Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.
Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.
Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Kejutan to Tiger Island
Bastian Trioka Adiguna
Scene : Los Angeles – USA
Bastian, yang saat ini berada di Los Angeles, merasa gelisah saat menelpon Maya. Suara lembutnya terdengar di ujung telepon, “Mah, gimana itu Niko? Dia tidak bolos lagi kan?”
Maya yang sedang nyantai duduk di teras kamarnya di lantai 2, menghentikan aktivitasnya sejenak.
Dia tahu bahwa Bastian sangat memperhatikan pendidikan dan perkembangan anak-anak mereka, terutama Niko.
Dengan nada menenangkan, dia menjawab, “Tenang, Bastian. Niko baik-baik saja. Dia sudah berjanji untuk tidak bolos lagi. Aku sudah berbicara dengannya dan dia tampak mengerti pentingnya pendidikan.”
“Syukurlah,” Bastian menjawab, merasakan sedikit lega. “Aku hanya khawatir. Aku tahu tekanan di sekolah bisa sulit, apalagi dengan semua yang terjadi. Dia butuh dukungan kita.”
Maya mengangguk meski Bastian tidak dapat melihatnya. “Aku akan terus memantau dan mendukungnya. Kita bisa bicara lebih banyak saat kamu kembali. Niko sangat menghargai saat kita ada untuknya.”
Bastian merasa sedikit kesal, dan suaranya mulai terdengar tegas. “Aku tidak habis pikir, Mah. Awalnya dia merengek-rengek ingin sekolah di situ, sekarang malah bolos. Papah nggak bisa apa-apa? Dia tuh anak nakal, kamu sering memanjakannya.”
Maya menghela napas, memahami kekhawatiran suaminya. “Bastian, dia masih anak-anak. Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tentu saja aku ingin mendukungnya, tapi bukan berarti aku memanjakannya. Aku hanya berusaha untuk mengerti dan membantu dia.”
Bastian merasa frustrasi. “Tapi, Mah! Kita tidak bisa membiarkan ini berlanjut. Dia harus belajar tanggung jawab. Jika dia terus seperti ini, bagaimana dia bisa memegang peranan di masa depan?”
“Setiap anak punya fase, Bastian,” Maya menjawab dengan lembut namun tegas. “Niko mungkin mengalami kesulitan menyesuaikan diri. Kita perlu memberi dia kesempatan untuk belajar dari kesalahan, bukan hanya menghukumnya. Kita harus bersatu dalam hal ini.”
Suasana di telepon terasa tegang, namun Maya tahu bahwa dia perlu menenangkan suaminya. “Kita bisa bicara dengan Niko bersama-sama saat kamu kembali. Kita cari solusi yang tepat, bukan hanya untuk menghukum. Yang terpenting adalah dia merasa didukung, bukan tertekan.”
Bastian terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Maya. “Baiklah, mungkin kamu benar. Aku hanya merasa khawatir. Aku ingin yang terbaik untuk dia.”
Maya berusaha meyakinkan Bastian, “Papah, kan tahu Niko dulunya anak yang cerdas dan rajin. Mungkin sekarang dia memasuki fase pubertasnya, membuat dia sedikit berubah.
Ini adalah waktu yang sulit bagi anak-anak, dan mereka sering mencari jati diri.”
Bastian mendengarkan, meski masih merasa skeptis. “Aku mengerti, Mah, tapi itu bukan alasan untuk bolos sekolah. Dia harus belajar disiplin.”
“Mungkin dia tidak tahu bagaimana menghadapinya,” Maya menjawab dengan penuh pengertian.
“Kita perlu membimbingnya, bukan hanya mengkritiknya. Fase ini bisa sangat membingungkan, dan sebagai orang tua, kita harus bersikap sabar. Jika kita terlalu keras, dia bisa merasa tertekan dan menjauh dari kita.”
Bastian menghela napas, sedikit mereda. “Aku hanya ingin dia tahu betapa pentingnya pendidikan. Aku tidak mau dia tersesat.”
“Dan aku pun ingin hal yang sama,” Maya menegaskan. “Tapi mari kita ingat, Niko masih anak-anak. Kita perlu berbicara dengan lembut, membantu dia menemukan kembali semangatnya. Kita bisa bekerja sama untuk mendukungnya melewati masa sulit ini.”
Setelah mendengar pandangan Maya, Bastian mulai merenungkan. “Kau benar, Mah. Mungkin aku perlu lebih mendengarkan dan memahami apa yang dia rasakan. Kita akan bicarakan ini lebih dalam saat aku pulang.”
“Ya, bersama-sama kita akan melewati ini. Kita akan pastikan Niko merasa dicintai dan didukung,” jawab Maya, merasa lega bahwa dia bisa mencapai sedikit pemahaman dengan suaminya.
Scene: Kamar Maya – Lantai 2
Ria, yang duduk di dekat Maya sambil menggambar, mendongak dengan penasaran. “Mamah, lagi bicara sama siapa?” tanyanya dengan mata berbinar.
Maya tersenyum, menundukkan sedikit kepala agar bisa melihat wajah putrinya. “Oh, sayang, Mamah sedang bicara dengan Papah. Dia hanya menanyakan kabar Kak Niko.”
“Papah masih di L.A. ya?” Ria bertanya, masih penasaran. “Kapan dia pulang?”
“Ya, dia masih di sana. Dia akan pulang beberapa Minggu lagi,” jawab Maya, berusaha menjelaskan dengan sederhana. “Kita bisa menghabiskan waktu bersama saat dia kembali.”
Ria mengangguk, tapi tampaknya masih memikirkan sesuatu. “Kak Niko kenapa sih, Mah? Kenapa dia bolos sekolah?”
Maya menatap Ria dengan lembut, berusaha menjelaskan. “Kak Niko sedang mengalami sedikit kesulitan. Dia mungkin merasa bingung, tapi Mamah dan Papah akan membantunya. Kita semua akan bekerja sama untuk memastikan dia baik-baik saja.”
“Kayak main petak umpet ya, Mah? Dia harus keluar dari tempat sembunyinya?” Ria berkata sambil tersenyum, mencoba mencerahkan suasana.
Maya tertawa kecil, senang dengan cara putrinya berpikir. “Iya, bisa dibilang begitu. Kita harus membantunya keluar dari ‘sembunyiannya’ dan menemukan kembali semangatnya.”
Ria mengangguk penuh pengertian, merasa senang bisa ikut terlibat dalam percakapan tersebut. “Mamah, nanti kita buat kejutan buat Kak Niko ya? Biar dia senang!”
“Bagus sekali, Ria! Itu ide yang hebat,” jawab Maya, merasa bangga dengan pemikiran kreatif putrinya.
“Bagaimana kalau kita ajak Kak Niko ke Tiger Island?” Ria tiba-tiba mengusulkan, wajahnya berbinar. “Itu pasti bisa membuatnya senang!”
Maya terkejut, lalu mengangguk setuju. “Wah, itu ide yang menarik! Suasana baru bisa membantu Kak Niko merasa lebih baik. Kita bisa bermain di pantai dan membawa makanan favoritnya.”
“Dan kita bisa membangun bangunan pasir!” Ria menambahkan dengan antusias.
“Kalau gitu, kamu yang kasih tahu Kak Niko dan Kak Yona, ya? Mamah pura-pura tidak tahu,” kata Maya sambil tersenyum nakal.
Ria melompat kegirangan. “Iya! Nanti mereka pasti kaget banget! Ini akan jadi kejutan yang luar biasa!”
Maya melihat semangat Ria dan merasa bangga. “Mari kita mulai merencanakan semua ini. Ini akan jadi kejutan terbaik!”
Dengan penuh semangat, mereka berdua mulai merencanakan kejutan untuk Kak Niko, harapan dan cinta mereka menghangatkan suasana di rumah.
Maya merasa sangat gemas melihat Ria yang begitu ceria dan penuh ide. “Hmmm, anak Mamah yang satu ini memang sangat pintar!” ujarnya sambil tersenyum lebar.
Dengan penuh kasih, Maya memeluk Ria erat-erat, lalu mencium keningnya. “Mamah bangga sekali sama kamu, Ria. Kreativitas dan kepedulianmu itu luar biasa.”
Ria tertawa kecil, wajahnya merah padam. “Mamah, jangan buat aku malu!” dia berkata sambil berusaha menjauh sedikit, tetapi senyumnya tak bisa disembunyikan.
“Tapi Mamah tidak bisa menahan diri! Kamu memang istimewa,” kata Maya, merasakan kebahagiaan yang tulus. Mereka berdua saling berpandang, dan suasana hangat itu membuat rencana kejutan untuk Kak Niko semakin bersemangat.
...****************...
Maya mendampingi Ria baru saja turun dari lift dan mengingatkannya dengan lembut, “Ria, ingat ya, jangan naik ke lantai 2 kalau kamu sendirian. Kamu Masih kecil!!! Mamah khawatir kamu terjadi apa-apa di lift.”
Ria mengangguk, sedikit menunduk. “Iya, Mamah. Ria nggak akan ke sana sendiri.”
Maya mengusap kepala Ria dengan penuh kasih. “Bagus! Mamah hanya ingin kamu tetap aman. Kalau mau ke lantai 2, pastikan selalu ada orang dewasa yang menemani, ya.”
“Baik, Mamah! Ria akan ingat,” jawab Ria, merasa tenang dengan perhatian ibunya.
“Sekarang, mari kita fokus pada kejutan untuk Kak Niko. Kita harus mempersiapkannya dengan baik!” kata Maya, bersemangat. Ria pun segera melupakan kekhawatirannya dan ikut membantu ibunya merencanakan kejutan tersebut.
Mbok Atun, baby sister Ria, tampak panik saat melihat Ria tidak ada di ruang menggambar. “Aduh, ke mana ini Ria? Tadi dia ada lagi menggambar,” gumamnya sambil berkeliling mencari.
Ketika pintu lift terbuka, Mbok Atun terkejut melihat Ria muncul bersama Maya. “Non Ria! Syukurlah kamu ada di sini!” serunya, lega.
“Mamah baru saja mengingatkan Ria untuk tidak ke lantai 2 sendirian,” kata Maya dengan senyum. “Kami sedang merencanakan kejutan untuk Kak Niko.”
Mbok Atun menghela napas, tampak lebih tenang. “Iya, Non Ria, jangan ke mana-mana tanpa Mbok Atun atau Mamah, ya. Mbok Atun khawatir.”
Ria mengangguk, memahami kekhawatiran Mbok Atun. “Maaf, Mbok! Ria janji nggak akan pergi sendiri lagi.”
Maya melihat Mbok Atun yang tampak sangat emosional dan matanya berkaca-kaca. “Mbok Atun sampai nangis, tuh,” katanya sambil tersenyum lembut.
“Maaf, Mbok! Ria tidak mau bikin Mbok Atun khawatir,” Ria segera Menghampiri Mbok Atun, memeluknya dengan erat.
Mbok Atun mengusap air mata di pipinya. “Mbok Atun cuma khawatir sama kamu, Non Ria. Kamu adalah anak yang sangat berharga.”
Maya merasa hangat melihat momen itu. “Kita semua saling peduli, kan? Jadi, mari kita teruskan rencana kejutan ini agar Kak Niko merasa bahagia.”
Ria mengangguk penuh semangat. “Iya, kita semua bisa bekerja sama!”
Mbok Atun tersenyum sambil menghapus air matanya. “Baiklah, ayo kita buat kejutan terbaik untuk Den Niko!” Dengan semangat baru, mereka bertiga mulai merencanakan segala sesuatu untuk kejutan tersebut.