Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.04
Widuri akhirnya berhasil keluar dari hotel setelah melakukan banyak hal untuk meyakinkan mereka jika ia tidak seperti yang dituduhkan, terlebih tuduhan menjadi seseorang yang dikirim dari pihak pesaing. Wajah jelita dengan iris berwarna coklat mengkilat itu tak hentinya menggerutu kesal atas kejadian yang baru saja dia alami.
Gadis itu tak hentinya memaki-maki tak jelas hingga pintu keluar. Kesulitan yang hadir diluar prediksinya, uang depositnya tidak kembali, perutnya yang kosong, bahkan dirinya yang kini berantakan. Untung saja ia berhasil pergi karena Ferdy tergesa-gesa kehabisan waktu.
"Harusnya mereka memperbaiki managemen karyawan. Masa iya mereka yang katanya atasan tapi tidak kenal sedikitpun karyawannya! Ini nih... ciri-ciri para atasan yang tidak peduli, maunya untung saja tanpa memikirkan orang-orang yang bekerja lebih keras dibawahnya!" cicitnya seraya menatap gedung hotel yang menjulang tinggi. "Bintang satu nih hotel, sangat tidak recomended! Dih. Kenapa juga aku harus peduli!" katanya lagi sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu.
Dia berjalan dengan cepat melewati jalanan yang sama sekali tidak ia kenal. Melangkah dengan cepat takut seseorang membuntutinya dari belakang dengan mata melihat kiri dan kanan hingga akhirnya melihat sebuah restoran. Senyuman dibibirnya kembali merekah, mempercepat langkahnya menuju tempat yang tidak jauh lagi seraya mengusap perutnya yang berteriak minta diisi. Rencananya harus berubah, tapi sebelum itu ia harus makan dan juga ke toilet.
TIN...
TIN...
Wooshh!!
Widuri terperanjat, mundur seketika hingga hampir jatuh tersandung saat sebuah mobil sport berwarna merah tiba-tiba muncul mengagetkannya.
"Woii sialan! Difikir jalanan ini punya nenek moyangmu apa?!" teriaknya keras pada pengemudi yang entahlah siapa.
Mobil itu tiba-tiba berhenti tepat didepan restoran yang menjadi tujuan Widuri, dan yang lebih parah adalah manusia tinggi yang baru saja keluar dari mobil.
Widuri berdecak, ia mengenalnya. Tidak-tidak, bukan mengenalnya tapi ia melihatnya, pernah bertemu dengannya.
"Orang itu lagi!" katanya. "Pantas saja, selain tidak punya belas kasih, dia juga tidak punya etika berkendara!" ucapnya seraya terus menatapnya hingga pria itu masuk ke dalam restoran. Benar-benar tidak peduli atas kehadiran Widuri yang hampir tertabrak dan bahkan sejak dari hotel.
Widuri masih berdiri mematung, menjadi ragu antara masuk atau tidak setelah melihatnya.
"Nona, kalau tidak masuk dan hanya melihat saja dari luar apalagi tidak memiliki uang untuk memesan lebih baik anda pergi. Itu sangat mengganggu pelanggan kami." ucap seorang parkir valet yang menghampirinya, mungkin dia telah memperhatikan Widuri sejak tadi.
Mendengar hal itu, Widuri mengernyit dengan kedua yang memicing. Dia memiliki uang banyak, bahkan pemilik kartu-kartu sakti tanpa batas.
"Aku akan masuk dan membayar bahkan menu dengan harga termahal!" katanya angkuh, tidak ingin harga dirinya direndahkan bahkan diinjak-injak untuk kedua kalinya.
Widuri langsung saja menerobos masuk, matanya memicing menyusuri seluruh ruangan restoran yang tampak sepi. Hanya beberapa orang yang tengah duduk menikmati kopi atau sarapan mereka termasuk pria yang tidak ingin ia lihat.
Widuri menghela nafas, mencoba mengeluarkan sisa-sisa kekesalannya barusan. Berjalan melewati beberapa meja hingga akhirnya ia menemukan tempat duduk yang cocok dan tentu saja sangat jauh dari manusia tinggi itu.
Langsung ia memanggil seorang pelayan dan memesan banyak makanan, tak lupa juga minuman dan tentu saja kopi. Widuri ingin membuktikan dan membalas sakit hatinya karena ucapan petugas valet tadi.
Hingga gadis itu larut dalam kenikmatan segala makanan, mengisi perutnya yang sejak malam kosong. Melupakan sejenak masalahnya, dan tentu saja lupa akan kekecewaan yang baru saja ia terima.
Terlihat pria bernama Marcel duduk dengan secangkir kopi dan juga sepotong pastry, waffle, muffin, dan buah yang belum ia sentuh sedikitpun. Tangannya sibuk pada layar kecil menyala, sesekali dahinya mengkerut dengan mata super tajam miliknya.
"So sibuk banget!" cicit Widuri yang tanpa sengaja melihat ke arahnya. Setelah itu ia kembali bergidik, untuk apa peduli.
Setelah makanan dimeja telah tandas, Widuri bangkit dan menuju toilet. Ia bergegas masuk dan mengunci pintu toilet agar tidak ada orang lain yang masuk.
Ya ... Tidak ada pilihan lain selain itu, Ia akan mandi dan juga berkeramas, mengeringkan rambutnya dan mengganti pakaiannya dengan yang lebih bersih. Dan lagi-lagi itu menjadi sebuah masalah saat beberapa pengunjung wanita lain hendak masuk ke toilet. Membuat pihak restoran menggedor pintu toilet.
Cukup lama Widuri baru keluar dengan wajah segar dan rambutnya yang sudah kering. Membuat orang-orang yang menunggunya sejak tadi didepan pintu menggelengkan kepala heran. Bisa-bisanya ia menggunakan toilet selama itu.
"Maaf, mungkin aku tidak sengaja mengunci pintu sampai baru sadar tadi setelah aku hendak keluar." kata Widuri beralasan dengan senyuman lebar sedikit malu.
Tidak ingin berlama-lama disana dan membuat orang-orang sadar kelakukannya, Widuri segera menyambar tas ranselnya dan menuju kasir untuk membayar tagihannya. Ia mengeluarkan kartu hitam miliknya dan menyerahkannya pada petugas.
"Tolong lebihkan sepuluh persen untuk tipsnya!" ucapnya.
Petugas kasir mengangguk, juga tersenyum mendengar persenan yang diberikannya sebagai tips. Hal yang biasa dilakukan pelanggan-pelanggan high class yang datang ke restoran.
Sedetik kemudian wajah wanita dibalik meja kasir berubah datar seraya menyimpan kartu hitam milik Widuri.
"Maaf. Mungkin anda memiliki kartu yang lain? Kartu ini tidak bisa digunakan."
"Kenapa? Apa kartuku rusak?" jawab Widuri mengernyitkan dahi, "Coba yang ini saja," katanya lagi menyerahkan kartu miliknya yang lain.
Kasir kembali menggeleng seraya menyerahkan kartu kedua. "Ini sama saja, tidak bisa digunakan."
Widuri sudah mulai was-was, jangan jangan kartunya sengaja di blokir. Dan ia jelas tahu siapa yang bisa melakukannya.
Melihat hal itu petugas kasir memberikan kode dengan tatapannya pada petugas lainnya yang berdiri tidak jauh dari sana hingga temannya itu datang menghampiri dan memeriksa.
"Apa sebaiknya anda gunakan dengan uang cash saja? Ini totalnya." tambah petugas kasir itu pada Widuri dengan menunjukan sejumlah angka yang cukup banyak.
Gadis itu meliriknya sebentar lalu berdecak kesal, konsentrasinya hilang, fikirannya jauh menerawang dan dalam hatinya merutuki kembali sang kakek. Handoko Bramajaya. Siapa lagi.
Ia mengambil dompetnya kembali dan mengeluarkan uang cash yang ternyata tersisa sedikit dan tentu saja tidak cukup membayar semua tagihannya. Membuatnya kalang kabut.
"Bisa tunggu sebentar?" katanya.
Melihat Widuri, pelayan justru menyuruh rekannya menutup pintu agar Widuri tidak bisa keluar sebelum melakukan pembayaran. Dan hal itu wajar, mengingat banyaknya modus-modus yang tidak diinginkan dan restoran mengalami kerugian.
"Aku tidak akan kabur. Kalian tenang saja, aku ini orang kaya, aku punya banyak uang dan tentu sa---"
Ahk ... Bukan saatnya menyombongkan diri saat ini, toh ia kehilangan akses kartu-kartu saktinya dan uangnya...uangnya tidak bersisa.
"Kakek sedang marah padaku. Ini kesalah fahaman keluarga!" katanya menjelaskan alasan yang bahkan mereka tidak akan peduli.
"Panggil manager kemari!" kata seorang pelayan pada temannya.
Widuri kehilangan akal, ia harus berfikir dengan cepat kalau tidak ia akan menghadapi masalah lagi, bahkan lebih besar dibandingkan sebelumnya diruangan staff hotel.
"Tunggu ... Aku akan ....!!"
Widuri berlari ke arah meja belakang dimana Marcel duduk, secepat kilat ia menjatuhkan tubuhnya dan menarik tangan Marcel. Persetan dengan harga dirinya saat ini.
"Kau Marcel kan. Iya akan? Tolong aku! Ayo cepat!"
cus lah update k. yg banyak