Update Sebulan Sekali (Opsional)
Local Galactic Group, dimensi yang menjadi ajang panggung pertarungan para dewa dalam siklus pengulangan abadi. Noah, Raja Iblis pertama harus menghadapi rivalitas abadinya, Arata, Dewa Kegilaan akan tetapi ia perlahan menemukan dirinya terjebak dalam kepingan-kepingan ingatan yang hilang bagaikan serpihan kaca. The LN dewa pembangkang yang telah terusir dari hierarki dewa. Mendapatkan kekuatan [Exchange the Dead] setelah mengalahkan dewa Absurd, memperoleh kitab ilahi Geyna sebagai sumber kekuatan utama.'Exchange the Dead' kemampuan untuk menukar eksistensi dan mencabut jiwa sesuka hati, mampu menukar kematian ribuan kali, menjadikannya praktis tak terkalahkan menguasai kitab ilahi Dathlem sebagai sumber kekuatan tambahan menciptakan makhluk-makhluk rendah dengan satu bakat sihir sebagai perpanjangan kekuasaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arata dan Neuxus Adam: Pertarungan Antara Divine dan Bapak Teknologi
Setelah kehancuran Castle yang memilukan, Arata membuka transfer gate menuju dimensi es abadi - tempat Yirgafara Elliot bersemayam. Udara dingin menusuk tulang menyambutnya, menciptakan kabut putih setiap kali ia bernapas. Di hadapannya membentang hamparan es tak berujung, dengan puncak-puncak gunung yang menembus awan kelabu.
Gunung tertinggi menjulang angkuh di tengah badai salju abadi. Di puncaknya yang diselimuti awan, Arata bisa merasakan kehadiran energi divine yang familiar - Yirgafara Elliot, sang penguasa dimensi es.
Arata melangkah maju, setiap pijakannya meninggalkan jejak hitam seolah terbakar di atas salju putih. Agroname berdenyut di tangannya, haus akan darah divine berikutnya. Badai salju mengamuk di sekelilingnya, seolah dimensi ini sendiri menolak kehadirannya.
"Yirgafara!" Teriaknya melawan deru badai. "Tunjukkan dirimu, aku datang untuk menentang dan membunuhmu kini aku tidak membutuhkan mu untuk menjadi sekutu atau apalah itu. Matilah untukku berikan kekuatan mu!"
Udara bergetar. Badai salju seketika berhenti, membeku di tempat seperti lukisan tiga dimensi. Dari puncak gunung, sosok Yirgafara Elliot melayang turun dengan anggun.
"Arata," Yirgafara menyapa dengan suara sedingin es. "Kau datang lebih cepat dari yang kuperkirakan. Castle baru saja hancur, dan kini kau mengincar nyawaku?"
"Kau tahu tentang Castle?"
"Tentu saja. Kehancuran sekaliber itu menciptakan gelombang yang terasa di seluruh multiverse." Yirgafara menatap Arata dengan mata birunya yang dalam. "Enam kandidat Noah... mereka tidak berdaya melawanmu."
Arata menggenggam Agroname lebih erat. "Dan kau akan bernasib sama. Mereka itu sedikit membuat aku kewalahan selanjutnya bagaimana dengan mu?"
"Ah, kesombongan." Yirgafara tersenyum tipis. "Tapi kau salah jika mengira aku seperti yang lain. Aku bukan sekadar penguasa dimensi es biasa."
Udara di sekeliling mereka semakin dingin, mencapai titik di mana molekul-molekul udara mulai membeku.
"Penguasa, Dewa sejati? Bahkan dewa bencana Eganzov yang terkenal kau tidak bisa melawannya. Jangan bercanda ya tolong, astaga!" Balas Arata, ucapan Elliot menggelitik telinganya.
Yirgafara mengangkat tangannya, dan seketika ribuan tombak es muncul di udara, masing-masing berkilau dengan energi divine murni.
"[Langris Frost]," bisik Yirgafara.
Tombak-tombak es melesat ke arah Arata seperti hujan deras. Tapi Arata tidak bergerak. Dengan satu ayunan Agroname, semua tombak es hancur menjadi butiran kristal kehitaman.
"Menarik," Yirgafara mengangguk. "Tapi bagaimana dengan ini? [Absolute Ling]!"
Gelombang dingin absolut menyapu area pertempuran. Segala yang disentuhnya membeku sampai ke tingkat molekuler - bahkan di titik dimana semua atom terlihat berhenti bergerak.
"[Agil Leveth Grines]!"
Pusaran darah yang familiar mulai terbentuk, mencairkan gunungan es di sekelilingnya. Tapi kali ini, Yirgafara tidak terkejut. Dengan gerakan anggun, ia menciptakan prisma es raksasa tapi dengan mudahnya pusara menembus semakin besar dan semakin menyempit.
Arata menyeringai. "Apa yang kau lakukan, seharusnya kau lari Elliot! Tidak ada yang bisa keluar dari pusaran darah Mutlak sekalipun itu gurumu Noah. Benar, di kehidupan sebelumnya aku membunuh 1000 dewa dan sihir ini aku bentuk dari mereka. Noah sekalipun tidak bisa menirunya dia pernah terjebak ekspresinya sama seperti kau Elliot!"
Ia menghunuskan Agroname ke depan, dan pedang itu mulai berubah. Garis-garis hitam di bilahnya menyebar seperti akar pohon, menciptakan pola yang belum pernah dilihat Yirgafara sebelumnya.
"Tidak mungkin..." Yirgafara mundur selangkah. "Kekuatan ini... kau sudah melampaui batas divine! Kurang ngajar! Dewa kegilaan Arata!"
"Benar," Arata melangkah maju. "Dan kau akan menjadi saksi kekuatan baruku ini. [Void Destruidor]!'
Pertarungan pun dimulai - es abadi melawan kehampaan absolut. Dimensi es berguncang hebat saat dua kekuatan tak terbendung ini beradu. Gunung-gunung es mulai runtuh, menciptakan tsunami salju yang mengubur segalanya.
Di tengah kekacauan itu, Elliot bergerak menggeliat mencoba keluar dalam tarian maut pusaran darah Mutlak. Setiap serangan Arata merembes kehancuran yang lebih besar. Setiap pertahanan es ditelan kehampaan. Perlahan tapi pasti, sang penguasa dimensi es mulai terdesak.
"Kenapa?" tanya Yirgafara dirinya sebelum tertelan total. "Kenapa kau begitu terobsesi dengan kehancuran?"
Arata tidak menjawab. Matanya memancarkan tekad membunuh yang mutlak saat ia mengayunkan Agroname untuk serangan terakhir.
Gelombang kehampaan final menyapu dimensi es, menghapus segala eksistensi yang ditebasnya. Yirgafara Elliot, sang penguasa dimensi es yang perkasa, hanya bisa menyaksikan saat tubuhnya mulai terkikis.
"Ah... jadi ini... takdir final kita..." Yirgafara tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum tubuhnya sepenuhnya berubah menjadi cairan, menjadi bagian dari pusaran darah para dewa.
Arata berdiri sendiri di tengah dimensi yang hancur. Agroname masih berdenyut di tangannya, tapi kini denyutannya lebih kuat - seolah pedang itu puas telah melahap jiwa divine yang kuat. Di sekelilingnya, dimensi es mulai runtuh, menjadi bukti lain dari perjalanan kehancurannya yang tak terhentikan.
Dimensi es yang runtuh mulai berguncang hebat, retakan-retakan dimensional membentang di langit seperti jaring laba-laba raksasa. Arata memejamkan mata, merasakan kekuatan baru mengalir dalam pembuluh darahnya - warisan terakhir dari Yirgafara Elliot yang kini telah menyatu dengan Agroname.
"Kekuatan es abadi..." gumamnya, mengangkat tangan kirinya. Kristal-kristal es hitam terbentuk di udara, berbeda dari es murni Yirgafara - es ini dipenuhi kehampaan dan kehancuran.
Tiba-tiba, sebuah getaran familiar menarik perhatiannya. Di kejauhan, di balik retakan dimensional, ia bisa merasakan kehadiran energi divine yang lebih kuat - jauh lebih kuat dari Yirgafara.
"Noah..." Nama itu meluncur dari bibirnya seperti kutukan.
Arata menggenggam Agroname lebih erat, merasakan pedang itu beresonansi dengan kemarahan dan ambisinya. Hampir seluruh divine telah jatuh di tangannya - enam kandidat Noah dan kini muridnya Yirgafara Elliot, ironis sekali. Tapi ini belum cukup. Tidak akan pernah cukup sampai ia mencapai puncak absolut.
"Tunggulah, Noah," bisiknya pada kehampaan. "Setelah aku membunuh semua, kaulah yang akan menjadi santapan terakhir Agroname setalah nya akan aku perbaiki, menguasai semula Holy Dimensi Arzhanzou yang selama ini memberikan aku identitas."
Dengan satu gerakan tajam, Arata menebas udara, membuka portal dimensional baru. Sebelum melangkah masuk, ia melirik ke belakang untuk terakhir kalinya. Dimensi es Yirgafara telah hampir sepenuhnya runtuh, menyisakan kehampaan absolut yang perlahan menggerogoti realitas itu sendiri.
"Dimensi berikutnya... Menemui Neuxus Adam," Arata tersenyum dingin, "Dia benar-benar membangun peradaban yang berbeda. Aku penasaran dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi."
Ia melangkah masuk ke dalam portal, meninggalkan kehancuran total di belakangnya. Udara yang sangat biasa menyambutnya begitu ia tiba di dimensi baru - sebuah dunia yang diselimuti lautan bangunan menjulang langit merah.
Di kejauhan, hamparan gedung-gedung menjulang di tengah kesepian, tempat sang penguasa tidak ditemukan?
Menunggu tanpa menyadari bahwa kematian telah datang menjemputnya dalam wujud seorang dewa kegilaan bernama Arata.
Arata melangkah keluar dari portal dimensional, dan pemandangan yang menyambutnya begitu kontras dengan dimensi es yang baru saja ia hancurkan. Di hadapannya kini membentang lautan gedung pencakar langit yang menjulang menembus awan merah keunguan.
Bangunan-bangunan itu terbuat dari beton dan kaca, berkilau memantulkan cahaya matahari merah yang mengintip di antara awan. Jendela-jendela kaca berjajar rapi di sepanjang dinding gedung, menciptakan pola geometris yang tampak begitu asing bagi mata Arata yang terbiasa dengan arsitektur divine.
"Jadi ini dunia yang kau bangun, Neuxus Adam?" gumam Arata, matanya menyapu pemandangan urban yang membentang hingga horizon. "Begitu berbeda... begitu sepi."
Ya, kesunyian adalah hal pertama yang menarik perhatiannya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan divine yang biasa ia rasakan di dimensi lain. Tidak ada monster-monster buas yang mengintai. Hanya keheningan yang mencekam di antara gedung-gedung menjulang.
Arata melangkah maju, setiap langkahnya bergema di jalanan kosong. Bayangan gedung-gedung menciptakan lorong-lorong gelap yang seolah tak berujung. Angin dingin berhembus di antara bangunan, membawa aroma logam dan beton.
"Ini terlalu sunyi," Arata mengerutkan kening. Instingnya sebagai pemburu divine memberitahunya bahwa ada yang tidak beres. "Di mana kau bersembunyi, Neuxus Adam?"
Seolah menjawab pertanyaannya sendiri, Arata mengangkat tangannya ke udara. "[Zeugrejas]!"
Seketika, udara di sekelilingnya bergetar. Ribuan batu besar terbakar kehitaman muncul mengelilinginya, melayang-layang seperti asteroid yang siap menghancurkan. Cahaya merah dari langit memantul di permukaan batu-batu itu, menciptakan kilauan mengerikan yang kontras dengan warna kehitamannya.
Batu-batu itu berputar perlahan mengelilingi Arata, siap dilesatkan ke segala arah. "Mari kita lihat apa yang tersembunyi di balik fasad modern ini."
Arata mengayunkan tangannya, dan satu per satu batu-batu itu melesat ke berbagai arah, menghantam gedung-gedung dengan dahsyat. Kaca-kaca berhamburan, beton retak dan hancur, menciptakan hujan puing yang memenuhi udara.
Tapi tetap tidak ada respon. Tidak ada teriakan. Tidak ada serangan balasan. Hanya gema kehancuran yang memantul di antara gedung-gedung yang masih berdiri.
"Menarik," Arata tersenyum dingin. "Kau ingin bermain petak umpet, Neuxus Adam? Baiklah. Mari kita lihat berapa lama kau bisa bertahan sebelum dimensimu ini hancur total."
Di tengah kehancuran yang ia ciptakan, Arata melangkah maju dengan Agroname terhunus, siap menghancurkan lebih banyak lagi hingga sang penguasa dimensi menampakkan dirinya.
Setengah kota kini telah berubah menjadi puing-puing. Gedung-gedung pencakar langit yang tadinya menjulang angkuh kini bertekuk lutut di hadapan kekuatan Arata. Pecahan kaca berserakan di jalanan seperti kristal yang patah, memantulkan cahaya merah dari langit yang semakin gelap.
"[Zeugrejas]!" Arata kembali memanggil ribuan batu terbakar kehitaman. Kali ini, ia menggabungkan kekuatan barunya. "[Frost Divine]!"
Batu-batu kehitaman itu seketika diselimuti es gelap, menciptakan proyektil yang lebih mematikan. Saat batu-batu itu menghantam gedung-gedung tersisa, es hitam menyebar dengan cepat, membekukan dan menghancurkan struktur dari dalam.
"Keluar kau, Adam!" Teriakan Arata bergema di antara kehancuran. "Apa kau akan membiarkan dimensimu hancur begitu saja? Dimana harga dirimu sebagai divine?!"
Tapi tetap tidak ada jawaban. Hanya suara runtuhan dan retakan es yang memecah kesunyian. langit dan awan merah keunguan di atas semakin gelap, seolah ikut berkabung menyaksikan kehancuran kota di bawahnya.
Arata berdiri di puncak salah satu gedung yang masih tersisa, puncak gedung. Memandang hamparan kehancuran yang ia ciptakan. Setengah kota telah berubah menjadi lautan puing beku kehitaman, sementara separuh lainnya masih berdiri - menanti giliran mereka untuk hancur.
"Ini mulai membosankan," gumam Arata, Agroname berdenyut gelisah di tangannya. "Kau bukan pengecut seperti ini, Neuxus Adam. Aku tahu kau merasakan kehadiranku."
Tiba-tiba, sesuatu menarik perhatiannya. Di tengah kota yang hancur, sebuah gedung megah berdiri tegak - tidak seperti gedung-gedung lain yang bergaya modern, gedung ini memiliki arsitektur yang berbeda. Pilar-pilar putih menjulang dengan ornamen yang mengingatkannya pada arsitektur obsidian.
Saat Arata memandangi pilar-pilar putih yang menjulang itu, sesuatu melesat dengan kecepatan tak terkira. Suara ledakan memekakkan telinga memecah kesunyian dimensi, diikuti kilauan api dari ujung sebuah benda panjang yang tersembunyi di balik bayangan.
DUAR!
Sebuah proyektil kecil berbahan tembaga menembus udara, menghantam tepat ke arah dada Arata. Ia terkesiap, bukan karena rasa sakit, tapi karena kebingungan. Ini bukan sihir divine, bukan juga serangan energi yang biasa ia hadapi. Ini sesuatu yang benar-benar asing.
"Senjata apa ini?" gumamnya, mengamati lubang di bajunya. Proyektil itu bahkan tak bisa menembus kulitnya yang telah diperkuat oleh kekuatan divine yang ia serap, tapi sensasinya berbeda. Panas, tajam, dan sangat... mekanis.
DUAR! DUAR! DUAR!
Tiga tembakan lagi melesat dari arah yang berbeda. Mesiu dan tembaga berkilau di udara, menciptakan jejak api sebelum menghantam tubuh Arata. Lagi-lagi, serangan itu tak melukainya, tapi kebingungan di wajahnya semakin jelas.
"Neuxus Adam!" Arata berteriak ke arah sumber tembakan. "Inikah senjata barumu? Mainan primitif yang bahkan tak bisa melukaiku?"
Suara tawa rendah menggema dari dalam gedung berpilar putih itu. "Primitif? Mungkin bagimu, Arata. Tapi tahukah kau? Teknologi bisa menjadi senjata yang lebih mematikan dari sihir divine manapun."
Arata mengerutkan kening. Untuk pertama kalinya, ia berhadapan dengan sesuatu yang benar-benar di luar pemahamannya. Bukan energi divine, bukan sihir kuno, tapi sesuatu yang murni diciptakan oleh... kecerdasan.
"Selamat datang di era baru, dewa kegilaan Arata," suara itu kembali bergema. "Ayolah, jangan terlalu marah ini caraku menyapa— Bukan berarti inti jiwa divine milikmu terkikis."
"Senjata yang menarik," Arata menurunkan Agroname sedikit, matanya menyipit mengamati jejak api yang masih tersisa di udara. "Aku sudah menjelajahi ribuan dimensi, membunuh ratusan divine, tapi belum pernah melihat sesuatu seperti ini."
Suara langkah kaki bergema dari dalam gedung berpilar putih itu. "Tentu saja belum. Karena ini bukan ciptaan divine atau sihir - ini murni hasil pemikiran dan eksperimen. Kami menyebutnya senjata api."
"Senjata api..." Arata mengulang kata itu, merasakan keunikannya di lidahnya. "Bukan divine yang menciptakannya?"
"Bukan," jawab suara itu, kini terdengar lebih dekat. "Ini hasil dari ribuan tahun evolusi teknologi. Dari batu yang dilempar, panah yang dilepaskan, hingga peluru yang ditembakkan. Setiap generasi membangun di atas penemuan generasi sebelumnya. Ini namanya Shotgun," Adam menyeringai.
Arata mengambil salah satu selongsong peluru yang tergeletak di dekat kakinya, mengamatinya dengan seksama. "Jadi ini... hasil pemikiran tanpa divine? Tanpa sihir?"
"Tepat sekali. Mesiu yang terbakar menciptakan ledakan yang mendorong proyektil tembaga ini dengan kecepatan luar biasa. Bahkan divine sepertiku lebih memilih menggunakan ini dibanding sihir dalam beberapa situasi."
"Menarik..." Arata memutar-mutar selongsong itu di tangannya. "Bagaimana cara kerjanya? Aku merasakan panas dan tekanan yang berbeda dari serangan energi biasa."
Terdengar langkah kaki mendekat, dan sebuah bayangan muncul di ambang pintu gedung putih itu. "Kau tahu, Arata... untuk seseorang yang dijuluki dewa kegilaan, kau menunjukkan keingintahuan yang mengagumkan."
"Pengetahuan adalah kekuatan, Neuxus Adam. Bahkan dalam kegilaan, aku tidak pernah berhenti belajar." Arata tersenyum tipis. "Jadi, ceritakan padaku lebih banyak tentang... teknologi ini."
apa maksudnya begini,
Mengapa Dia hanya memikirkan hiburan untuk dirinya hingga membuat kita mati mempertahankan sebuah 'nyawa'.
mungkin bagus jika kalimatnya begitu. coba dipertimbangkan.