Bahira Isvara Aisyah, dia gadis cantik bercadar yang berkulit putih dan bermata lentik.
Aisyah di jodohkan oleh orang tua nya saat memasuki usia dua puluh tahun, saat dirinya baru menggelar status nya sebagai mahasiswa di fakultas negeri disalah satu kota metropolitan.
namun siapa sangka, suaminya yang bernama Abimana Satya Nugraha menolak mentah-mentah kehadiran Aisyah.
Lalu bagaimana dengan Cinta Aisyah?
Apakah Aisyah akan tetap menerima pria itu yang baru saja sah menjadi suaminya?
atau bahkan akan meninggalkan suaminya?
Kita simak yuk ceritanya di karya Novel => Cinta Aisyah By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rania Alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Di lain tempat, Aisyah dan Abimana sudah sampai di bandara. Aisyah tak henti-hentinya berdzikir setelah berada di dalam pesawat. Hal itu membuat Abi merasa heran, karena Aisyah yang biasa bolak balik dari Kairo ke Indonesia, kenapa harus setakut itu.
"Kau kenapa sayang ?" tanya Abimana yang melihat wajah Aisyah sudah pucat.
"Nggak apa mas.." sahut Aisyah singkat.
"Kamu takut ketinggian ?" tanya Abi lagi ingin memastikan keadaan istrinya.
Aisyah yang sudah gemetar hanya bisa menganggukkan kepalanya singkat.
"Lalu saat kau ke Kairo ? Apa kau juga seperti ini ?"
"Iya mas,"
Abimana yang tak ingin melihat Aisyah semakin gemetar hanya bisa mengambil nafasnya panjang lalu memeluknya.
"Jangan khawatir, ada aku disini." kata Abi menyandarkan kepala Aisyah di dadanya.
Di pondok pesantren, Ibrahim yang sudah berada di rumahnya terus memikirkan Fatimah. Ia ingin mencari tahu siapa orangtuanya dan dimana Fatimah tinggal.
Saat sedang berdiri di balkon kamarnya, tak sengaja ia melihat Fatimah berjalan sendirian di antara kerumunan para santriwati yang ada di sana.
"Kenapa dia selalu sendirian ? Apa dia nggak punya teman ?" kata Ibrahim dalam hati menatap ke bawah.
Saat Ibrahim sedang fokus menatap Fatimah yang ada di bawah ia di kejutkan dengan tepukan di bahunya.
"Nak,"
"Astaghfirullah.. Umi, bikin kaget saja." ujar Ibrahim terjungkat kaget.
"Kamu sedang mikirin apa ? Dari tadi Umi panggil, Umi ketok pintu sampai masuk ke kamarmu nggak ada jawaban. Ada apa nak ?" tanya Umi Nisa tak ingin Ibrahim larut dengan kepergian adiknya.
"Nggak Mi, Ibra cuma lagi pengen sendiri saja. Ada apa Umi nyari Ibra ?"
"Ayo makan, Abah sudah menunggu di bawah." ujar Umi Nisa.
"Ah iya Mi, Ibra akan turun." sahutnya singkat.
Setelah melihat kepergian sang Umi, Ibrahim kembali menatap ke bawah untuk sekilas. Dia kembali membatin dalam hatinya.
"Aku akan mencari tahu, siapa kamu sebenarnya Fatimah."
***
Di meja makan, Abah Yusuf terus memperhatikan sikap Ibrahim yang sedari tadi senyum-senyum sendiri seperti orang sedang jatuh cinta. Abah Yusuf yang penasaran menanyakannya pada Ibrahim.
"Ada apa Ibra, seperti nya anak Abah sedang bahagia sekarang ?" tanya Abah Yusuf.
Ibrahim yang terkejut mendengar Abahnya bertanya hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ah nggak ada apa-apa Bah,"
"Bagaimana setelah mengajar di kelas santriwati ?" tanya Abah Yusuf mencari tahu, mungkin saja Ibrahim sedang jatuh cinta.
"Apa ? Ibra mengajar di kelas putri Bah ?" Umi Nisa terkejut dan menyela obrolan Abah Yusuf dengan Ibrahim.
"Iyaa, itu atas permintaan anakmu sendiri." sahut Abah Yusuf.
"Ingat nak, jaga pandangan. Jangan sampai Zinah mata." kata Umi Nisa memberi nasehat.
"Iya Mi, insyaallah Ibra akan menjaga pandangan." sahutnya.
***
Malam hari, Abimana dan Aisyah sudah sampai di hotel Mekkah, Abimana memesan Hotel dengan tarif yang tidak tanggung-tanggung tentunya. Ia memesan kamar yang bisa tembus langsung melihat Ka'bah dari balik jendela kamar.
Aisyah membuka korden di jendela itu dan menatap Ka'bah dengan penuh kekaguman.
"Subhanallah, indah sekali rumah Mu Ya Allah." gumam Aisyah dapat di dengan oleh Abimana.
Abi yang sedang membereskan barang-barangnya, menoleh ke arah Aisyah yang sedang menatap ke luar jendela dan menghampirinya.
Di peluknya pinggang Aisyah dari belakang, lalu Abi menaruh dagunya di bahu Aisyah.
"Apa kau senang melihatnya ?" tanya Abimana dan hanya di angguki oleh Aisyah. "Doa apa yang akan kau panjatkan saat berada di sana ?" tanya lagi Abimana dan lagi-lagi Aisyah hanya menjawabnya dengan kepala yang ia gelengkan.
Abi yang merasa heran, membalikkan tubuh Aisyah untuk menghadap kepadanya. Abi terkejut melihat Aisyah yang sedang menangis.
"Looh.. kok nangis ? Kenapa ? Kamu nggak suka di kamar ini ?" tanya Abi khawatir Aisyah tidak nyaman.
Aisyah mengambil nafas panjangnya sesaat kemudian menjawab pertanyaan Abi. "Makasih mas sudah membawa Aisyah ke rumah Allah, Aisyah bahagia sekali." Aisyah kemudian langsung menenggelamkan wajahnya ke dada Abi menumpahkan tangisan bahagianya disana.
Abi mengusap punggung Aisyah agar istrinya tenang dalam pelukannya. "Iya sayang sama-sama, aku juga senang dan bangga bisa membawamu kesini." sahutnya lembut.
***
Satu minggu berlalu, Selesai sholat subuh berjamaah di masjid pondok, Ibrahim menemui salah satu pengurus santri.
"Tolong kembalikan dokumen ini ke kantor santriwati ya mas."
"Baik Gus." sahut santri tersebut.
Ibrahim mengembalikan dokumen yang sempat ia minta ke kantor santriwati kemarin. Namun, ada satu dokumen yang sengaja ia tinggal di dalam kamarnya, dimana dokumen tersebut bertuliskan data santriwati yang bernama 'Fatimah Assyfatu Haifa'.
Saat sudah waktunya sarapan, Ibrahim turun dari tangga menuju ruang keluarga untuk mengambil buku kitabnya yang ia simpan di rak bukunya. Saat akan keluar mengajar, langkahnya terhenti saat mendengar Umi Nisa bicara.
"Ibra.. Sarapan dulu nak." ujar Umi Nisa.
"Maaf Mi, kebetulan beberapa hari ini Ibra sedang Puasa." sahutnya sambil tersenyum hangat.
"Puasa ? Kok Umi nggak pernah lihat kamu sahur ?" katanya lagi.
"Sahur Mi, sama nasi dan lauk seadanya di dapur."
"Ibraa.." panggil Abah Yusuf saat Ibrahim akan kembali melangkah keluar.
"Ada apa Bah ?"
"Temui Abah di kantor Abah nanti. Ada yang akan Abah bicarakan." ujar Abah Yusuf pada anak kesayangannya.
"Iya Bah, nanti Ibra ke kantor. Ibra mau ngajar dulu, sudah telat." sahut Ibrahim kemudian berlalu pergi.
Tiga jam berlalu, kini Ibrahim sudah berjalan dengan langkah lebarnya menuju kantor pribadi Abah Yusuf.
"Assalamualaikum.." ucap salam Ibrahim dengan sopan meski itu kantor milik orangtuanya.
"Waalaikumsalam, duduk nak." sahutnya singkat.
Ibrahim duduk di kursi berhadapan dengan Abah Yusuf dan meletakkan tangannya di atas meja.Cukup lama Abah Yusuf terdiam, entah akan mulai dari mana dirinya bicara sampai Ibrahim bertanya pada sang Abah.
"Ada apa Bah ? Kenapa Abah menyuruhku kemari ?"
Abah Yusuf yang mendengar pertanyaan Ibrahim meletakkan pulpennya di atas meja kemudian mengambil nafasnya sesaat dan menyahut pertanyaan Ibrahim. "Ibra, Abah diam bukan berarti Abah nggak tahu apa yang sudah kamu lakukan selama satu minggu ini." ujar Abah Yusuf dengan wajah seriusnya.
"Maksud Abah gimana ?" tanya Ibra yang tak mengerti pertanyaan Abahnya.
"Apa sebenarnya tujuanmu ingin mengajar di kelas putri ? Lalu kenapa kau meminta dokumen dikantor santri putri yang mendaftar beberapa bulan lalu ?"
Degh..
Ibrahim menunduk terdiam tak bisa berkata-kata. Bahkan untuk menatap Abah Yusuf di hadapannya saja ia tak mampu.
"Ibra.. Bisa jelaskan pada Abah ?" tanya Abah Yusuf lagi yang masih melihat Ibrahim terdiam.
"Ibra.. Abah nggak melarang kamu untuk mengajar di kelas putri. Tapi Abah tahu kamu mengajar di kelas putri karena ada niatan tertentu. Abah juga tahu kamu mengajar di kelas putri semata-mata bukan karena Allah."
Ibrahim menutup matanya dan mengambil nafasnya panjang. Rahasia yang selama ini ia simpan bisa di ketahui oleh Abahnya tanpa bercerita. Ibrahim semakin sulit menjawab, Ibrahim tak tahu harus menjelaskannya dari mana.
"Kau dengar apa yang Abah katakan Ibrahim ?" ujar Abah Yusuf lembut namun terdengar tegas di telinga Ibrahim.
"Ma-Maaf Bah.." sahut Ibrahim menunduk dan hanya bisa mengucapkan kata maaf dari bibirnya.
"Ingat Ibra, kamu itu satu-satunya penerus pondok pesantren Al-Fuzha. Kamu akan menjadi contoh panutan bagi para santri disini. Tapi apa yang kamu lakukan sekarang ? Apa menurutmu itu bentuk cerminan seorang Gus ?"
Jantung Ibrahim semakin berdetak kencang. Ibrahim memang mengakui kesalahannya. Karena Ibrahim diam-diam mencari tahu tentang seorang gadis pesantren yang ia sukai bahkan sampai rela dirinya mengajar di kelas putri hanya demi Fatimah.
"Bisa jelaskan ke Abah apa maksudmu melakukan semua ini Ibra ?"
...----------------...
Bersambung...
***
Hay para pembaca setia, gimana ceritanya seru nggak ? Jangan lupa jempol dan kasih rating tertinggi 5 bintangnya yaa.. Sampai jumpa di up selanjutnya..
See you.. Iloveu sekebon buat kalian semua 🤗🥰😘
kk hadiah satu cawan kopi ☕ utk Rahma