Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.
Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.
Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikmati Malam yang Tenang
Setelah seharian beraktivitas di pantai dan menikmati petualangan snorkeling, Ethan dan Zoe kembali ke vila mereka. Malam telah tiba, dan suasana di Bali berubah menjadi lebih tenang. Suara ombak yang lembut menyentuh bibir pantai terdengar dari kejauhan, dan langit malam mulai dipenuhi bintang-bintang yang terang. Malam ini terasa seperti sebuah jeda dari semua kesibukan, dan Ethan merasakan kedamaian yang jarang dia temukan di kehidupannya yang biasanya penuh rutinitas.
Mereka berdua duduk di teras vila, masing-masing dengan minuman dingin di tangan. Zoe menyeruput jus jeruknya sambil bersandar ke kursi rotan, sementara Ethan memandangi langit yang penuh bintang.
"Kadang-kadang, ya, aku berpikir… hidup itu aneh," kata Zoe tiba-tiba, memecah keheningan.
Ethan menoleh ke arahnya, sedikit bingung. "Aneh gimana maksudnya?"
Zoe tersenyum kecil, memainkan sedotan di gelasnya. "Maksudku, lihat deh, Eth. Kita di sini, di Bali, menikmati malam yang super damai ini. Tapi kalau dipikir-pikir, beberapa bulan lalu aku bahkan nggak kenal kamu. Hidup kita kayak berubah 180 derajat."
Ethan mengangguk pelan. "Iya, sih. Hidup itu memang kadang suka ngagetin. Satu hari kamu ngerasa semuanya biasa-biasa aja, besoknya kamu tiba-tiba ada di tempat asing, ngelakuin hal-hal yang nggak pernah kamu bayangin sebelumnya."
Zoe tertawa kecil. "Kayak bikin cocktail yang hampir bikin kita keracunan, ya?"
Ethan ikut tertawa, ingat betapa absurdnya pengalaman mereka siang tadi. "Aku masih nggak percaya kita beneran bikin itu. Kalau dipikir-pikir, beruntung kita nggak meledakkan pantai gara-gara salah campur bahan."
Zoe menatap Ethan dengan tatapan iseng. "Nah, itu justru karena kamu punya aku. Tanpa aku, kamu pasti udah bikin jus jeruk plus soda aja."
Ethan menyeringai. "Dan jus jeruk itu aman, Zo. Beda sama minuman alien biru yang kita bikin."
Zoe mendorong bahu Ethan pelan sambil terkekeh. "Aduh, Eth! Kamu nggak ngerti seni dari bikin cocktail, ya? Kita harus kasih warna-warna terang biar keren. Kamu mau jus jeruk? Itu sih, minuman anak TK!"
Ethan tertawa lagi, mengakui kejenakaan Zoe. "Ya udah deh, next time kamu aja yang bikin. Aku nunggu hasil karya masterpiece kamu."
Setelah mereka terbahak-bahak sebentar, percakapan kembali tenggelam dalam keheningan yang nyaman. Zoe kemudian mendesah pelan dan menatap bintang-bintang di langit. “Ethan, kamu pernah berpikir nggak sih… apa yang bakal kita lakukan setelah ini?”
Ethan mengerutkan kening, mencoba memahami arah pikiran Zoe. "Maksud kamu? Setelah liburan ini?"
Zoe mengangguk. "Ya, semacam… what’s next for us? Aku tau kita lagi nikmatin liburan ini, tapi setelah semua ini selesai, apa kita bakal balik lagi ke rutinitas lama kita? Aku nggak yakin siap buat itu."
Ethan berpikir sejenak. Zoe memang benar, liburan ini memberikan mereka jeda dari dunia nyata, tapi apakah setelah semuanya selesai, mereka hanya akan kembali ke kehidupan lama masing-masing? Sebagai seorang introvert, Ethan terbiasa dengan rutinitas yang monoton, tapi ada bagian dari dirinya yang mulai merasa tidak puas dengan itu setelah semua petualangan yang dia alami bersama Zoe.
"Aku ngerti apa yang kamu maksud, Zo," kata Ethan akhirnya. "Aku juga nggak mau kembali ke rutinitas yang ngebosenin. Tapi… apa kita punya pilihan lain? Maksudku, realitanya kita punya pekerjaan, tanggung jawab… hal-hal yang nggak bisa kita tinggalin begitu aja."
Zoe mendengus pelan. "Yeah, tapi siapa bilang realita itu harus selalu membosankan? Kita bisa bikin hidup kita sendiri lebih seru, Eth. Mungkin nggak setiap hari bakal kayak liburan ini, tapi kita bisa bikin keseharian kita lebih berwarna."
Ethan terdiam, mencerna kata-kata Zoe. Itu masuk akal. Hidup memang nggak harus statis atau monoton. Jika dia bisa membawa semangat petualangan ini ke dalam rutinitas sehari-hari, mungkin hidup akan terasa lebih bermakna.
"Kamu benar, Zo," jawab Ethan akhirnya, sambil tersenyum tipis. "Mungkin aku harus mulai nambahin bumbu di hidupku. Kayak… ngerasain hal-hal baru yang nggak biasanya aku lakukan."
Zoe tersenyum lebar, puas mendengar jawaban Ethan. "Nah, itu baru temen perjalanan yang keren! Makanya, Eth, jangan cuma diam di zona nyaman. Hidup ini buat dinikmati!"
Keheningan kembali menyelimuti mereka, namun kali ini terasa lebih hangat dan penuh makna. Mereka berdua menikmati suasana malam yang hening, ditemani oleh angin laut yang sepoi-sepoi. Suasana santai seperti ini memang langka, dan mereka berdua tahu bahwa momen-momen seperti ini harus disimpan baik-baik dalam ingatan.
Tiba-tiba, Zoe menyikut lengan Ethan. "Eh, Eth. Kamu pernah nyoba meditasi nggak?"
Ethan mengerutkan kening. "Meditasi? Kamu bercanda, kan? Aku bahkan susah diem lima menit tanpa mikir hal-hal random."
Zoe menahan tawa. "Makanya, kamu perlu coba! Meditasi itu katanya bisa bikin pikiran tenang. Coba, deh."
Ethan mendesah. "Aku yakin kamu mau bikin aku jadi guru yoga setelah ini."
Zoe tertawa keras. "Nggak kok! Serius deh, coba kamu duduk yang nyaman, pejamkan mata, terus fokus sama napas kamu. Aku pernah baca di suatu artikel, itu bisa ngebantu buat ngurangin stres."
Dengan sedikit skeptis, Ethan memutuskan untuk menuruti saran Zoe. Dia duduk lebih tegak, memejamkan mata, dan mulai fokus pada napasnya. Namun, setelah beberapa detik, dia sudah merasa ada yang aneh.
"Zo," Ethan membuka matanya. "Aku malah mikirin kalau ada cicak di plafon yang tiba-tiba jatuh ke muka aku."
Zoe tertawa terbahak-bahak, hampir menumpahkan jus jeruknya. "Astaga, Eth! Kamu nggak bisa serius banget ya? Meditasi itu bukan soal cicak!"
Ethan ikut tertawa. "Ya makanya! Aku nggak bisa berhenti mikir hal-hal aneh kayak gitu."
Zoe menghela napas, masih sambil tertawa. "Oke, kalau gitu meditasi bukan untuk kamu. Mungkin kita perlu cari cara lain buat relaksasi."
Ethan mengangguk sambil menahan senyum. "Mungkin tidur siang lebih efektif buat aku. Meditasi ini bikin aku lebih stress karena aku terlalu fokus sama hal-hal random."
Zoe menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan tertawa kecil. "Aduh, Eth. Kamu memang unik."
Mereka berdua kembali tenggelam dalam keheningan yang nyaman. Kali ini, Ethan merasa sedikit lebih ringan. Percakapan mereka tentang hidup dan meditasi telah membuatnya berpikir lebih dalam tentang caranya menjalani kehidupan setelah liburan ini. Meskipun tidak semuanya bisa langsung berubah, setidaknya Ethan merasa sudah mulai terbuka untuk ide-ide baru.
Ketika malam semakin larut, suara hewan malam mulai terdengar lebih jelas, menciptakan suasana yang menenangkan. Ethan menatap Zoe, yang tampaknya mulai mengantuk di kursinya. Dia tersenyum kecil, merasa bersyukur memiliki teman seperti Zoe yang bisa membuat hidupnya lebih berwarna.
"Zo," panggil Ethan pelan.
Zoe membuka matanya yang hampir terpejam. "Hm?"
"Terima kasih ya, udah ngajarin aku banyak hal," kata Ethan dengan tulus.
Zoe tersenyum kecil, meskipun matanya sudah setengah tertutup. "Aku juga harus bilang terima kasih, Eth. Kamu bikin liburan ini lebih seru."
Mereka berdua tersenyum, menikmati momen terakhir sebelum akhirnya Zoe benar-benar tertidur di kursinya. Ethan membiarkannya tidur, sementara dia sendiri masih duduk memandangi langit yang dipenuhi bintang.
Malam itu, Ethan merasa damai. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia tidak merasa terbebani oleh dunia luar. Di momen ini, dengan suara ombak, angin laut, dan bintang-bintang di atas, Ethan merasa… bebas.