Lisle yang baru pindah ke kota Black Mountain menemui banyak masalah. Kepolosannya telah dimanfaatkan oleh orang-orang berhati busuk, seorang teman baru yang hendak menjualnya dan bibi yang menjadikannya sebagai jaminan hutang-hutang. Tanpa sengaja bertemu dan berkali-kali diselamatkan oleh seorang laki-laki bernama Kennard Kent. Belakangan Lisle baru tahu bahwa lelaki itu adalah orang paling berpengaruh di kota Black Mountain. Namun latar belakang Kennard yang luar biasa dan wajah menawannya malah membuat gadis itu ketakutan. Penolakannya pada Kennard membuat lelaki itu makin tertarik dan tidak sabar. Dengan licik akhirnya Kennard berhasil membuat gadis itu berada dalam genggamannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LatifahEr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Ketakutan Lisle
“Bisa aku pinjam ponselmu sebentar?” Lisle masih belum bisa memejamkan mata meski malam sudah sangat larut. Dia teringat orang bernama Kennard yang ingin dia cari informasinya. Rasanya memalukan jika menanyakannya langsung pada Celine. “Aku ingin mencari informasi tentang sesuatu,” tambah Lisle.
Celine yang berbaring di sebelahnya hanya memberi isyarat dengan telunjuknya ke arah meja tempat ponselnya diletakkan. Gadis itu sepertinya sudah sangat mengantuk.
Lisle merasakan tenggorokannya kering. Dia membaca banyak informasi tentang Kennard yang biasa dipanggil dengan tuan Kent. Tak banyak foto dirinya. Hanya beberapa foto tak jelas tapi cukup membuat Lisle mengenalinya. Memang dia!
Bagaimana ini? Jantung Lisle berdebar memikirkan banyak hal. Sepertinya dia sudah terlibat dengan seseorang yang sangat berkuasa. Rasa takut menghinggapinya. Kuatir Kennard tidak akan melepaskannya. Lelaki dengan aset kekayaan yang tak ternilai itu konon memiliki pengaruh besar di pemerintahan. Keluarga mereka telah mewarisi kekayaan dari berbagai bisnis turun-temurun dan berdiri di belakang banyak kejadian politis.
Dengan gemetaran Lisle menghapus riwayat pencarian. Tak ingin Celine mendapati jejaknya berselancar. Kini dia lagi-lagi merasa pusing karena penemuannya barusan.
Kalau Kennard adalah laki-laki kaya yang bisa mendapatkan apa saja, kenapa dia menjadikan Lisle sebagai target? Bukankah ada banyak wanita yang akan dengan suka rela menyerahkan diri padanya? Banyak yang lebih cantik dan menarik dibanding Lisle yang miskin. Tapi kenapa? Kenapa dia? Apa Kennard penasaran karena penolakannya?
Lisle meringkuk di balik selimut berusaha memejamkan mata, mengusir pikiran-pikiran buruk yang memenuhi kepalanya, malah bayangan lelaki itu yang kini melintas.
***
“Kau tahu kontes kecantikan yang diadakan kampus kita tiap tahun?” Celine meletakkan nampan dengan potongan roti isi di depan Lisle. Gadis itu tengah melamun. Dia hanya mendengar setengah dari kalimat Celine.
“Kontes kecantikan?” Lisle tampak linglung. Dan tidak tertarik. Matanya mengerjap-ngerjap seperti sesuatu telah masuk ke dalamnya.
Celine mengibaskan tangannya. “Sudahlah. Bukan apa-apa.” Ujarnya karena melihat sahabatnya tampak tidak memperhatikan. Diambilnya dua gelas jus yang baru dibuatnya, menyerahkan satu pada Lisle dan duduk di depannya.
“Ada apa? Kau masih memikirkan tentang bibimu?” Celine menatap Lisle sambil mengunyah sarapannya.
“Apa kau tahu dengan orang yang dipanggil tuan Kent?” tanya Lisle tiba-tiba. Dia memang takut pada bibinya. Tapi sepertinya tuan Kent ini bukanlah orang yang bisa dihadapi olehnya. Setidaknya bibinya berada jauh dari Black Mountain. Tapi Kennard adalah pemilik kota ini. Kemana dia bisa bersembunyi?
Celine tersedak. Lisle hanya memandangi sahabatnya itu yang terbatuk-batuk sampai mengeluarkan airmata.
“Kenapa kau tiba-tiba menanyakan orang yang paling ditakuti di kota ini?” Celine memandang curiga.
“Eh, aku hanya ingin tahu saja. Aku beberapa kali mendengar namanya disebut.” Lisle beralasan. Tidak mungkin rasanya dia mengatakan telah bertemu dua kali dengan lelaki itu. Hal-hal yang terjadi di antara mereka bahkan mungkin tidak akan bisa dipercaya oleh Celine.
“Muda, tampan, kaya, berkuasa, arogan.” Celine mengedikkan bahunya. “Itu deskripsi singkatnya. Dia bahkan lebih berpengaruh dari walikota Evans. Gadis-gadis memujanya dan bermimpi menjadi kekasihnya meski hanya satu malam. Tapi kudengar tuan Kent sangat pemilih.”
Lisle memegang pinggiran meja dengan tegang. “Pernahkah ada orang-orang yang menentangnya atau mungkin menolak keinginannya? Bagaimana nasib mereka? Maksudku apa dia akan bertindak kasar?”
“Sepertinya itu sangat jarang. Orang-orang bertekuk lutut padanya jika itu menyangkut nama tuan Kent. Tapi tentu ada saja orang-orang yang berlaku nekat mencoba melawan. Kudengar nasib mereka tidak akan terlalu bagus.”
“Ya, Tuhan. Apa yang harus kulakukan?” Lisle mendesah. Badannya terasa lemas. Wajahnya ditelungkupkan ke meja makan. Kenapa dia selalu mendapatkan masalah di saat dia harus berkonsentrasi dengan kuliah dan pekerjaannya?
“Lisle, ada apa? Jangan katakan kau terlibat masalah dengan orang itu?” Celine tampak curiga sekaligus cemas.
“Tidak!” Lisle tiba-tiba menyahut cepat. Dia bangun menegakkan punggungnya dengan kaku. “Mana mungkin aku bisa terlibat dengan orang seperti itu!”
Celine menatap mata Lisle yang bergerak-gerak cemas namun tak menemukan alasan kecurigaannya. Gadis polos ini, rasanya sangat tidak mungkin bersinggungan dengan lelaki itu. Tuan Kent bukan orang yang mudah ditemui berjalan-jalan di keramaian sehingga Lisle yang ceroboh tiba-tiba menabraknya.
“Sudahlah. Jangan serius begitu. Aku hanya menebak asal. Karena kau biasanya tidak tertarik dengan publik figur lalu hari ini menanyakannya padaku. Aku tentu saja jadi berpikir yang tidak-tidak.”
***
Setelah hari itu, hari-hari Lisle menjadi tidak tenang. Padahal dalam seminggu kemudian tidak terjadi sesuatu pun yang mengganggu. Kuliahnya berjalan sempurna dan pekerjaannya di kafe menjadi semakin sibuk. Brosur yang mereka sebar membawa hasil lumayan. Mereka hanya punya sedikit waktu untuk duduk manis di sela-sela melayani pengunjung yang terus berdatangan. Daisy berpikir untuk menambah seorang karyawan lagi bila mereka nantinya mulai kewalahan.
Tentu saja gadis itu tidak tahu bila dalam waktu seminggu itu Kennard sedang dalam perjalanan ke luar negeri. Kennard yang mendapatkan informasi tentang Lisle hingga detail terkecil memerintahkan orangnya untuk menjaga dan mengikuti tanpa sepengetahuan gadis itu. Dia tak akan membiarkan Lisle jatuh ke tangan orang lain. Dia menginginkannya. Mengetahui ada orang-orang yang juga menginginkannya membuat Kennard semakin bergairah.
Tapi di akhir minggu Lisle mendapat kejutan dari Bert, sepupunya yang menelepon. Entah dari mana Bert mendapatkan. Tapi Lisle sempat shock mendengar suara yang datang dari Glassville itu.
“Ibu sakit.” Bert di ujung sana memberitahu.
Lisle terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Kenyataan bahwa wanita itu mencoba menjualnya pada tuan Aaron membuatnya tidak bisa menaruh simpati.
“Lisle, ibu sakit parah. Ginjalnya bermasalah. Mungkin harus diangkat. Aku tahu kami bersalah padamu. Tapi....” Suara Bert terhenti. “Tuan Aaron sudah mengambil toko dan rumah kami karena mereka tidak berhasil mencarimu. Kami sekarang tinggal di rumah seorang kerabat jauh. Tapi ibu mendadak sakit dan sekarang kami ada di rumah sakit Glassville. Apa-- apa kau tidak ingin menemuinya. Dia selalu menyebut namamu.”
“Bagaimana kau bisa tahu nomorku?” Pertanyaan Lisle sama sekali tidak berhubungan. Tapi perasaannya memang tidak nyaman. Ada yang terasa salah.
“Aku mendapatkannya dari seorang temanmu. Ah, Lisle. Kenapa kau menanyakan hal yang tidak penting ini? Kalau kau tidak percaya, kau bisa datang langsung ke rumah sakit. Bagian penyakit dalam ruang nomor tiga.”
Telepon dari Bert itu menyela kesibukannya di kafe kemaren malam. Seharian besoknya dia sangat tidak tenang memikirkannya. Bagaimana pun bibi Annie telah mengurusnya, memberinya tempat berteduh dan makanan selama beberapa tahun. Lisle sempat berdebat dengan Celine yang curiga jika semua itu hanya tipu muslihat bibi dan sepupunya. Tapi hari ini dia sudah berada di dalam bis yang membawanya ke Glassville.
Setelah perjalanan setengah hari yang melelahkan, Lisle tiba di kota yang telah ditinggalinya lebih dari empat tahun itu. Dia menelepon Bert yang menyuruhnya langsung ke rumah sakit. Melewati beberapa lorong panjang, Lisle tiba di depan ruangan tempat bibinya Annie di rawat. Tapi di sana sebuah kejutan sedang menunggunya.
kopi sudah otewe ya