Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Suasana di dalam theater perlahan hening, pencahayaan mulai redup dan kini menjadi gelap ketika film mulai di putar. Film dengan genre romantis itu banyak di minati oleh pasangan muda-mudi yang masih menjalin hubungan asmara. Namun tidak dengan Bryan dan Annelise, entah hubungan seperti apa yang sedang mereka jalani, tidak jelas sama sekali. Keduanya ada di antara bangku penonton, duduk bersebelahan dengan memilih seat tengah-tengah.
Annelise sesekali melirik Bryan selama film di putar. Begitupun dengan Bryan. Keduanya diam-diam saling melirik tanpa di sadari satu sama lain. Ketika Annelise sedang fokus menatap layar film, Bryan menoleh dan memperhatikan Annelise. Begitu juga sebaliknya.
Namun ketika saling melirik, pikiran keduanya jelas tak sama. Bryan fokus memikirkan cara untuk membuktikan bahwa dia adalah pria normal yang tertarik pada wanita. Sementara itu, Annelise malah bingung karna hanya di ajak makan malam dan nonton tanpa ada kontak fisik berlebihan. Paling cuma di gandeng Bryan saja.
Sepanjang film di putar, keduanya diam membisu dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya ada satu adegan yang membuat Bryan dan Annelise menundukkan kepala. Mereka tidak berani melihat terang-terangan adegan ciuman yang cukup panas itu.
"Aku nggak mau ya ada adegan seperti itu selama kontrak." Lirih Annelise pada Bryan. Tapi tidak berani menatap wajah bosnya, wajahnya masih tertunduk, apalagi adegan panas di layar film semakin intim. Sudah mulai buka-buka kancing dan pindah ke ranjang. Annelise sempat merutuki dirinya sendiri karna melirik sekilas, jadi adegannya terekam di kepalanya.
"Aku nggak janji." Bryan menjawab dengan entengnya. Kalau jawabannya seperti itu, artinya ada kemungkinan Bryan akan melakukan adegan yang Annelise maksud.
Mata Annelise membulat sempurna, dia memberanikan diri menatap Bryan. "Pak Bryan jangan seenaknya, aku bukan wanita gampangan yang bisa diperlakukan seperti itu. Pokoknya jangan sampai ada adegan ciuman dan ranjang.!" Annelise mencebik kesal. Dia tidak mau rugi. Kehormatannya di atas segalanya. Apalagi sampai detik ini Annelise belum di sentuh oleh pria manapun.
"Kita liat saja nanti. Kamu nggak usah cerewet.!" Tegur Bryan ketus. Annelise mendengus sebal, alih-alih membalas perkataan Bryan, Annelise lebih memilih menghabiskan popcorn dan minuman miliknya. Bicara dengan Bryan hanya buang-buang energi. Lebih baik Annelise mengumpulkan tenaga untuk melawan Bryan kalau tiba-tiba Bryan ingin berbuat mesum padanya.
...******...
Keduanya keluar dari Mall pukul 10 malam. Kondisi Mall sudah lumayan sepi. Mereka berdua jalan beriringan menuju basemen, kemudian segera masuk ke dalam mobil.
"Malam ini menginap di apartemen ku." Ucap Bryan sambil memasang seatbelt.
Mata Annelise melotot, seperti hampir keluar dari tempatnya. Annelise semakin yakin kalau Bryan memang tidak waras, semua yang dilakukan Bryan ada gila-gilanya. Dia dan Bryan tidak punya hubungan apa-apa, bahkan belum menikah, bagaimana bisa Bryan mengajaknya menginap bersama di apartemen. Kalau bukan gila, lalu apa namanya.?
"Pak Bryan, jangan mentang-mentang Bapak berkuasa dan banyak uang, lalu memaksa ku seenaknya.! Aku nggak mau tidur di apartemen Bapak, antar saya pulang.!" Seru Annelise dengan nada tinggi. Amarahnya pada Bryan sudah di ubun-ubun. Dia sudah berusaha menuruti permintaan Bryan dengan makan malam bersama dan menonton, sekarang malah mengajak bermalam bersama.
"Kapan aku maksa kamu.? Kamu tanda tangan surat perjanjian itu dalam keadaan sadar. Ingat-ingat lagi point ke 5, kamu harus menuruti semua perintah ku, kecuali adegan ranjang. Sekarang aku cuma memintamu menginap di apartemen, bukan memintamu melayani ku.!" Sahutnya acuh.
Tanpa peduli dengan ocehan Annelise, Bryan segera melajukan mobilnya menuju apartemen mewah miliknya yang hanya sesekali di tempati. Terkadang hanya 3 kali dalam sebulan. Bryan lebih suka tinggal di rumah karna semuanya serba dilayani.
"Pak Bryan serius.? Apa kita nggak kelewatan.?, bagaimana kalau ada yang lihat dan salah paham karna aku masuk ke apartemen ini.!" Annelise terus mengomel sepanjang jalan menuju unit apartemen Bryan di lantai 15. Dia hanya bisa mengomel, tanpa bisa melarikan diri karna Bryan mencekal kuat pergelangan tangannya.
"Annelise, kamu terlalu berisik.!" Bryan mendorong tubuh Annelise hingga terbentur ke sudut lift. Posisi Bryan seperti mengungkung tubuh Annelise dan menyatukan kedua tangan Annelise untuk di tahan di atas kepala Annelise. Kini Annelise tidak bisa berkutik. Badannya kalah besar dari Bryan.
"Pak Bryan jangan coba-coba mencium ku.!" Tegur Annelise memperingati.
"Ciuman nggak akan meninggalkan bekas, apa yang kamu takutkan. Mau coba di lift, atau di apartemen ku.?" Bisik Bryan. Bibirnya hampir menempel di telinga Annelise, membuat tubuh Annelise merinding.
Annelise memalingkan wajah untuk menghindari Bryan yang semakin mendekatkan wajahnya. Saat Bryan hampir mencium Annelise, lift tiba-tiba berhenti di lantai 13. Bryan buru-buru melepaskan tangannya dan bergulir ke samping Annelise. Keduanya reflek merapikan baju dan rambut, padahal belum sempat berbuat mesum.
sampai akhirnya pintu lift terbuka, sepasang pria dan wanita paruh baya masuk ke dalam lift. Keduanya sempat menatap curiga karna melihat Annelise dan Bryan dengan wajah gugup sembari merapikan baju.
Sampainya di lantai 15, Annelise buru-buru keluar. Bryan menyusul di belakang dengan langkah tegap dan aura mahalnya yang tidak ketinggalan.
"Rasanya aku ikut tidak waras karna bekerja dengan Bos gila.!" Gerutu Annelise. Baru kali ini dia tidak sopan dengan atasannya. Sebab hanya Bryan satu-satunya Bos yang sangat menyebalkan dimata Annelise.
"Bilang apa kamu.?!' Bryan menarik tangan Annelise untuk menahannya.
"Pak, aku nggak keberatan nemenin Bapak konseling ke psikolog sampai sembuh. Mungkin ada yang salah di otak Pak Bryan dan harus segera di atasi sebelum terlambat." Cerocos Annelise antusias.
Tukk.!!
Bryan mengetuk kening Annelise dnegan jari-jarinya yang besar itu.
"Aww..!! Pak Bryan.!" Annelise kesakitan dan mengusap-usap keningnya yang terasa nyeri.
"Itu akibatnya kalau bicara sembarangan.!" Ketus Bryan.
Pria itu berjalan mendahului Annelise dan berhenti di salah satu unit. Sambil membuka pintu apartemen menggunakan akses card, Bryan diam-diam mengulum senyum miring karna berhasil membawa Annelise menginap di apartemennya. Walaupun Annelise sempat melawan, tapi ujung-ujungnya menurut.
Masuk kedalam apartemen, Annelise di buat tertegun. Apartemen itu sangat luas dan di lengkapi dengan furnitur serba mahal. Padahal dia tau kalau kekayaan Shaka sangat banyak dan setengahnya di turunkan pada Bryan, tapi melihat isi apartemen Bryan, Annelise tetap saja tertegun. Apartemen itu sama mewahnya dengan rumah orang tua Bryan.
"Mau mulai sekarang atau minum dulu.?" Suara Bryan membuyarkan lamunan. Annelise kaget sekaligus bingung dengan pertanyaan ambigu bosnya.
"Apanya yang mau di mulai.?" Annelise balik bertanya.
"Kamu jangan pura-pura bodoh dan polos, Annelise.!" Bryan mendengus sewot.
"Yang kamu tandatangani adalah kontrak untuk melakukan kontak fisik denganku.! Kenapa kamu masih bertanya seperti itu.!"
Bryan kemudian menjatuhkan diri di sofa ruang tamu, pria itu memanggil Annelise untuk mendekat dengan isyarat mata yang membuat Annelise merinding. Entah apa yang akan di lakukan Bryan padanya.
wajar klo sll salah paham...