"Karena kamu yang menggagalkan acara pernikahan ini, maka kamu harus bertanggung jawab!" ucap pria sepuh didepannya.
"Bertanggung jawab!"
"Kamu harus menggantikan mempelai wanitanya!"
"APA?"
****
Bagaimana jadinya kalau seorang siswi yang terkenal akan kenalan dan kebar-barannya menjadi istri seorang guru agama di sekolah?!?
Yah dia adalah Liora Putri Mega. Siswi SMA Taruna Bangsa, yang terkenal dengan sikap bar-barnya, dan suka tawuran. Anaknya sih cantik & manis, sayangnya karena selalu dimanja dan disayang-sayang kedua orang tuanya, membuat Liora menjadi gadis yang super aktif. Bahkan kegiatan membolos pun sangatlah aktif.
Kalau ditanya alasan kenapa dia sering bolos. Jawabnya cuma satu. Dia bolos karena kesetiakawanannya pada teman-teman yang juga pada bolos. Guru BK pusing. Orang tua juga ikut pusing.
Ditambah sikapnya yang seenak jidatnya, menggagalkan pernikahan orang lain. Membuat dia harus bertanggung jawab menggantikan posisi mempelai wanita.
Gimana ceritanya?!!?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : Baju Mirip Gelandangan
"Jadi cucunya pak Yai mau nikah, Mas? Emmm, yang namanya siapa itu?" Mirna nampak mengingat-ingat.
"Mas juga lupa namanya siapa. Tapi katanya dia itu anak sulung Hidayat. Mama masih ingat dengan Hidayat dan Nurma kan?"
"Ah, iya. Mas Hidayat dan Mbak Nurma. Jadi.... Mereka mau mantu?"
"Iya." Arian menganggukkan kepalanya, "Nanti kita datang ya!"
"Iya, Mas."
-
-
"Opa, Oma. Ini ada undangan!" ucap bocah berusia 5 tahun, berlari kecil menuju opa dan Omanya.
"Ah, mungkin itu undangannya sudah datang. Kemarin Pak Yai bilang mau dikirim ke rumah kita!" ujar Arian pada istrinya.
"Opa ini...!"
"Terimakasih ya, Nak. Gio memang anak pinter!" dipuji oleh opanya, Gio langsung nyengir, menampilkan deretan giginya yang putih dan kecil-kecil.
"Gio main lagi ya, Opa, Oma!" pamit anak itu.
"Jangan jauh-jauh ya, Nak, mainnya!"
Seperti biasa, kalau papa dan mamanya kerja, Gio dititipkan di rumah opa dan omanya. Bocah itu sangat mandiri, ditinggal sama sekali nggak rewel ataupun nangis.
"Iya, Oma. Gio mau nungguin Tante Lion!"
Lion adalah panggilan kesayangan bocah 5 tahun itu pada Liora. Liora sudah berkali-kali mengingatkan keponakannya agar memanggil namanya yang benar, bocah itu malah bilang kalau lion panggilan kesayangannya. Persis sama dengan dirinya yang memiliki nama kesayangan pada papa bocah itu. Kalau bukan keponakan kesayangan, sudah ia tendang ke laut.
Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Liora datang dengan tangan penuh barang belanjaan. Padahal yang ia beli hanya kulot. Tapi kulotnya lebih dari satu warna, makanya banyak. Mumpung diskon, pikir Liora.
"Tante beli apa?" tanya bocah kecil itu.
"Tante beli celana."
"Celana apa?" tanyanya lagi.
"Celana kulot," jawab Liora capek, lalu ia menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Kulot itu apa?"
"Emmm, celana lebar. Ya, celana lebar!" sahut Liora ngos-ngosan.
Ya pemirsa. Liora baru pulang, jadi capeknya masih menggelayut manja.
"Celana yang kayak om badut?" tanya bocah itu lagi.
Liora tercenung, lalu ia menganggukkan kepala. Mengiyakan ucapan bocah 5 tahun itu. Daripada banyak nanya, iya kan?
"Kenapa nggak beli baju kayak mami? Baju mami bagus. Ada renda-rendanya. Ditengahnya bolong. Talinya dikanan kiri!" Cicit bocah itu.
"Heh, baju ada renda-rendanya?" otak Liora mulai bekerja keras untuk berpikir.
"Baju apa?" tanya Liora penasaran.
"Baju mami. Tapi mami pakainya cuma pas malem aja. Nggak berani keluar rumah. Mungkin mami malu, bajunya mirip gelandangan." Beo bocah itu.
"Apa? Kok mirip gelandangan?" Liora semakin bingung.
"Abisnya sana sini bolong. Tapi kalau dipakai mami jadi bagus dan cantik!"
"Oh....!" sahut Liora manggut-manggut. Tentu saja Liora nggak ngeh.
"Tante mau lihat? Aku bawa satu....!" ujar si bocah, berlari masuk ke dalam, entah mengambil apa.
Tiba-tiba dia datang, tapi ditangannya membawa sesuatu.
"Apa itu?"
"Baju yang mami pakai kalau malam. Baju yang mirip gelandangan!" ujarnya terkikik sendiri.
Liora mengambil baju itu, lalu tangannya refleks membuang baju tipis, tembus pandang tersebut ke lantai. Dan memang benar apa yang dikatakan Gio, baju itu nampak bolong di bagian sana sini, maksudnya bagian tersensitif, mungkin biar terlihat seksih dan hot. Liora tentu saja paham itu baju apa.
"Astaga! Baju dinas....!" gumam Liora.
"Ih, Gio. Ini bukan baju untuk gelandangan. Ini baju khusus papi mami. Kamu kok bisa nyimpen baju kayak gini sih? Kamu dapat dari mana? Punya mami ya?"
"Iya, Tan!" ujarnya cekikikan.
"Papaaaaaa. Mamaaaaaa! Ini loh cucu kesayangan kalian.....!"
Malam harinya, sebelum Bang Sat dan Mbak Laura pulang ke rumahnya yang ada rawa Menteng. Mereka dapat kultum alias kuliah tujuh menit dari si mama pasal baju dinas yang kebawa oleh Gio di tasnya. Mereka pun tidak tahu kenapa tuh baju tiba-tiba sudah ada di tas sang anak. Pasalnya tuh baju tadi malem baru dipakai yiha-yiha sama pasangan halal tersebut.
Liora bisa liat dengan jelas, wajah mereka yang memerah karena malu. Malu bukan soal baju dinas tersebut. Tapi malu karena dibaju tersebut ada tanda cinta mereka yang sudah mengering mirip umbel yang kering dibaju.
Mama dan papa jelas tahu dan paham soal itu. Mereka kan sudah berpengalaman. Kecuali Liora, yang masih ngang-ngong mirip anak monyet kehilangan induknya.
"Lain kali kalian itu harus hati-hati! Kalau bisa, kalian harus bermain rapi dan bersih. Kejadian kayak gini jangan sampai terulang lagi. Nggak malu sama Liora apa?" ucap Arian pada putranya.
"Hehehe. Maaf, Pah. Namanya aja nggak sadar. Saking enaknya, Pah. Sampai lupa!" kekeh Satya. Laura langsung mencubit perut suaminya. Bisa-bisanya sang suami mengatakan itu. Benar-benar tidak tahu malu.
"Satya juga nggak tahu kenapa tuh baju bisa terbang ke tas Gio....!" sambungnya lagi.
"Idih. Bener-bener nggak punya malu nih Abang. Disaring dulu napa sih, Bang, ngomongnya?" seru Liora.
"Hush. Hush. Anak kecil dilarang ikut campur!"
"Gue punya kuping, Abang! Gue juga tau, itu baju apaan?" sindir Liora.
Mereka pun saling pandang. Ternyata Liora tidak sepolos itu, Pemirsa! Dia tahu baju begituan buat apa.
******
Keesokan harinya, disekolah.
Liora dipanggil guru BK. Buat apa?
Tentu saja buat disidang, karena kemarin dia bolos lagi tanpa ada kejelasan sama sekali. Dan denger dari salah satu siswa, kalau Liora dan teman-temannya terlibat aksi tawuran dengan anak SMA lain.
Ternyata, di ruangan BK, bukan dirinya saja yang dipanggil. Si Tito juga sudah ada di sana. Tentu saja dengan teman-teman lain yang terlibat dalam tawuran kemarin.
"Pokoknya saya mau besok orang tua kalian datang ke sekolah. Saya mau bicara dengan orang tua kalian!" ujar Bu Haslinda. Guru BK yang garang.
"Please. Jangan dong, Bu. Ini nggak ada sangkut pautnya dengan orang tua. Kalau ibu mau hukum, hukum kami saja!" ucap si Tito.
"Iya, Bu. Kalau mau hukum, hukum Tito dan teman-temannya saja. Saya jangan!" timpal Liora.
"Kamu lagi.... cewek sendiri. Heran ibu sama kamu. Nggak ada takut dan kapok-kapoknya. Padahal catatan kelakuan buruk kamu, sudah banyak loh!" tegas Bu Haslinda, menatap tajam.
"Ih, Ibu. Ini semua gara-gara Tito tuh, Bu. Dia yang ngajak saya, Bu. Suer!"
"Idih, Lo juga mau kan, Li! Siapa suruh Lo mau?"
"Kan kita setia kawan, Tito. Satu untuk semua, semua untuk satu. Tapi kalau gue kenapa-napa, hukuman, Lo yang nanggung!"
"Ish, enak aja. Enak di elu, nggak enak di gue!"
"Bomat. Bodo amat!"
"Sudah. Sudah. Pokoknya besok orang tua kalian harus datang ke sekolah!" tegas Bu Haslinda tetep kekeh.
"Tapi, Bu....!"
"Tito ini semua gara-gara Lo...!" kesal Liora setelah mereka keluar dari ruangan BK.
"Loh kok salah gue....?"
"Harusnya saat itu Lo nggak manggil gue. Gue jadi terperdaya oleh rayuan Lo!"
"Idih....!"
"Pokoknya gue nggak mau sampai mama dan papa gue tahu. Gue bisa abis, Titooooo!"
Bersambung.....
Komen ya....
Xixixixi.....