“Tega kau Mas! Ternyata pengorbanan ku selama ini, kau balas dengan pengkhianatan! Lima tahun penantianku tak berarti apa-apa bagimu!”
Nur Amala meremat potret tunangannya yang sedang mengecup pucuk kepala wanita lain, hatinya hancur bagaikan serpihan kaca.
Sang tunangan tega mendua, padahal hari pernikahan mereka sudah didepan mata.
Dia tak ubahnya seperti 'Habis manis sepah di buang'.
Lima tahun ia setia menemani, dan menanti sang tunangan menyelesaikan studinya sampai menjadi seorang PNS. Begitu berhasil, dia yang dicampakkan.
Bukan hanya itu saja, Nur Amala kembali dihantam kenyataan pahit. Ternyata yang menjadi selingkuhan tunangannya tidak lain ...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Spesial curahan hati Nur Amala.
......................
“Nak … Apa sudah waktunya bagi Nyak, untuk mencarikan mu jodoh …?”
“Atur saja bagaimana baiknya, Nyak. Saya berangkat dulu.” Agam mencium punggung tangan sang ibu, lalu ia menerima hal yang sama dari kedua adik perempuannya.
Kedua pria dewasa itu masuk ke dalam mobil mewah Kijang Kapsul milik Ikram, sang sopir bergegas menyalakan mesin dan mulai melaju.
“Nyak, kedepannya Abang akan baik-baik saja, ‘kan?” tanya si bungsu, ia memeluk lengan ibunya mencari kenyamanan disaat hatinya tengah gundah.
“Insya Allah,” penuh harap Nyak Zainab menjawab.
Jika, para ibu diluar sana akan senang bila anaknya memberikan kepercayaan penuh kepadanya dalam memilih calon jodoh. Lain halnya dengan Nyak Zainab, bukan bahagia malah dirundung nestapa. Hatinya terasa begitu sakit mendapati Agam yang putus asa.
'Ya Rabb, berikanlah yang terbaik untuk anak hamba! Kasihanilah ia, hidupnya selalu penuh perjuangan. Beban yang dipikulnya sungguh berat. Tolong permudah jalannya menuju kebahagiaan, ya Allah.' Nyak Zainab melangit kan bait doa, berharap Tuhan bermurah hati.
Hidup putra sulungnya tidaklah mudah, apalagi selepas kepergian suaminya. Agam lah yang menjadi kepala keluarga sekaligus tulang punggung. Dia rela tak lanjut kuliah, demi menghantarkan kedua adik perempuannya bergelar sarjana.
.
.
'Untuk sementara waktu, ini yang terbaik untuk kita Nur. Tak akan sanggup diri ini bila berpapasan denganmu di saat engkau sudah hampir dimiliki pria lain,’ ia tatap lekat teras rumah Amala yang bercahaya lampu pijar, tak lama kemudian bangunan sederhana itupun terlewati.
Sepanjang perjalanan, Agam memilih memejamkan mata. Dirinya tidak tidur hanya saja sedang menggali memori kebersamaannya bersama Nur Amala.
Berkali-kali patah hati, tak jua menghilangkan rasa cintanya. Jangankan mati, melayu saja tidak.
Bukan paras elok Amala yang membuatnya jatuh hati, tetapi segala hal yang ada padanya ia sukai. Sekalipun dalam keadaan berkubang lumpur, Amala tetap terlihat cantik dimatanya.
\*\*\*
“Ya Rabbi, bila Hendi memang jodoh hamba, tolong yakinlah hati ini agar tak lagi berprasangka buruk tentangnya. Namun, jika sebaliknya … berikanlah hamba petunjuk untuk mengungkapkan hal tak baik itu,” pintanya sungguh-sungguh.
Selesai sholat tahajud di sepertiga malam, Amala bersimpuh, memohon belas kasih Yang Maha Kuasa. Selepasnya ia terdiam dengan mata tertutup, telapak tangannya tetap menengadah.
'Ya Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Hamba titipkan Beliau dalam penjagaan-Mu.Tolong sembuhkan lah hatinya yang tengah terluka, melihat sorot mata kecewanya, hati hamba hancur, ya Rabb.' buliran bening langsung membasahi pipinya.
'Sampai kapan kami harus saling memendam cinta dalam diam, ya Tuhanku? Belum cukupkah usaha yang ia lakukan untuk menggapai ridho-Mu, ya Rabb?' batinnya terus melangit kan doa.
‘Belum cukupkah hamba berlakon seolah-olah tidak peduli, tidak mengetahui, tidak merasakan betapa besar rasa cintanya untuk hamba, betapa gigihnya ia dalam melindungi diri ini. Rasanya tidak adil membiarkan bang Agam berjuang sendirian. Izinkan kali ini hamba ikut serta ya, Rabb.’ Amala terus berusaha merayu Sang Al-Khaliq
Amala merasakan tenggorokannya tercekat, bibirnya bergetar hebat, sekuat tenaga ia menggigit bagian dalam indera perasa nya agar tak meloloskan suara.
‘Ya Allah, topeng yang hamba kenakan selama ini bukan lagi retak, tetapi nyaris hancur. Sungguh diri ini kesulitan menyembunyikan perasaan yang kian hari berakar kuat,’ ia semakin erat memejamkan mata.
Inilah yang dilakukan Amala selama lebih dari 8 tahun. Bukan hanya Agam Siddiq yang jatuh cinta kepadanya, Amala juga memiliki rasa yang sama.
Bila Agam secara gamblang memperlihatkan rasa sukanya kepada orang-orang terdekatnya. Lain halnya dengan Amala yang hanya kepada Tuhan saja ia bercengkrama.
Begitu rapat Amala sembunyikan rasa cintanya, menekan perasaan itu di dalam relung hatinya yang paling dalam, agar tak terlukis pada sorot mata, tak terdengar melalui suara, tak terlihat pada rona pipi, dan tak terdeteksi oleh ekspresi maupun gesture tubuhnya.
Setiap berdoa khusus teruntuk pemilik hatinya, ia hanya menyampaikan dalam hati dengan raut tenang, tetapi batinnya mengekpresikan segala rasa yang ia pendam. semua itu ia lakukan agar Setan tak mendengar, tak mengetahui, kalau hatinya telah berlabuh kepada Agam Siddiq sejak ia menginjak masa remaja.
.
.
“Amala … betul kau mau mengantar rantang ini sendirian ke rumah calon mertua mu?” Mak Syam kembali ingin memastikan.
“Iya ... Amala pergi dulu, Mak.” Ia salim tangan ibunya, lalu menaiki sepeda ontel.
Deg.
“Apa yang saya lakukan ini salah, ya Allah? Sejak dia bertunangan dengan Hendi. Sangat sulit melihat senyumnya, seolah terpaksa menerima hanya demi menyenangkan hati ini.” Mak Syam meremas dadanya, netranya masih memperhatikan Amala yang mengayuh sepeda.
.
.
“Belum genap seminggu kami bertunangan, dia sudah berani menggatal. Dasar laki-laki mata keranjang ... Cih!”
.
.
Bersambung.
bu bidan mati kutu