Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terungkapnya Kebenaran
Ayah Aleen terlihat kesal setelah mendapat telepon dari Fandy. Dia menggenggam ponsel ditangannya dengan keras karena marah.
"Sial. Dasar gadis bodoh! Padahal aku sudah katakan padanya kalau dia akan bertunangan dengan putra dari keluarga Handoko menggantikan Diana. Bisa-bisanya dia malah bersama pria lain"
Pak Bastian terus menggerutu kesal mencaci Aleena.
Bu Dona yang melihat sang suami sedang kesal, menghampirinya dan bertanya padanya.
"Ada apa, Pah? Kenapa Papa marah-marah seperti itu?".
"Barusan Fandy menghubungiku. Dia bilang setelah makan malam dengan Aleena, dia melihat Aleena bersama dengan pria lain. Lihatlah ini".
Pak Bastian menunjukkan foto Aleena yang dikirimkan oleh Fandy.
"Siapa ini, Pah? Sepertinya aku tidak pernah melihatnya".
Bu Dona mengerutkan dahi memperhatikan foto itu.
"Sepertinya Papa pernah melihat pria ini, tapi Papa tidak ingat dimana itu".
Bastian terus memperhatikan wajah pria yang bersama Aleen, namun dia tidak mengingatnya.
"Sudahlah Pah. Yang jelas, Papa harus menegur Aleen dan menanyakan baik-baik tentang pria itu. Tapi Pah, bagaimana jika Aleen bersikeras menolak perjodohan ini? Apa yang harus kita lakukan?".
Bu Dona bicara dengan sikap tenang dan selalu menunjukkan dihadapan semua kalau dia menyayangi Aleen.
"Mama tenang saja. Itu tidak akan terjadi. Sebelumnya kita mengusulkan Diana karena Aleen memiliki hubungan dengan Angga dan itu cukup menguntungkan untuk kita. Kali ini tidak ada alasan baginya untuk menolak".
Sorot mata Bastian terlihat tajam dengan nada bicara yang dingin saat dia bicara.
Tak berselang lama terdengar suara mobil yang berhenti didepan rumah mereka.
"Siapa yang datang? Apa itu Aleena?".
Pak Bastian bertanya setelah mendengar suara mobil.
"Entahlah. Bi tolong lihat siapa yang datang".
Bu Dona meminta pembantunya untuk memeriksa siapa yang datang.
"Baik, Nyonya".
Pembantu itu langsung bergegas ke depan untuk melihat tamu yang datang.
Disana terlihat Aleen yang diantar oleh Dev.
"Terima kasih Dev karena sudah mengantarku pulang kerumah".
Aleena terterima kasih dengan sikap yang sopan dan tenang.
"Sama-sama. Apa kamu baik-baik saja?".
Dev bertanya dengan raut wajah khawatir.
"Ya, aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir. Apalagi ini rumahku sendiri"
"Kalau begitu masuklah. Aku akan pergi setelah melihatmu masuk kedalam".
Dev bicara dengan sikap yang lembut.
"Baiklah. Kalau begitu, aku masuk dulu. Sekali lagi terima kasih dan hati-hati dijalan".
Aleen berbalik dan masuk ke dalam rumah dengan langkah yang hati-hati setelah pamit pada Dev.
Sorot mata Dev yang sebelumnya hangat saat menatap Aleen, kini berubah menjadi tajam dan dingin saat melihat langkah Aleen yang sedikit aneh.
"Apa dia baik-baik saja? Aku harus meminta seseorang mengawasinya".
Dev berkata dalam hati dan berniat meninggalkan rumah Aleen sebelum dia mendengar suara keributan dari dalam sana
"Sudah Papa bilang untuk tidak membuat nama keluarga kita malu! Apa kamu tidak mengerti dengan apa yang Papa katakan sebelumnya? Bisa-bisanya kamu malah bertemu dengan pria lain!".
Plak
Plak
Plak
"Ampun Pah. Aku tidak melakukan kesalahan apapun. Aku mengikuti permintaan Papa untuk bertemu dengan putra dari keluarga Handoko".
Aleen menjawab sang ayah disela isak tangisnya sambil meringis kesakitan saat dipukuli sang ayah dengan rotan.
"Kamu masih berani membantah?! Lalu siapa pemuda ini? Bisa-bisanya kamu malah bertemu pemuda yang tidak jelas seperti ini?! Lihat! "
Pak Bastian terus memukul Aleen lalu menunjukkan foto yang dikirim Fandy.
"Itu... "
Aleen melihat foto itu dan memperhatikannya dengan seksama. Dia mempertimbangkan kemungkinan yang akan dilakukan sang ayah pada Dev jika dia tahu tentangnya.
"Itu... Dia bukan siapa-siapaku, Pah".
Aleen tidak memberitahukan tentang Dev karena takut sang ayah akan melukainya.
"Jangan bohong. Kamu pikir Papa akan percaya begitu saja! Cepat katakan siapa pria ini!"
Plak
Plak
Plak
Bu Dona hanya diam dan menyaksikan Aleen dipukuli. Sedangkan pembantunya menitikan air mata melihat Aleen dipukuli.
Plak
Plak
"Tuan tolong hentikan. Kasihan Non Aleen".
Pembantu rumah berusaha membujuk Bastian dengan bersimpuh dikakinya agar berhenti memukul Aleen.
"Minggir! Jangan ikut campur!"
"Ah!"
"Bi!"
Bastian menghempaskan pembantu itu hingga dia terjatuh dan membuat Aleen berteriak karena khawatir.
"Pah, jangan sakiti bibi!", ujar Aleen menahan sang ayah agar tidak memukul pembantunya juga.
"Kalau begitu jawab Papa! Siapa pria yang bersamamu ini?!"
"Itu bukan siapa-siapa. Kami hanya kebetulan bertemu direstoran, Pah. Tidak ada hubungan lebih".
Aleen terus berusaha menutupi tentang Dev.
"Masih berani berbohong?!"
Plak
Plak
Bastian kembali memukul Aleen. Bibi yang tidak tega melihat Aleen kesakitan akhirnya berlari keluar dengan derai air mata dan jalan tertatih untuk meminta bantuan. Dalam keadaan ini, satpam mereka pun hanya diam dan pura-pura tidak mendengar. Lalu dia melihat ada Dev yang masih berdiri diluar rumah. Tanpa pikir panjang bibi itu langsung menghampirinya.
"Tuan, tolong. Tolong selamatkan non Aleen. Bibi mohon. Tolong selamatkan dia. Tuan Bastian terus memukul non Aleen. Bibi mohon".
Pembantu rumah Aleen memohon dengan panik pada Dev disertai derai air mata yang terus mengalir dipipinya.
"Bibi tenang dulu. Sekarang tolong bawa saya kesana".
Dev bicara dengan sikap yang tenang dan sorot mata yang tajam.
"Baik, baik. Silahkan ikuti saya".
Bibi sedikit berlari membimbing Dev masuk kedalam rumah. Didalam terlihat Aleen meringkuk dilantai sambil dipukuli dengan rotan oleh pak Bastian
Plak
Plak
"Hentikan!".
Bastian menghentikan tangannya yang masih diudara saat mendengar suara Dev.
"Siapa kamu? Berani-beraninya menerobos masuk kerumah orang sembarangan", ujar Bastian dengan sorot mata yang tajam.
"Dev... apa yang kamu lakukan disini?".
Aleen mengangkat kepala dan menatap Dev dengan tatapan sayu. Dia bertanya dengan suara parau dan lemah. Keadaannya terlihat menyedihkan membuat Dev merasa iba padanya.
"Kenapa anda melakukan itu? Bagaimana bisa seorang ayah memperlakukan putrinya seperti binatang?".
Dev bicara dengan sikap yang dingin dan penuh emosi. Dia menatap pak Bastian dengan tatapan marah dan benci.
"Bukan urusanmu! Sebaiknya kamu pergi sebelum aku melaporkanmu ke polisi".
Bastian bicara dengan sikap yang tegas.
"Tunggu. Bukankah kamu pria yang ada di foto ini? Oh… jadi kamu sudah berani membawa sembarangan pria pulang ke rumah, hah! Dasar gadis tidak tahu diuntung. Harusnya kamu sadar diri dan berterima kasih pada keluarga ini terutama ayahku karena sudah membawamu dari selokan. Tapi kamu malah sengaja ingin menjatuhkan nama baik kami dengan bau busukmu itu! Kalian berdua sengaja kan ingin menjatuhkan keluarga kami dengan membawa pria itu agar dia tahu kejadian ini? Rasakan!"
Plak
Plak
Bastian baru sadar kalau pria yang ada di foto yang dikirim Fandy adalah Dev. Dia kembali bertanya pada Aleen dengan terus mencaci makinya bahkan kali ini pun dia memukul pelayan itu juga.
"Tidak, Pah. Tolong hentikan. Jangan pukuli bibi. Aku sama sekali tidak berniat seperti itu Pah".
Aleena menggelengkan kepala dengan derai air mata dipipinya.
"Jika bukan seperti itu lalu apa, hah? Pasti karena pembantu ini terlalu memanjakanmu, jadi kamu tidak tahu diuntung"
Plak
Ah
"Bibi! Dev jika kamu ingin membantuku, tolong segera pergi dari sini. Ku mohon".
Aleen berusaha meyakinkah Dev agar pergi dari sana. Dengan begitu, dia dan pembantu rumahnya tidak akan dipukuli lagi oleh sang ayah. Namun sebelum Dev menanggapinya, Pak Bastian kembali bicara
"Aleena Salmaira Prasetyo. Itu nama yang ayahku berikan padamu, orang yang kau sebut kakekmu. Tapi kelakuanmu yang memalukan sama sekali tidak mencerminkan kalau kamu bagian dari keluarga Prasetyo. Kamu sudah membuktikan kalau kamu hanya anak haram dari golongan rendahan. Kamu tidak pantas disebut sebagai bagian dari keluarga Prasetyo! Mulai hari ini kamu bukan lagi bagian dari keluarga ini!"
"Pah!"
"Tuan!"