NovelToon NovelToon
Perang Sihir: Chronicles Of The Forgotten Realm

Perang Sihir: Chronicles Of The Forgotten Realm

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Akademi Sihir / Penyelamat
Popularitas:214
Nilai: 5
Nama Author: orionesia

Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak yang Tersisa

Mereka berhadapan dengan sosok besar berpakaian hitam pekat, yang tampak seperti bayangan hidup. Mata merahnya bersinar di balik tudung, menatap mereka penuh ejekan. Di sekitarnya, udara terasa lebih dingin dan berat, seolah diselimuti energi kegelapan yang kuat.

Arlen mencengkeram Relik Gelap di tangannya, merasakan energi hangat dan menggelegak, namun ia juga merasa tercekik oleh aura yang melingkupinya. “Siapa kau?” tanyanya, mencoba menunjukkan keberanian meski ketakutan perlahan merayapi hatinya.

Sosok itu tersenyum tipis. “Aku? Ah, aku hanya pelayan setia Malakar,” jawabnya dengan suara dalam yang nyaris berbisik namun menggema di sekeliling mereka. “Dan tugasku malam ini adalah mengambil kembali Relik Gelap darimu.”

Finn maju selangkah, menantang. “Relik ini milik kami sekarang, dan kami tidak akan membiarkan siapa pun mengambilnya.”

Sosok itu menghela napas panjang, seperti bosan dengan ancaman mereka. “Kalian pikir bisa melawan kekuatan gelap hanya dengan keberanian? Kalian bodoh.” Dengan satu gerakan tangannya, bayangan hitam muncul dari tanah, melilit kaki Finn, membuatnya kesulitan bergerak.

Finn menggeram dan mencoba mengayunkan belatinya, tetapi bayangan itu semakin kuat, mengikatnya lebih erat.

“Lepaskan dia!” seru Eira panik, berusaha mendekat.

Namun, sosok hitam itu hanya menoleh ke arah Eira dan tersenyum penuh kemenangan. “Tak ada seorang pun di sini yang bisa melawanku.”

Arlen merasakan amarahnya berkobar. Ia tahu bahwa tanpa Pilar Cahaya, kekuatan Relik bisa berbalik melawan mereka. Tapi dalam situasi ini, ia merasa tidak ada pilihan lain. Dengan cepat, ia mengangkat Relik Gelap, berusaha mengalirkan energi sihirnya.

Sosok itu tertawa terbahak-bahak. “Kau benar-benar ingin menggunakan Relik itu tanpa Pilar? Kau tidak tahu apa yang sedang kau lakukan!”

Namun, Arlen tidak peduli. “Aku tak punya waktu untuk takut,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri. Ia mengarahkan Relik Gelap itu ke sosok hitam, mencoba melepaskan energi yang terkandung di dalamnya.

Cahaya hitam berkilau dari Relik, melesat ke arah sosok itu dengan kecepatan luar biasa. Tiba-tiba, bayangan yang mengikat Finn terlepas, dan sosok hitam itu terhuyung ke belakang, kaget oleh kekuatan yang Arlen keluarkan.

Finn segera melompat mundur, mendekati Arlen dan Eira. “Bagaimana kau melakukannya, Arlen?”

Arlen hanya menggelengkan kepala. “Aku juga tidak tahu... aku hanya berpikir kita harus mencoba.”

Sosok hitam itu menegakkan tubuhnya lagi, meskipun kini tampak sedikit lebih lemah. “Kalian mungkin bisa lolos sekarang, tetapi ingatlah ini: setiap kali kalian menggunakan Relik tanpa Pilar, kegelapan itu akan menghisap sebagian dari kekuatan hidup kalian.”

Eira menatap Arlen dengan khawatir. “Apa maksudnya, Arlen? Apa yang terjadi setiap kali kita menggunakannya?”

Arlen menunduk, menyadari bahwa kata-kata sosok hitam itu mungkin ada benarnya. Tapi ia tidak ingin menunjukkan kekhawatirannya pada yang lain.

Sosok itu menyeringai sekali lagi. “Selamat tinggal, sementara. Kita akan bertemu lagi, dan saat itu, kalian akan tahu bahwa Relik Gelap tidak bisa dijinakkan begitu saja.”

Dengan kata-kata itu, sosok hitam menghilang dalam kabut, meninggalkan mereka bertiga berdiri di tengah keheningan yang mencekam.

Finn menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Arlen, kita harus menemukan Pilar Cahaya secepatnya. Aku tidak ingin menjadi mangsa kegelapan dari Relik ini.”

Arlen mengangguk. “Benar, kita harus bergerak. Jika Orion benar, kita harus menuju ke Kuil Langit.”

Eira melihat Arlen dengan tatapan ragu. “Tapi bagaimana jika… bagaimana jika kita tidak bisa menemukan Pilar Cahaya tepat waktu? Kita tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita terus menggunakan Relik ini tanpa Pilar.”

Arlen terdiam sesaat. Ia tahu betapa berbahayanya menggunakan Relik Gelap tanpa pengaman, tetapi ia juga tahu bahwa mereka tak punya banyak pilihan. Dengan lembut, ia meletakkan tangannya di pundak Eira. “Kita harus percaya. Kita telah sejauh ini, dan tidak mungkin kita berhenti sekarang.”

Finn tersenyum kecil, mencoba memecahkan ketegangan. “Aku juga tidak akan menyerah begitu saja. Lagipula, perjalanan ini baru saja dimulai.”

Eira akhirnya mengangguk, tampak sedikit lebih tenang. “Baiklah. Kita akan terus maju.”

Mereka bertiga melangkah kembali ke jalan setapak, meninggalkan lembah yang mulai tertutup kabut tebal. Langkah mereka membawa tekad baru, tetapi di dalam hati mereka, setiap dari mereka tahu bahwa waktu tidak berpihak kepada mereka.

Ketika mereka melangkah menjauh dari lembah, suasana semakin mencekam. Kabut tebal terus mengikuti, seakan menjadi pengingat bahwa mereka belum bebas dari ancaman yang mengintai.

Eira menghela napas, matanya terus menatap Arlen dengan cemas. “Arlen, aku tahu kau ingin melindungi kami. Tapi aku melihat wajahmu ketika pria berjubah hitam itu mengatakan sesuatu tentang kegelapan. Ada yang kau sembunyikan, bukan?”

Arlen terdiam sejenak. Ia merasa beban dari Relik Gelap itu semakin kuat, menggerogoti hatinya. Namun, ia tidak ingin membuat mereka khawatir. “Eira, aku… hanya khawatir tentang waktu. Kita harus menemukan Pilar Cahaya sebelum Relik ini sepenuhnya menguasai kita.”

Finn menatapnya tajam. “Dan jika kita tidak bisa menemukan Pilar itu? Apa yang akan terjadi pada kita, Arlen?”

Arlen menggenggam erat Relik di tangannya, merasakan denyut kegelapan yang semakin terasa. “Jika kita gagal, Relik ini akan menguras kekuatan hidup kita, satu per satu. Itu sebabnya kita tidak boleh gagal.”

Finn mengusap rambutnya dengan kesal. “Jadi kita berlari melawan waktu dan melawan kegelapan yang setiap saat bisa menghisap kita. Hebat.”

Eira meletakkan tangannya di bahu Finn, mencoba menenangkannya. “Hei, kita akan melalui ini bersama-sama. Arlen benar, kita harus percaya. Selama kita tetap bersama, kita bisa mengalahkan kegelapan.”

Perjalanan mereka berlanjut dalam keheningan yang semakin dalam. Mereka tahu Kuil Langit mungkin jauh, dan bahaya mengintai di sepanjang jalan. Malam semakin pekat, dan suara angin membawa bisikan-bisikan aneh yang membuat bulu kuduk merinding.

Arlen tiba-tiba berhenti, menajamkan pendengaran. “Dengar, ada sesuatu di sekitar sini.”

Finn mempersiapkan belatinya, bersiap menghadapi apa pun yang mungkin muncul. “Apa yang kau dengar, Arlen?”

Arlen mengarahkan pandangannya ke pepohonan gelap di sekitar mereka. “Ada suara langkah. Sesuatu… atau seseorang sedang mengikuti kita.”

Eira memegang tongkat sihirnya erat-erat, mengumpulkan keberanian. “Apakah mungkin… pria berjubah hitam itu kembali?”

Namun sebelum Arlen bisa menjawab, sosok bayangan bergerak cepat dari arah kanan mereka, muncul tanpa suara. Mereka hanya sempat melihat kilatan mata merah yang sama, sebelum bayangan itu menghilang ke balik pohon, seakan mengejek keberanian mereka.

Finn berteriak dengan marah. “Kau pengecut! Keluar dan hadapi kami jika kau berani!”

Tidak ada jawaban, hanya suara tawa dingin yang menggema di udara malam. Namun, yang membuat mereka terkejut adalah munculnya suara seorang gadis kecil, samar, namun terdengar jelas.

“Tolong… ada yang bisa mendengarku?”

Eira menoleh, wajahnya pucat. “Arlen… apa kau juga mendengarnya?”

Arlen mengangguk, mencoba mencari sumber suara itu. “Suara seorang anak. Tapi ini bisa jebakan.”

Namun, suara gadis itu terdengar semakin putus asa. “Tolong… aku sendirian di sini. Aku takut.”

Finn menarik napas dalam-dalam, menatap Arlen dengan kebimbangan. “Arlen, jika ini benar-benar seorang anak kecil, kita tidak bisa meninggalkannya di sini.”

Arlen berpikir sejenak, merasakan pergulatan antara kewajiban melindungi dirinya sendiri dan dorongan untuk menolong. Tapi sebelum ia sempat mengambil keputusan, Eira sudah melangkah maju, menembus semak-semak untuk mencari suara tersebut.

“Eira, tunggu!” seru Arlen, mencoba menghentikannya. Namun terlambat, Eira sudah terlanjur jauh.

Mereka bergegas menyusulnya, menyibak ranting dan dedaunan yang menghalangi pandangan. Akhirnya, mereka melihat Eira berdiri kaku di tengah lingkaran pohon, menatap sosok kecil yang tampak terbungkuk di tanah.

Gadis kecil itu mengenakan pakaian compang-camping, rambutnya kusut, dan wajahnya tertunduk. Ketika Eira mencoba mendekat, gadis itu perlahan mengangkat wajahnya, menampakkan mata yang kosong dan tak bernyawa.

Finn mundur selangkah, merasa ngeri. “Eira, jangan mendekat! Ini… ini bukan anak kecil biasa.”

Gadis kecil itu tersenyum samar, tatapannya yang hampa berubah menjadi tajam. “Kalian benar. Aku bukan anak kecil biasa.”

Seketika, sosok gadis itu berubah, tubuhnya memanjang, kulitnya memudar menjadi abu-abu. Bayangan hitam menyelimuti tubuhnya, berubah menjadi sosok besar yang sama dengan yang sebelumnya mereka temui.

Arlen merasa napasnya tercekat. Ini adalah jebakan, dan mereka sudah terperangkap.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!