NovelToon NovelToon
Queenzy Aurora Wolker

Queenzy Aurora Wolker

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: aili

Queenzy Aurora Wolker gadis yang memiliki wajah yang cantik itu sangat menggilai seorang Damian Putra Throdhor Putra.Pewaris utama Keluarga Throdhor yang memiki kekayaan.nomer satu di dunia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 28

Perlahan Aurora membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit putih rumah sakit. Aurora tidak terkejut. Sudah sering kali bangun dengan kepala pusing, tubuh remuk dan aroma obat-obatan yang cukup menyengat.

Aurora berkedip menatap ruangan rawatnya tapi tidak ada siapapun. Sepertinya kesepian adalah sahabat sejatinya. Tak berselang lama Dokter Felix datang bersama satu suster. Dokter yang sama selalu menangani Aurora saat masuk rumah sakit.

"Ada yang sakit?"

"Seluruh tubuhku sakit," jawab Aurora membuat pria dewasa itu menghela nafas.

"Luka lama-mu belum begitu sembuh tapi kau membuat luka baru, Nona!"

"Tidak masalah. Aku menikmatinya."

"Baiklah. Kami melakukan operasi kecil untuk menjahit luka goresan peluru di lengan nona. Beruntung hanya goresan dan bukan langsung tertembak. Tapi masih belum bisa terkena air. Untuk bagian lain aman. Hanya bagian lutut kanan terkilir dan luka ringan dipelipis karena terbentur benda keras.nona tidak diperkenankan keluar rumah sakit selama satu minggu ke depan."

"Tidak bisa. Aku harus sekolah," bantah Aurora sembari merilekskan tubuhnya.

"Tapi..."

"Tidak masalah. Ini hanya luka kecil."

Brakk!

Mereka terperanjat saat pintu ruangan terbuka cukup kasar. Aurora terkejut melihat

Damian masuk dengan wajah tampan mendingin. Seperti biasa dia selalu membuat Suasana tidak enak diantara manusia normal. Satu tangannya menenteng bungkusan makanan bermerek restoran terkenal.

"D-Damian?" Aurora heran. Dari mana damian tahu dia masuk rumah sakit?

"Dia tidak akan mati dalam waktu dekat-kan?" Pertanyaan yang damian lontarkan terkesan ketus dan kejam. Memang ciri khas keturunan Theodore.

"Damian!" renggut Aurora manyun.

"Tuan muda. Nona Aurora baik-baik saja. Dia hanya butuh pemulihan pada bagian lutut

dan kepalanya."

"Damian tenang saja. Rora sangat sehat bahkan dapat menci...Aaaass!!" pekik Aurora dipertengahan katanya kala Damian meletakan bungkusan makanan yang tadi ia bawa ke atas lututnya yang terkilir.

"D-damian!"

Damian hanya menatap datar aurora kemudian meletakan plastik makanan itu ke atas nakas.

"Ini tablet obat untuk luka di kaki dan kepala Nona. Satu tablet vitamin diminum setiap

pagi dan sebelum tidur."

"Banyak sekali," protes Aurora menatap ngeri deretan tablet obat yang diletakan suster di atas nakas.

"Ini memang obat-obatan bagus untuk pemulihan lukamu, Nona!"

"Tapi aku tidak mahir minum ob..."

"Periksa otaknya. Mungkin bermasalah," sela damian sarkas.

Aurora akhirnya tidak lagi protes. Dokter Felix tersenyum tipis melihat Aurora yang menurut hanya pada Tuan muda Theodore ini.

"Apa kepala Nona sangat sakit?"

"Hanya pusing. Penglihatanku juga agak kabur" Dokter Felix memeriksa mata Aurora. Apa yang dilakukan pria itu tidak luput dari perhatian mata elang damian yang sebenarnya cemas pasalnya wajah Aurora cukup pucat apalagi dia mengatakan keluhannya.

"Ini normal setelah kecelakaan di bagian kepala. Jika dalam dua hari tidak pulih, saya akan lakukan tindakan medis."

Aurora mengangguk paham.

"Kalau begitu saya permisi."

Damian membiarkan mereka pergi hingga kini hanya tinggal Aurora dan dirinya.

"Tidak ada yang ingin kau jelaskan?"

"A-apa?" tanya Aurora cukup gugup. Pasalnya ekspresi wajah damian terlihat amat mengintimidasi.

"Kau pasti paham apa yang-ku katakan."

"Apa...kau yang membawaku semalam Maksudku... Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Kau berharap siapa?"

Aurora bungkam. Dia sudah yakin ini ulah Rama. Sialnya lelaki itu tidak menunjukan batang hidungnya sama sekali. Ck, ingin rasanya Aurora meninju wajah menyebalkan banci satu itu.

"Seharusnya kau terjun dari lantai 30. Setidaknya kau akan koma dalam beberapa bulan," sindir damian semakin memojokkan Aurora.

"A-aku tidak...tidak melakukan apapun. Aku hanya tertabrak mobil saat.. menyeberang," bohong Aurora tapi damian tidak berkedip

memandangnya tajam. Dari Aurora menjilat bibir lalu mengigitnya, dia tahu gadis nakal ini berbohong.

"Sungguh! Hanya tertabrak mobil. Aku yang tidak hati-hati, damian!" Berusaha meyakinkan.

"Hidupmu terlalu banyak drama," datar damian kemudian mau pergi tapi Aurora sigap mencekal lengannya.

"Damian!" cicit Aurora redup Aurora masih tidak menoleh atau menunjukan eskpresi

apapun.

"Kenapa mau di sini?"

"Menurutmu?" Damian melirik Aurora dari ekor matanya.

"Cinta?"

"Terlalu jauh." damian melepas cekalan Aurora kemudian menghadap sepenuhnya pada gadis itu.Kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celana terkesan angkuh dan mendominasi.

"Kau masih harus bertanggung jawab atas apa yang kau lakukan di sekolah."

"Memangnya aku melakukan apa?" Tanya Aurora pura-pura tidak mengerti karena dia malas membahas soal masalah itu. Namun, tampaknya damian tidak berminat mau menjelaskan.

"Damian! Bisa kita bahas hal lain. Aku malas bertengkar hari ini, ya?"

"Aku akan pergi. Teman-mu akan datang."

"Jangaan! Temani aku, please" bujuk Aurora memelas tapi bukan damian jika menuruti

kemauan Aurora. Dia tetap beranjak pergi

sampai aku Aurora langsung berusaha duduk sampai lengan kananya yang terluka akibat tembakan tertekan.

"Aaa!"

Damian menoleh. Aurora memegangi lengannya sembari meringis.

"Kau mau mati?" tanya damian mendekat

"Aku akan mati jika kau pergi dari ruangan ini."

"Berlebihan," gumam damian jengah kemudian memeriksa lengan Aurora. Beruntung jahitannya tidak robek dan perbannya masih bersih dari darah.

"Sakit, damian Sayang!!" Rengek Aurora manja memanfaatkan situasi. Damian menghembuskan nafas panjang. Tidak mungkin meninggalkan Aurora dalam keadaan seperti ini.

"Damian! Temani rora, Please!"

Menunjukan wajah memelasnya dengan tatapan mata puppy eyes menggemaskan.

Damian segera membuang muka. Bisa-bisa dia lepas kendali hanya karena bujukan

setan kecil ini.

"Yah? Yah? Disini temani rora. Ok?"

"Hm."

"Yeeey!!!" teriaknya refleks mengangkat tangan kananya yang luka hingga kembali

merintih sakit.

"Damian hiks! Sakit."

"Diam," tekan damian membuat aurora langsung menutup mulut rapat. Damian membantu aurora untuk duduk bersandar di kepala ranjang kemudian merapikan posisi selang infus Aurora yang berantakan karena gadis ini tidak mau diam.

"Damian, Sayang! Kenapa bisa ada di sini?"

"Mimmy memaksa."

"Mimmy Eleza tahu?"

Damian mengangguk. Tanpa sadar dia tidak marah saat Aurora memanggilnya demikian padahal biasanya damian akan mengamuk karena Aurora sangat lebay padanya.

"Siapa yang memberitahu damian?"

"Teman-mu." jawab damian singkat beralih mengeluarkan kotak makanan kemudian duduk di kursi dekat ranjang.

"Rama?"

"Hum."

Aurora mengangguk. Diperhatikannya lekat wajah tampan damian dari jarak sedekat ini. Hidung mancung, kulit wajah mulus terawat, alis tebal dan mata elang mendominasi.

Benar-benar definisi sempurna bagi Aurora.

"Menatapku tidak akan membuatmu kenyang," ucap damian meletakan kotak makanan ke paha Aurora.

"Makanlah jika tak mau mati."

"Tanganku sakit," keluh Aurora melepaskan tubuhnya Padahal tadi dia paling semangat saat mau protes.

"Bukan tangan kirimu."

"Rora tidak biasa makan dengan tangan kiri, damian sayang! Bagaimana jika nanti rora tersedak? damian mau tanggung jawab menikahi rora sebelum kita lulus? rora

mau-mau saja tapi damian-kan...."

"Kau bisa diam?"jengah damian kesal dengan tabiat menyerocos Aurora yang tak pernah hilang.

Dia seolah punya energi dan gudang kosakata sampai melafalkan semuannya dalam satu tarikan nafas. Melihat damian kesal, Aurora mengulum senyum.

"Suapi? Ya?" pintanya manja. Damian tidak ada alasan menolak. Dia akhirnya mengambil alih sendok kemudian mulai menyuapi Aurora dengan telaten. Kejadian amat langka. Aurora bahkan tak percaya Damian akan menuruti keinginannya tanpa ada penolakan keras seperti biasa.

"Damian coba ini Enak!" Mengambil paprika

iris di tempat makan dan mengarahkannya ke mulut damian.

"Coba!"

"Telan makananmu dulu!" tegas damian menyodorkan gelas air saat aurora bicara dengan mulut penuh. Aurora patuh. Dia jadi

kucing rumahan didepan damian yang membuatnya jatuh hati.

"Coba! Aaa..."

"Aku tidak suka sayur."

"Oh iya, rora lupa! damian-kan hanya mau makan sayuran yang Mimmy Eleza buat, bukan?" Damian tak menjawab. Dia meletakan gelas di atas nakas kemudian kembali menyuapi aurora.

Tapi damian benar-benar diuji oleh gadis liar satu ini. Dia sama sekali tidak mau diam. Berulang kali bicara hal konyol dan tidak bermakna. Seperti mengeluh denga tugas sekolah, tabiat buruk Rama bahkan apapun yang membuatnya kesal di sekolah semuanya Aurora ungkit termasuk aib Tiara.

"Tiara lintah darat itu, damian! Sebenarnya dia tidak pintar-pintar sekali, tapi gayanya itu memang terlalu sombong. Lihat saja, besok rora akan me..."

Damian menyumpalkan selada ke mulut Aurora berharap dia berhenti bicara. Tapi sangat disayangkan, Aurora masih lanjut mengungkit-ungkit aib tiara walau mulutnya disumpal.

"Damian" menepuk paha damian yang menyuapkan satu sendok makanan terakhir.

"Rora bwoleh pwelihara heweankan?"

"Telan!" Damian menepuk pipi aurora yang mengembung hingga buru-buru dikunyah gadis itu dan menelannya cepat.

"Kemaren rora ke toko hewan peliharaan. Hewannya banyak tapi tidak ada yang bagus. Boleh-kan kalau Sea pelihara hewan?"

"Terserah."

"Jadi boleh?" tanyanya lagi berbinar.

"Kau yang merawatnya bukan aku."

"Tapi-kan damian kepala rumah tangganya. Jadi harus minta izin dulu."

"Kau geger otak," ujar damian malas kemudian merapikan kotak makanan sisa Aurora.

"Yes! Besok aku mau ambil mereka."

"Minun!" Damian menyodorkan 3 pil berbeda

warna. Aurora menatap ngeri pil dengan ukuran besar-besar itu. Dia termasuk susah minum obat.

"B-besar."

"Lalu?" Damian menaikan satu alisnya.

"Tidak akan lolos ditelan, damian Sayang! Lagi pula lukanya akan sembuh sendiri seperti yang sudah-sudah." Jawaban Aurora

benar-benar membuat damian diam. Secara tidak langsung dia mengatakan jika sudah sering terluka dan dibiarkan sembuh sendiri.

"Damian!" Aurora menatap Damian yang sempat melamun.

"Minum! Kau tidak mati hanya dengan menelan ini"

"Tapi tidak bisa."

"Minum atau aku pergi!" ancam damian sukses membuat Aurora membisu. Memelas pada damian berharap akan dituruti tapi wajah lelaki itu masih datar mengintimidasi. Akhirnya Aurora pasrah membuka mulutnya dengan ragu-ragu.

"Buka lebih lebar!"

"S-sudah..tapi tidak akan bisa masuk," keluh Aurora merenggut lucu.

"Bisa."

"Nanti rora muntah, damian!"

"Tidak akan. Telan cepat-cepat." Satu tangan damian memegang gelas air sedangkan tangan satunya menggenggam pil obat yang siap masuk ke mulut Aurora Tapi mulut Aurora otomatis tertutup saat damian mau memasukan obatnya. Tentu lelaki tampan itu langsung kesal.

"Buka lebih lebar. Ini tidak akan membunuhmu."

"T..tapi.."

Damian memasukan satu pil obat ke mulut Aurora kemudian langsung memberinya air. Buru buru Aurora meneguknya tapi yang namanya takut dan tidak biasa akan tertahan dikerongkongan.

"Hooeekmm... damian hiks!"

"Telan!" paksa damian sembari memberi minum lagi. Rama yang tadi baru sampai di depan pintu seketika terkejut mendengar dialog ambigu dua anak manusia di dalam sana.

"Telan? Apa yang mau ditelan ? Gumam Rama dengan ekspresi bak ibu-ibu paling penasaran sedunia menempelkan telinga ke pintu.

"Enguhh... damian hiks! Rasanya tidak enak..Hoeekm."

"Biasakan. Nanti tidak akan muntah lagi."

"'Sudah?"

"Satu kali lagi. Sekali masuk."

"T-tidak.."

"Buka mulutmu!"

"Damian rora..."

"Telan!"

Rama segera menutup mulutnya benar-benar syok. Dia sudah menebak apa yang terjadi di dalam sana bahkan percakapan mereka sudah membuktikan segalanya.

"Ternyata damian sangat ganas. Bisa-bisanya dia meminta aurora menelan...

Haisss padahal Aurora baru pertama kali melakukan nya Seharusnya dia lebih lembut," rutuk Rama kesal sendiri. Sementara di dalam sana. Aurora mengusap sudut matanya berair karena mau muntah akibat pil sialan itu. Jika bukan karena damian, pil itu sudah pasti berakhir dalam tempat sampah.

***

1
Nuzul'ea
damian ini cuek tapi perhatian,yaa walaupun aurora gak tau
بنتى بنتى
next
N Kim
terima kasih😊
Dewi hartika
next thor terus, berinspirasi selalu, semangat.
Nuzul'ea
kak semangat terus up nya aku tunggu,ceritamu kerenn/Ok//Good//Good//Good/
Dewi hartika
hem udahlah tinggalkan damian itu, karna tak menghargai perjuanganmu, lebih baik jalani hidup dengan kebahagiaan, dari pada kecewa dan rasa sakit, next thorr.
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
lanjut
Aisyah Azzahra
Saya sangat menyukai cara penulis menggambarkan suasana.
N Kim
terima kasih sudah mau membaca ceritaku/Smile/
Tsumugi Kotobuki
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!