NovelToon NovelToon
Ambil Saja Suamiku

Ambil Saja Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Pelakor / Mengubah Takdir / Wanita Karir / Penyesalan Suami
Popularitas:47.8k
Nilai: 5
Nama Author: Lily Dekranasda

Desi 25th, wanita hamil 7 bulan yang menjalani kehidupan sederhana namun penuh kasih bersama suaminya, Bima, kapten pemadam kebakaran.

Suatu hari, nasib mempertemukan Desi dengan tragedi besar. Ketika ia terjebak di dalam reruntuhan sebuah bangunan, ia menelfon suaminya untuk meminta pertolongan.

Namun, harapannya pupus saat Bima lebih memilih menolong cinta pertama dan anak nya 5th.

Hati Desi hancur saat melihat suaminya memprioritaskan orang lain, meskipun ia sendiri berada dalam bahaya.

Di tengah derita fisik dan emosional, tragedi semakin besar. Saat dilarikan ke rumah sakit, Desi mengalami pendarahan hebat. Bayinya meninggal dalam kandungan, dan Desi koma selama tiga hari.

Ketika Desi membuka matanya, ia bukan lagi wanita yang lemah dan penuh luka. Jiwa baru telah memasuki raganya, jiwa seorang perempuan kuat dan pemberani.

Dengan kenangan Desi yang masih melekat, ia bertekad menjalani hidup baru dan meninggalkan suami nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lupa Dengan Prioritas

Siang itu, setelah pengecekan panjang, hari ini adalah hari yang dinanti-nantikan. Hari untuk pulang. Desi meminta dimajukan jam pulang. Bukan sekadar kembali ke rumah, tetapi juga hari untuk memberi peristirahatan terakhir bagi bayi Desi yang telah meninggal. Karena jarak ke arah pemakaman juga lumayan jauh.

Tari datang membawa berkas untuk persetujuan akhir. Desi duduk di tempat tidur, terlihat tenang.

Tari, tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. "Sore, Ibu Desi. Bagaimana perasaan Anda hari ini? Sudah siap untuk pulang?"

Desi mengangguk sambil menarik napas dalam. "Saya merasa jauh lebih baik, mbk Tari. Dan ya, saya sudah siap untuk pulang. Terima kasih untuk semuanya selama di sini."

"Kami senang melihat Anda pulih dengan baik, Bu. Tapi, tentu saja, jika nanti merasa tidak nyaman atau ada keluhan, jangan ragu untuk menghubungi kami." ucap Tari.

Desi menatap mereka dengan tatapan penuh terima kasih. "Saya benar-benar menghargai perhatian kalian semua. Rumah sakit ini telah memperlakukan saya dengan sangat baik. Saya tidak akan melupakan ini."

Tari menaruh berkas di meja kecil di dekat ranjang. "Ini surat-surat yang perlu Anda tandatangani. Termasuk untuk proses pelepasan bayi Anda. Kami sudah berkoordinasi dengan pihak pemakaman, sesuai permintaan Anda."

Desi menatap berkas itu sejenak, lalu mengambil pulpen dan menandatangani dengan hati-hati. "Terima kasih sudah membantu mengurus semuanya, mbk Tari dan seluruh karyawan rumah sakit."

Taru mengangguk penuh pengertian. "Kami mengerti, Bu. Petugas ambulans dan tim dari rumah sakit akan menemani Anda ke lokasi pemakaman. Anda tidak sendirian."

Desi tersenyum tipis. "Sekali lagi, terima kasih."

Setelah proses administrasi selesai, Desi ditemani oleh seorang perawat lain, Lidia, menuju ruangan tempat bayinya disemayamkan sementara. Ruangan itu dingin, sunyi, dan dipenuhi aroma antiseptik.

Lidia berkata dengan lembut, "Kami sudah menyiapkan bayi Anda, Bu Desi. Jika Anda ingin melihatnya untuk terakhir kali sebelum diberi kain kafan, kami bisa menunggu di luar."

Desi menelan ludah, meskipun dia pernah meninggal satu kali namun sangat berbeda jika di tempat itu. "Iya. Saya hanya ingin memotret dia untuk terakhir kalinya. Sebagai pengingat."

"Sebenarnya bukan pengingat, tapi untuk di beri tahu kepada suami Desi yang brengsek ini," ucapnya dalam hati.

Perawat mengangguk, lalu membuka pintu sebuah lemari pendingin kecil. Bayi mungil itu diletakkan di atas nampan kecil, tubuhnya sudah bersih dan tertutup kain putih tipis. Desi mendekat dengan hati-hati, menatap wajah kecil yang damai meski telah tiada.

Desi mengeluarkan ponselnya. Ia memotret bayi laki-laki itu beberapa kali, memastikan setiap sudutnya terlihat. Setelah selesai, ia meletakkan ponsel di saku dan berbisik pelan, "Kau sangat tampan sekali, Bahagia lah kamu bersama Mama mu di surga sana. Aku akan melakukan hadiah terakhir untuk mama mu, yaitu menguburkanmu di tempat yang layak."

Perawat laki-laki mendekat, membawa kain kafan kecil. "Apakah Anda siap, Bu? Kami akan mulai prosesnya."

Desi mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia berdiri di sudut ruangan, menyaksikan para perawat membungkus tubuh kecil itu dengan kain kafan, lalu meletakkannya dengan hati-hati ke dalam peti kecil.

Perjalanan ke pemakaman terasa panjang sekitar 1 jam. Desi duduk di dalam ambulans, di samping peti kecil yang berisi bayinya. Di seberang, seorang perawat laki-laki, Deni, mencoba berbicara untuk mengurangi ketegangan.

Deni bertanya dengan suara lembut, "Bu Desi, apakah ada keluarga lain yang akan bergabung di pemakaman?"

Desi menggeleng. "Tidak perlu keluarga lain yang kesini. Hanya saya saja."

Deni tampak iba, lalu berkata pelan, "Tidak apa, Anda ada di sini untuk bayi Anda. Itu sudah cukup."

Desi menatap peti kecil itu, lalu berkata dengan suara pelan, "Dia tidak butuh banyak orang. Hanya butuh cinta dan doa yang tulus."

Deni terdiam, merasa tidak ada lagi yang perlu ia tambahkan. Hening menyelimuti ambulans hingga mereka tiba di pemakaman.

Beberapa petugas pemakaman sudah menunggu di lokasi. Mereka membawa sekop, bunga, dan segala perlengkapan yang diperlukan. Salah satu petugas menghampiri Desi dengan wajah serius.

"Selamat siang, Ibu. Kami sudah menyiapkan segalanya sesuai permintaan Anda. Apakah Anda ingin melihat prosesi dari awal?"

Desi mengangguk. "Ya, saya ingin menyaksikan semuanya. Ini adalah cara terakhir saya mengucapkan selamat tinggal."

Petugas memimpin Desi ke lokasi liang lahad yang sudah digali. Peti kecil itu diletakkan di atas meja kecil, dikelilingi oleh bunga-bunga putih. Desi berdiri di sampingnya.

Salah satu petugas berkata dengan nada penuh hormat, "Kami akan memulai sekarang, Bu. Jika ada sesuatu yang ingin Anda tambahkan atau lakukan, silakan sampaikan."

Desi menatap peti itu, lalu berkata dengan suara yang hampir berbisik, "Tidak ada. Hanya pastikan dia dimakamkan dengan hati-hati."

Para petugas mulai menurunkan peti ke dalam liang lahad. Desi menutup mata sejenak, merasakan angin lembut yang bertiup di wajahnya. Setelah peti berada di dalam tanah, mereka mulai menutupnya perlahan dengan tanah.

Salah satu petugas memimpin doa singkat. Desi ikut menundukkan kepala, bibirnya bergerak pelan mengikuti doa itu.

Setelah doa selesai, Desi menaburkan bunga di atas makam, lalu berdiri beberapa menit dalam keheningan. Dalam hati, ia berkata pada bayinya, "Istirahatlah dengan tenang bersama mama mu. Sampaikan ucapan terimakasih ku pada mamamu disana. Aku akan membuat raga Mama mu bahagia."

Salah satu petugas menghampiri Desi dengan hati-hati. "Ibu, jika ada yang perlu Anda sampaikan atau butuhkan, kami siap membantu."

Desi menggeleng dengan lembut. "Terima kasih. Saya rasa saya sudah selesai di sini."

Ia berbalik perlahan, melangkah menuju Taxi yang telah disiapkan untuknya.

Sementara itu di Kantor Pemadam Kebakaran, Bima berjalan memasuki kantor dengan langkah tergesa. Setelah tiga hari cuti, ini hari ke 4, ia kembali bekerja. Meski tubuhnya ada di kantor, pikirannya melayang ke tempat lain. Sejak keluar dari rumah Maya tadi pagi, ia merasa tidak tenang. Seperti ada sesuatu yang mengganjal, tetapi ia tidak tahu pasti apa itu.

"Hey, Bim!" suara Dika, teman satu divisinya, menyapa dari kejauhan. "Lama juga cutimu, gimana kabar istrimu? Aku dengar istrimu juga berada ditempat kejadian ketika reruntuhan itu. Dia baik-baik saja, kan?"

Pertanyaan itu membuat langkah Bima terhenti sejenak. Ia menatap Dika dengan wajah kaku, seperti baru diingatkan sesuatu yang sangat penting. Namun, ia mencoba tersenyum, meski senyumnya terlihat canggung.

"Istriku... dia baik-baik saja," jawab Bima dengan suara pelan, sambil memalingkan pandangan. Hatinya bergemuruh. "Oh Desi, istriku... aku bahkan lupa bagaimana kabarmu. Aku tidak menemuimu selama ini, bahkan setelah kejadian itu. Apa yang sudah kulakukan?"

Dika mengangkat alis, merasa heran dengan nada suara Bima yang terdengar aneh. "Oh, baguslah kalau begitu. Jadi kamu cuti kemarin untuk jaga istrimu di rumah sakit, ya?"

Bima terkesiap, tangannya langsung mengepal. Ia tertawa kecil, mencoba menutupi kegelisahannya. "Iya, semacam itu. Kamu tahu, kan, istriku butuh banyak istirahat."

Dika tersenyum sambil menepuk bahu Bima. "Baguslah kalau begitu. Istrimu pasti senang banget punya suami perhatian kayak kamu."

Mendengar itu, Bima hanya mengangguk kecil. Namun, kepalanya mulai penuh dengan pikiran-pikiran yang membingungkan. "Perhatian? Aku bahkan lupa dia ada di rumah sakit. Aku sibuk mengurus Abas dan Maya... Aku ini suami macam apa?"

Setelah percakapan singkat dengan Dika, Bima segera mencari tempat yang lebih tenang. Ia menuju ruang istirahat, mengambil ponselnya, dan mencoba menelepon Desi.

Bima memandang layar ponselnya dengan gelisah. Ia menggulir daftar kontak, lalu menekan nomor Istrinya, Desi. Suara nada sambung terdengar, tetapi tidak ada jawaban. Bima menunggu dengan cemas, menggigit bibir bawahnya.

"Tolong angkat, Desi... Tolong jawab... Aku perlu tahu kamu baik-baik saja..." pikir Bima sambil menahan napas.

Namun, panggilan itu terputus. Tidak ada jawaban. Bima mencoba menelepon lagi, tetapi hasilnya tetap sama. Desi tidak mengangkat teleponnya.

Bima memejamkan mata, merasakan kekhawatiran yang semakin membesar di dadanya. "Kenapa dia tidak mengangkat? Apa dia marah karena aku tidak ada mendampinginya?"

Tangannya gemetar saat meletakkan ponsel di meja. Ia memijat pelipisnya, mencoba menenangkan diri. Namun, pikirannya terus berputar. "Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya? Bagaimana jika dia membutuhkan aku, tetapi aku tidak ada? Aku harus cari dia... Tapi, ke mana? Aku bahkan lupa bertanya pada rekanku, dia dibawa ke rumah sakit mana."

Ia menatap ponselnya lagi, mencoba mengingat siapa yang mungkin bisa memberinya jawaban. Namun, rasa malu tiba-tiba menghantam dirinya. "Apa yang akan mereka pikirkan jika aku bertanya sekarang? Mereka pasti mengira aku tidak peduli. Dan itu benar... Aku tidak ada untuk istriku selama beberapa hari ini."

Bima menunduk, menahan rasa frustrasi yang menggelegak di dadanya. Ia mengingat kembali saat-saat ia menemani Abas dan Maya. "Aku terlalu sibuk mengurus mereka. Abas terus meminta aku tetap di sana. Maya... dia selalu membuatku merasa dibutuhkan. Hingga aku lupa tugasku menjadi seorang suami."

Sebuah pikiran melintas di benaknya. "Apa aku terlalu nyaman dengan Maya? hingga aku lupa bahwa aku ini seorang suami? Apa aku benar-benar telah melupakan tanggung jawabku pada Desi?"

Bima menggenggam erat ponselnya. Ia memutuskan untuk mencoba menelepon Desi sekali lagi. Namun, saat suara nada sambung terdengar, rasa takut kembali menghantamnya. "Bagaimana jika dia tidak mau berbicara denganku?"

Bima duduk di ruang istirahat kantor pemadam kebakaran, mencoba menenangkan dirinya yang sedang kacau. Ponselnya tergeletak di meja, panggilan terakhirnya ke Desi tidak dijawab. Ia berusaha terlihat tenang, meskipun dalam hatinya berkecamuk.

Dika masuk dengan senyuman ramah, lalu duduk di seberang Bima sambil membuka botol air minumnya. "Kamu kelihatan aneh, Bim. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanyanya santai.

Bima menggeleng cepat, mencoba menghapus kegelisahan dari wajahnya. "Enggak kok, cuma capek aja setelah cuti."

Dika menyesap minumannya sebelum menatap Bima dengan mata menyipit. "Capek setelah cuti? Bukannya harusnya kamu lebih segar, apalagi setelah punya waktu untuk nemenin istrimu. Kamu kelihatan gelisah dari tadi. Kalau ada masalah, ceritain aja. Siapa tahu aku bisa bantu."

Bima terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata. "Aku... Aku cuma khawatir sama istriku. Dia nggak angkat teleponku."

Dika mengangguk, tampak paham. "Mungkin dia lagi istirahat, Bim. Wajar kok kalau dia nggak angkat telepon. Dia pasti butuh waktu untuk pulih."

Bima menghela napas panjang. "Iya, mungkin kamu benar. Tapi aku tetap nggak tenang. Aku merasa bersalah."

"Aku bersalah karena tidak bersama nya, dan tak tau kabarnya sekarang." ucap Bima dalam hati.

Bima berkata dengan nada lebih serius. "Oh iya, aku hampir lupa. Kata Aiman, pas proses penyelamatan itu, istrimu banyak mengeluarkan darah. Aku jadi penasaran, dia nggak apa-apa kan? Terus gimana sama kandungannya? Dia baik-baik aja?"

Pertanyaan itu seperti petir yang menyambar kepala Bima. Ia terdiam, seluruh tubuhnya menegang.

1
Diah Susanti
thor bikin mereka terusir dari rumah itu, aku jadi penasaran😁😁😁
Uthie
sukurin aja....inget kalakuan kamu sendiri Bima 😝😡
Uthie
jodoh itu mahhhh 😂👍
Uthie
Hahahaa... sukurin 😝🤣
Aisarah Silma
Luar biasa
anna
💕💕💕
Mutiara Nisak
kulit tubuh mu itu tau ,klo desi itu wanita yg baik dan bersih,makanya penyakit aneh mu tdk beraksi saat kulit tubuh menyentuh kulit desi,mungkin si desi bkln jd jodohmu om tamvan.....wanita yg unik....
Uthie
yg ditunggu sedari pagiiii 🤩🤩
Ari Peny
gk sabar thor
lily
lanjut
Erni Nofiyanti
ko aku bingung y,td Desi di luar
skg d kmr.
msh sama yg banting pintu
Lily of The Valley: beda POV kak. coba Kaka baca dari sudut pandang lain.. Desi diluar masuk kamar dah didalam. nah lalu sudut pandang bima yang di luar bercerita..
total 1 replies
Etty Rohaeti
terima kasih Thor
R@3f@d lov3😘
Desi itu jodohmu om... Gabriel 🤭😂
R@3f@d lov3😘: Amiiiiin
Lily of The Valley: Aminin aja dulu...
total 2 replies
R@3f@d lov3😘
gak sabar lihat bima dan para curut itu...kaget dan malu saat dapat kejutan dari Desi 😂🤣
R@3f@d lov3😘: asiiiiap kak 🤪
Lily of The Valley: di tunggu ya...
total 2 replies
mardhia ika
sippp si desi
lily
lanjut
Dian Sary
lanjut kk tambah seru ni... kok telat up nya...
Lily of The Valley: tadi sibuk guys, ngurus ponsel author yang baru selesai di perbaiki. ini aja baru mulai mengetik dan up langsung 4 kan.. hehe. gas nih.. support nya jangan lupa di vote ya..
total 1 replies
Sribundanya Gifran
lanjut
Etty Rohaeti
keren.
semangat Thor
Lily of The Valley: semangat juga membacanya ya. jangan lupa vote nya 😁
total 1 replies
Ma Em
Bagus Desi atau Gendis balaskan perbuatan mereka yg dulu sering menyuruh nyuruh Desi yg cuma dianggap babu sama bu Denes, jeje dan jojo
Lily of The Valley: siap. ditunggu aja
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!