"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.
"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.
Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Known Plans
Suara bunyi bel membuyarkan lamunan tari, ia bangkit dari kasurnya menatap kesal ke arah pintu.
"Manusia sialan mana lagi yang ingin mengganggu ku kali ini" ujarnya geram.
Bunyi bel itu berbunyi untuk kedua kali nya, tari menyerah dan bangkit dari kasur, berjalan keluar untuk membuka pintu apartemennya.
"Tari, kenapa lama sekali sih, kau sedang apa" Keluh Sely, ibu mertuanya itu masuk ke dalam bahkan sebelum tari mempersilahkannya.
"Nenek ini" keluhnya dalam hati.
"Maaf ibu, aku sedang di toilet tadi " Tari tersenyum lembut, berusaha menjaga raut wajahnya. Ya bagaimanapun rencana mereka harus tetap berjalan kan.
Sely membawa dua kantor berukuran besar di tangannya dan meletakkannya di meja dapurnya.
"Ibu membawakan mu beberapa vitamin, jamu, dan beberapa cemilan untukmu" Sely berbalik menatap tari yang masih tersenyum melihatnya.
"Ibu nggak perlu repot-repot padahal" Tari berkata dengan ekspresi canggung yang dibuatnya.
"Mana mungkin ibu repot, tari kan sekarang juga anak ibu" Sely menghampiri tari lalu memeluknya erat. Tari terpaksa membalas pelukan itu, dengan ekspresi wajah bahagianya.
Sialan! mulutku pegal karena terlalu banyak tersenyum
Sely melepas pelukan mereka dan berjalan menuju sofa di depannya, dan perlahan duduk di sana. Ia melihat sekeliling ruangan rumah yang menurutnya kecil ini. "Tari kau benar-benar nggak mau tinggal di rumah yang ibu siapkan, ibu tidak enak membiarkan mu tinggal di tempat yang kecil ini"
"Hahah ibu, nggak perlu ko, aku sudah terlalu nyaman tinggal di sini, mas Yudha juga nyaman aja ko di sini" ujar tari tersenyum lembut. Tari menghampiri Sely dan ikut duduk di sofa yang cukup untuk satu orang di depan ibu mertuanya.
Sely menghembuskan nafas nya. "Pikirkan lagi tari, sekarang kamu nyaman karena kamu belum hamil, nanti jika kamu sudah hamil akan sulit untuk naik turun apartemen ini-dan juga akan nggak baik untuk cucu ibu juga" Ia masih berusaha membujuk tari.
Tari tersenyum canggung mendengar perkataan itu. "Hamil apanya Bu, usia pernikahan kami juga bahkan belum satu bulan, aku bakal ngomong ke ibu kalo misal aku udah nggak nyaman tinggal di sini lagi Bu"
"Nenek ini, siapa juga yang mau hamil sama putramu" seru tari kesal di dalam hati.
"Iya iya tari, kamu bener-bener keras kepala persis kayak suamimu" Sely akhirnya mengalah, sambil memijit pelipisnya pelan.
"Hahah mungkin karena itu kami berjodoh Bu" Tari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan canggung.
Tak lama setelah Sely dan tari berbincang, suara bunyi apartemen yang terbuka mengalihkan perhatian mereka.
Yudha masuk kedalam dengan senyum simpul di wajahnya, ia terlihat mengenakan kemeja santai dan bawahan jeans berwarna abu-abu.
"Yudha kamu dari rumah Riana ya " ujar Sely dengan wajah kesalnya.
" Iyalah Bu, istriku bukan cuma Tari doang kan, sesekali juga aku harus mampir" jelas Yudha lalu ikut duduk di samping ibunya. Matanya lalu melirik ke arah tari yang tersenyum lembut menatapnya.
"Kamu sudah pulang mas" Tari lalu bangkit dan menghampiri Yudha. Ia mengecup lembut pipi Yudha, lalu kembali ke tempat duduknya.
Yudha hanya bisa terdiam kemudian tersenyum canggung ke arah tari.
"Setidaknya pura-pura lah bahagia, ibumu kan ada di sini" Tari mengeluh dalam hatinya, kesal karena sikap canggung Yudha hanya karena ia yang mencium pipinya.
Sely tersenyum kecil melihat interaksi kedua pasangan di depannya. Lalu ia berdiri dan mengambil satu botol kecil yang ada dalam kantong yang ia bawa.
Sely mengambil dua gelas yang ada di atas meja makan, dan menuangkan air berwarna hitam itu ke dalam masing-masing gelas.
Lalu menghampiri tari dan Yudha yang terus melihatnya, "ini minumlah, ini adalah jamu khusus yang ibu siapkan untuk kalian berdua" Sely memberikan satu gelas nya pada tari dan satunya pada Yudha.
Tari memegang gelas dengan tangan yang sedikit gemetar, gelas berisi air mencurigakan di depannya ini, ia ragu apa akan meminumnya atau tidak.
" Nenek ini tidak akan meracuni ku kan" Pikirnya eror.
"Ayo cepat diminum masing-masing, ini hanya jamu ko" ujar Sely tersenyum lembut, melihat keduanya terlihat ragu meminumnya.
Walaupun ragu tari terpaksa meminumnya, keningnya berkerut saat merasakan jamu itu di tenggorokannya, pahit.
Yudha meletakkan gelas nya di atas meja lebih dulu, dan melihat tari yang masih berjuang menghabiskan jamunya.
Setelah selesai semua jamu itu di minumnya, ekspresi tari tidak bisa berbohong.
"Pait banget Bu, aku boleh minum air nggak " tanya tari dengan nada memohon.
"Boleh dong, minum aja" Sely berdiri dan mengambil tas kecil miliknya yang di letakkan di sofa.
"Kalau gitu, ibu pergi dulu ya ,ibu ada arisan sebentar lagi" Sely berjalan menuju pintu keluar, langkahnya terasa terburu-buru.
" Tunggu Bu" panggil tari,
"Nggak papa, nggak usah mengantar ibu " Sergah Sely lalu membuka pintu dan keluar dari apartemennya. Setelah memastikan ibu mertuanya sudah pergi, Tari tidak bisa menahan kata-katanya lagi.
"Sialan! Pait banget, ibu kamu ngasih apaan sih yud" keluh tari di depan kulkasnya, ia sedang meminum sirup jus orange untuk membantu menghilangkan rasa pait yang tertinggal di mulutnya.
Karena tak terdengar jawaban dari Yudha, ia menoleh kebelakang, melihat Yudha sedang terengah-engah dan menyandar ke sofa.
"Yudha,?" Panggil tari dengan ekspresi wajah bingung.
Yudha tak kunjung meresponnya, lalu ia menghampirinya, melihat dari dekat banyak nya keringat yang bercucuran di kening dan pelipisnya.
"Yudha, kamu kenapa" tanya tari dengan nada khawatir. "Jangan-jangan jamu itu beneran racun lagi" pikir nya takut.
Nafas Yudha terus terengah-engah, ia tidak terkejut karena sebelumnya pernah mengalaminya sekali. Yudha tau jamu apa yang diberikan ibunya, tapi ia hanya memilih diam dan hanya memperhatikan tari meminum nya.
Tari mengambil tisu yang ada di meja makannya dengan langkah cepat, wajah nya terlihat khawatir. ia mengelap air keringat yang membasahi wajah Yudha, "Yudha apa aku harus memanggil ambulans" Tari berkata dengan suara yang gemetar, ia tidak tau harus bagaimana.
"Jangan.....Bagaimana dengan mu, kau baik-baik saja " ujar Yudha dengan lirih, menatap ke arah tari.
"Hah, aku?, apa maksudmu-apa kau seperti ini karena jamu itu" tanya tari dengan suara meninggi. Rahangnya mengeras dan Tari mengepalkan tangannya, ia marah karena melihat Yudha seperti ini.
"Itu adalah obat perangsang" ujar Yudha lirih.
Mata tari membelalak mendengar perkataan Yudha.
"APA! Obat perangsang, apa ibumu sudah gila, lalu bagaimana ini, apa aku harus memanggil Riana kesini"
Tari baru menyadari apa yang harus ia lakukan. ia ingin berbalik pergi sebelum tangan Yudha menahan pergelangan tangannya.
"Aku tidak butuh dia" ujar Yudha dengan lirih.
Tari terlihat bingung dengan jawaban ambigu Yudha, lalu apa yang dia butuhkan.
"Lalu" balas tari dengan ekspresi bingung nya.
Yudha tidak membalas perkataan tari dan malah menarik tari mendekat padanya. Yudha memegang erat pinggang yang terasa kecil di tangannya, lalu ia mendongak melihat wajah Tari yang membeku melihat nya.