipu kita."
Lyria menatap Aric, rasa takut mulai merayap di hatinya. "Aric, jangan dengarkan dia," bisiknya. "Dia hanya ingin menghancurkan segalanya."
Aric mengangguk, menatap Erevan dengan penuh rasa sakit. "Aku tidak akan bergabung denganmu. Aku tahu apa yang kau derita, tetapi balas dendam bukanlah jawabannya."
Erevan mengangkat tangannya, aura kegelapan mulai berputar di sekelilingnya. "Kalau begitu, kalian akan mati di sini."
Pertarungan tak terhindarkan. Erevan meluncur ke depan dengan kecepatan yang mengerikan, pedangnya bersinar dengan energi hitam. Kael berusaha menahan serangannya, tetapi kekuatan Erevan begitu besar hingga ia terlempar ke belakang.
Lyria merapal mantra perlindungan, melindungi Aric dan Kael dengan perisai cahaya. "Kita tidak bisa menghadapinya sendirian," katanya dengan suara gemetar. "Aric, kita butuh kekuatanmu."
Aric tahu ini adalah saat yang menentukan. Jika dia menggunakan kekuatan naganya, dia harus mengendalikannya sepenuhnya. Dia menarik napas dalam-dalam, merasakan energi biru yang mendidih di dalam dirinya. "Baik. Aku akan melakukannya, tapi kalian harus percaya padaku."
Lyria dan Kael mengangguk, meskipun ketakutan jelas di mata mereka. Aric menutup matanya, membiarkan energi naga biru itu mengalir, tetapi kali ini dia tidak membiarkannya lepas kendali. Dia memusatkan pikirannya pada tekad untuk melindungi, bukan menghancurkan.
"Erevan," Aric memanggil, matanya kini bersinar biru terang. "Kegelapan tidak akan menang di sini. Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia ini."
Erevan menatapnya dengan kebencian yang dalam. "Kalau begitu, kita akan lihat siapa yang lebih kuat."
Pertarungan dimulai kembali, dan di tengah-tengah kegelapan yang melingkupi mereka, harapan mulai berkobar. Aric, Lyria, dan Kael bersatu, berjuang untuk masa depan yang belum pasti, tetapi satu hal yang mereka tahu: mereka tidak akan menyerah, tidak sekarang, tidak pernah.