Yang bocil minggir dulu ya🙃
Sinopsis 👇
Mina tidak tahu ada apa dengan hubungan kakak dan kakak iparnya. Di luar mereka tampak baik tapi sebenarnya mereka menyembunyikan sesuatu.
Berawal dari penasaran, Mina memutuskan menyelidiki keduanya. Ternyata benar. Di apartemen tempat tinggal mereka, mereka bahkan tidur terpisah. Mina yang dasarnya mulut ember itu ingin melapor ke mamanya. Sayangnya sebelum berhasil, ia ketahuan oleh Foster, kakak iparnya.
Dan yang tidak pernah Mina duga, Foster malah memaksanya bermain api dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 27
Ketika tiba di kantor, Foster mendapati mamanya sudah berada dalam ruang kerjanya.
"Mama?" Ia menatap sang mama dengan alis naik turun. Bukannya tidak senang melihat wanita paruh baya itu, tapi wanita itu pasti datang dengan maksud lain. Bukan hanya sekadar melihatnya. Apalagi di sebelahnya ada Dian.
Pasti Dian melapor pada mamanya. Mengenai sikap kasarnya semalam.
"Foster, tante Mia katanya mau datang liat kamu, sekalian makan siang." kata Dian tersenyum cerah. Foster balas menatap wanita itu tajam. Makin hari kelakuannya makin bikin geram.
"Benar Foster. Nanti siang kita makan bareng ya, bertiga sama Dian."
"Aku tidak ada waktu ma. Lain kali saja mama datang lagi. Dan jangan bawa-bawa orang luar kalau mama mau makan denganku. " pria itu memberi tekanan dalam nada bicaranya sambil menatap Dian.
Senyuman di wajah Dian perlahan memudar. Ia sengaja menatap mama Foster dengan tampang terluka. Dian tahu Foster pasti tidak akan bisa melawan wanita yang melahirkannya itu. Apalagi dia adalah salah satu perempuan kesayangan tante Mia. Kalau bukan karena alasan kuat Foster menikah dengan wanita bernama Iren itu, pasti Dianlah yang menjadi istri Foster sekarang. Dian selalu berpikir begitu.
"Foster, kamu kok ngomong begitu? Dian ini udah kayak keluarga kita sendiri. Mama sudah anggap dia anak mama sendiri, kenapa kamu malah dengan entengnya ngatain dia orang luar? Mama perhatikan, semenjak kamu menikah sama perempuan bernama Iren itu, sifat kamu jadi lebih nggak ada rasa hormat sama mama." tutur Mia tidak suka.
Foster mendengus keras.
"Keluarga? Sorry ma, kalau mama mau anggap dia keluarga mama, jangan bawa-bawa aku. Jangan bawa-bawa nama Iren juga. Dia tidak ada salah apa-apa. Lebih baik mama pulang sekarang, aku sangat sibuk." katanya.
"Foster! Kenapa kelakuan kamu kayak gitu sama mama? Mama cuma pengen liat kamu doang, kok malah usir mama sih?" sentak Mia marah. Wanita paruh baya itu berdiri dari sofa yang posisinya ada dibagian tengah. Dian ikut berdiri.
"Tante, jangan emosi. Tante tenang ya. Jangan sampai darah tante naik. Foster nggak boleh gitu dong sama mama kamu sendiri." ucap wanita licik itu. Ingin sekali Foster berteriak didepan wajahnya. Tapi laki-laki itu berusaha menahan diri. Masih ada mamanya diruangan ini.
"Ma, lebih baik mama pulang sekarang. Aku tidak mau bertengkar." katanya.
"Kamu yakin mau mama pulang, nggak mau makan siang sama mama?" tanya Mia lagi. Ia sedikit kecewa pada putranya.
"Aku masih ada janji penting ma. Lagian mama ada wanita kesukaan mama yang bisa temani mama makan. Wanita yang sempurna menurut mama." Foster sengaja menyindir Dian. Hari ini wanita itu selamat karena ada mamanya. Tapi jangam harap pria itu akan melepaskannya. Ia akan memberikan perhitungan akibat tamparan kerasnya terhadap Mina.
"Tante, kalau Foster emang nggak bisa, aku bisa temenin kok. Tante mau kita makan di mana?" ucap Dian. Suaranya sengaja ia buat-buat agar terdengar selembut mungkin. Foster yang jijik.
"Terserah kamu aja. Makasih ya Dian, memang cuma kamu yang paling ngertiin tante. Nggak kayak seseorang yang tante lahirin susah-susah." Mia dengan sengaja menyindir putranya. Foster tersenyum. Terserah mamanya mau bilang apa, dia tidak peduli.
"Ayo keluar sayang," kata Mia lagi sudah tidak mau berlama-lama diruangan putranya. Padahal Dian masih mau berlama-lama di sana, menikmati wajah tampan Foster.
Foster bernapas lega begitu dua perempuan itu keluar.
Huffft ...
Hari ini dia sudah pusing karena pekerjaan, eh malah dibikin pusing lagi sama mereka. Kalau sudah begini moodnya jadi rusak. Kalau moodnya rusak, ia biasanya langsung pergi minum-minum. Tapi itu dulu. Sekarang, yang ada dalam pikirannya hanya Mina. Menurutnya moodnya akan lebih membaik kalau bicara dengan gadis itu. Jauh lebih baik daripada minum alkohol.
Tanpa ragu Foster mengeluarkan ponsel dan menelpon nomor Mina.
Panggilan pertama tidak di angkat. Pria itu menelpon lagi. Masih sama. Mina tidak mengangkat panggilan keduanya dan begitu seterusnya. Bahkan panggilan terakhirnya langsung dimatikan oleh gadis itu. Foster mengerang kesal. Oh, berani mematikan telpon darinya ya sekarang. Kemudian terbesit sebuah ide nakal di otaknya. Pria itu lalu mengetik dengan santai. Ia yakin setelah ini gadis itu akan langsung menelpon balik.
***
Mina sedang duduk bersama Ester di depan ruangan dekan yang sekaligus adalah dosen pembimbing mereka. Keduanya kemarin dihubungi untuk menghadap sih dosen pembimbing hari ini. Saat nama Ester dipanggil masuk oleh asisten dekan, ponsel Mina berbunyi.
Mina melihat nomor sih pemanggil. Ternyata kakak iparnya. Ia memutar bola matanya malas. Kenapa lagi sih? Kan belum lama mereka bertemu, tiap hari juga pasti ketemu. Mina tidak mau angkat. Gangguin waktunya saja. Dia kan lagi mau ketemu dekan yang membimbing skripsinya. Tapi panggilan Foster kembali masuk. Bahkan sampai berkali-kali. Sampai akhirnya Mina langsung menolak panggilan terakhir dengan sengaja. Biar kakak iparnya tahu kalau dirinya sedang tidak ingin diganggu.
Sayang sekali beberapa detik kemudian, sebuah pesan what's up masuk dari Foster. Dan mata Mina langsung membulat besar begitu membaca isi pesan tersebut.
"Telpon aku sekarang. Kalau tidak aku akan datang ke sana segera dan memperkosamu di gudang kampusmu." ancaman Foster sontak membuat Mina kelimpungan. Ia tahu kak Foster tidak main-main dengan ancamannya. Memperkosanya di gudang kampus? Astaga, kayak nggak ada tempat lain saja yang lebih bagus. Ehh ??
Mina menggeleng-geleng menjernihkan pikirannya. Ya ampun, otaknya malah ikut-ikutan rusak. Ia lalu cepat-cepat menelpon balik Foster.
"Ternyata kau takut juga dengan ancamanku." Mina bisa mendengar kekehan Foster ketika pria itu mengangkat telponnya. Gadis itu merutuk dalam hati.
"Kenapa kak Foster menelponku?"
"Hanya ingin dengar suaramu saja."
Mina menutup matanya dalam-dalam. Tuhkan, nggak ada kerjaan lagi.
"Kau sedang apa?"
"Antri ketemu dosen pembimbing." jawab Mina dengan penuh kesabaran.
"Ohh ... Mina?"
"Mm?" entah kenapa Mina merasa mood Foster sedang tidak terlalu baik. Apa karena itu kakak iparnya menelponnya?
"Apa mamamu sering menekanmu? Maksudku, menyuruhmu melakukan kehendaknya tapi sebenarnya kau tidak suka. Seperti apapun yang kau lakukan, harus yang mama kamu mau."
Rupanya laki-laki itu ada masalah sama mamanya.
"Bukankah kebanyakan orangtua seperti itu? Tapi menurutku, nggak semua keinginan mereka harus kita turuti. Anak-anak ada hak untuk memilih saat ia tumbuh dewasa. Asalkan itu baik, pasti orangtuanya akan berusaha memahami."
"Bagaimana kalau mereka tidak mau memahami?"
"Berarti kita harus cari tahu lagi. Mungkin saja ada faktor lain yang mempengaruhi mereka. Mungkin karena rasa takut, atau pengaruh dari orang lain dan banyak lagi faktor lainnya. Kalau sudah begitu, biasanya aku akan mempertahankan pilihan yang aku tahu akan membuatku bahagia. Mereka pun akan sadar suatu saat nanti kalau sebenarnya pilihan anak mereka sebenarnya tidak salah."
"Aku tidak salah memilihmu. Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu lagi." Foster tersenyum diseberang dan langsung memutuskan panggilan. Berbeda dengan Mina yang kebingungan.
Dasar laki-laki aneh.