Demi menghindari kejaran para musuhnya, Azkara nekat bersembunyi di sebuah rumah salah-satu warga. Tanpa terduga hal itu justru membuatnya berakhir sebagai pengantin setelah dituduh berzina dengan seorang wanita yang bahkan tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Shanum Qoruta Ayun, gadis malang itu seketika dianggap hina lantaran seorang pemuda asing masuk ke dalam kamarnya dalam keadaan bersimbah darah. Tidak peduli sekuat apapun Shanum membela diri, orang-orang di sana tidak ada satu pun yang mempercayainya.
Mungkinkah pernikahan itu berakhir Samawa sebagaimana doa Shanum yang melangit sejak lama? Atau justru menjadi malapetaka sebagaimana keyakinan Azkara yang sudah terlalu sering patah dan lelah dengan takdirnya?
•••••
"Pergilah, jangan buang-buang waktumu untuk laki-laki pendosa sepertiku, Shanum." - Azka Wilantara
___--
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23 - Tidur Jam Berapa
Terbiasa bangun lebih awal untuk menyiapkan makan sahur di rumahnya, begitu di rumah mertua kebiasaan itu justru terbawa. Sebelum beranjak, dia butuh waktu beberapa saat untuk mengumpulkan nyawa. Sudah pasti ketika terbangun yang pertama kali dia lihat adalah sang suami.
Kurang lebih sama seperti malam sebelumnya, ketika tidur ketampanan Azkara memang berlipat ganda. Tak hanya itu, jika tengah diam begitu sama sekali tidak ada tampang kriminal, wajahnya amat meneduhkan di mata Shanum.
Setelah dirasa cukup kuat untuk beranjak, barulah Shanum melanjutkan niatnya. Tak lupa menggeliat sebentar sebelum cuci muka agar dirasa lebih segar. Sekalian dia akan melakukan shalat malam sebelum nanti turun ke dapur andai diperlukan.
Jujur, sebenarnya Shanum belum mengerti. Menginjak dapur rumah ini saja belum karena memang apa-apa langsung ke rumah Opa Mikhail. Akan tetapi, hal itu tidak dapat Shanum jadikan alasan untuk berdiam diri di kamar.
Tanpa membangunkan Azkara lebih dulu, dia bergerak sendiri karena tahu sang suami juga lelahnya luar biasa. Mengingat sewaktu di Yogya Azka kurang tidur, setelah bangun juga banyak yang dikerjakan dan hari kedua mereka melakukan perjalanan jauh dan cukup menguras tenaga.
Atas alasan tak tega, Shanum shalat malam sendirian sementara Azkara masih mendengkur pelan. Beberapa kali tangannya meraba sisi kiri dan merasakan ada yang hilang di sana.
Perlahan Azkara membuka matanya, dia menoleh ke sisi lainnya tatkala sadar tidak ada lagi Shanum di sebelahnya. "Ah tahajud ceritanya."
Azkara mengulas senyum, alih-alih bergegas untuk ikut turun dan melakukan hal baik yang Shanum lakukan, Azkara lebih memilih memandangi sang istri di sana.
Lama sekali dia pandangi, hingga Shanum selesai dan mengucap salam Azkara masih terus melihatnya. Definisi tidak ada kerjaan lain selain melihat, karena niat untuk ikut melaksanakan sama sekali tidak ada.
"Mas?" Shanum menoleh, beranjak berdiri dan menghampiri sang suami masih dengan penampilannya yang begitu.
"Kenapa tidak doa?"
"Sudah tadi, tapi singkat saja," jawab Shanum yang kemudian Azka angguki.
"Pasti karena doanya sudah diijabah, jadi cuma bilang makasih 'kan ya?" terka Azkara dengan maksud terselubung di sana.
Ucapan Shanum yang mengatakan bahwa dirinya adalah jawaban dari doa terus melekat dan membuat Azkara besar kepala. Merasa jika hal tersebut benar adanya dan menganggap dirinya seberharga itu.
"Ehm mungkin, anggap saja begitu," sahut Shanum seakan membenarkan ucapan Azka hingga pria itu kian terlena.
Tidak ada lagi jawaban dari sang suami, pria itu menguap lebar dan dari gelagatnya akan lanjut tidur lagi. "Mas," panggil Shanum sembari menatapnya penuh makna.
"Kenapa?"
"Kamu tidak mau shalat juga? Mumpung bulan puasa, pahalanya berlipat ganda," ajak Shanum tak lupa dengan pemanis di kalimatnya.
"Ehm." Azkara tampak berpikir, beberapa kali menatap Shanum kemudian menggeleng pelan. "Lain kali saja," jawab pria itu sekenanya.
Mendengar jawaban Azka, Shanum tidak bereaksi berlebihan. Memberikan nasihat ataupun mendorongnya harus mau juga belum, karena merasa belum waktunya saja.
Toh dilihat dari wajah dan mata sang suami ngantuknya tidak terkira, bahkan kembali mengecil setelah mereka selesai bicara. Namun, tatkala Shanum beranjak dan bermaksud ke dapur, Azkara menahan pergelangan tangan sang istrinya segera.
.
.
"Mau kemana?" Tanpa membuka mata, pertanyaan itu Azka lontarkan dengan suara seraknya.
"Ke dapur, mau bantuin Mama siapin makan sahur," jawab Shanum apa adanya dan memang benar tujuan utamanya bangun lebih cepat adalah untuk membantu mertuanya di dapur.
Alih-alih melepaskan genggaman tangannya, Azkara tersenyum miring begitu mendengar ucapan sang istri. Matanya kembali terbuka, menatap lekat wajah Shanum yang begitu polos di hadapannya.
"Lanjut tidur saja kalau begitu," ajak Azkara tak hanya lewat bibir, tapi juga tindakan.
Dia menarik Shanum untuk kembali berbaring di tempat tidur. Dalam hitungan detik, Azkara berhasil membuatnya terperangkap dalam pelukan.
Elusan di pundak dan kecupan spontan yang Azka berikan masih saja membuat Shanum bergidik. Agaknya memang begitu cara Azka mengutarakan perasaan, karena sejauh yang Shanum lihat sang suami juga begitu pada keponakannya.
"Ehm, kenapa begitu?" tanya Shanum mendorong dada Azkara dan berusaha memberikan jarak di antara mereka.
"Karena tidak begini," jawabnya masih terus terpejam hingga Shanum sebal sendiri.
"Serius, Mas ... coba lepasin, gimana mau bantuin kal_"
"Mama tidak pernah siapin makan sahur ... yang siapin itu Bibi," jelas Azkara usai memotong pembicaraan sang istri sesukanya.
"Tidak apa-apa, walaupun Bibi aku mau bantuin."
"Ck."
Tidak salah dengar, Shanum mendengar suaminya berdecak kesal. Walau memang terdengar singkat, tapi tetap saja jelas sekali di telinganya, pertanda jika Azka tidak suka dibantah.
"Baru mau jam dua, nanti saja kalau mau bantu siapin ... Bibi juga masih tidur jam sekarang, Babe." [~Beib]
Deg
Shanum lagi-lagi dibuat berdegub tak karu-karuan dengan panggilan terakhir di belakang kalimat yang Azkara ucapkan. Walau dia tidak pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis sampai memiliki panggilan spesial, tapi Shanum tahu karena kerap mendapati Sabila tengah berbicara via telepon bersama pria yang Shanum yakini sebagai kekasihnya.
Tidak ingin membuat Azka semakin kesal, Shanum menurut dan kembali memejamkan mata. Kebetulan, dia juga masih lelah dan sudah terlalu gugup untuk bertanya.
Tak butuh waktu lama untuk Shanum kembali lelap dalam tidurnya. Pelukan hangat Azkara setelah dingin yang dia rasakan dari basuhan air wudhu sebelum shalat malam membuat Shanum senyenyak itu.
Sampai-sampai, untuk pertama kalinya Shanum kesiangan dan bangun beberapa menit lagi sebelum imsak. Itu juga karena Azkara yang bangun lebih dulu, jika tidak besar kemungkinan tidak akan terbangun hingga matahari meninggi.
"Hei, Shanum bangun," ucap Azka menepuk pelan wajah sang istri sementara Shanum tengah mengosok matanya.
Tidak ada kesempatan untuk bertanya ini jam berapa, begitu Azkara ajak untuk turun Shanum menurut saja. Dalam keadaan nyawa belum terkumpul sepenuhnya, dengan dituntun Azkara dia hampir saja jatuh ketika menuruni anak tangga.
"Hati-hati, tidak perlu lari." Azkara tertawa kecil, dan hal itu sontak membuat Shanum menepuk pundaknya.
Bisa-bisanya ditertawakan, padahal sejak awal yang membuat Shanum heboh sendiri karena Azka berlari-lari. Hingga tiba di ruang makan, Azkara masih saja slengean padahal yang duduk di paling ujung menatapnya begitu tajam.
"Akhirnya turun juga, Mama sudah bangunin dari jam setengah empat ... kalian tidur jam berapa?" tanya Mama Mikhayla menggeleng pelan sementara Shanum sudah memerah bak udang panggang.
"Ehm menurut Mama jam berapa?"
"Jam satu pagi mungkin?"
"Salah!!"
"Jam dua pagi?"
"Sal_"
"Sudah-sudah-sudah!! Malah main tebak-tebakan, makan!" Suara Papa Evan menghentikan pembicaraan anak dan mama itu, Azkara mencebikkan bibir dan melihat ke arah Shanum.
Shanum yang sejak tadi gugup dan kepalanya sedikit sakit belum bisa berpikir jernih. Dia lupa, sungguh lupa hingga mengerutkan dahi dibuatnya.
"Kenapa, Mas?"
"Ambilin, Num, suamimu maunya diambilin," ucap Mama Mikhayla yang membuat Shanum melakukannya dengan segera.
"Dasar manja, tanganmu patah apa bagaimana!" timpal Papa Evan menggeleng pelan.
Berhenti pada Mama Mikhayla, kini Azkara meminta Shanum untuk melakukan hal sesederhana itu. "Tidak, ini ada," jawabnya mengulurkan kedua tangan pada sang papa dan berakhir dipukul sendok tepat di buku jemarinya.
"Awwwwh ya, Tuhan, Mama lihat!!" adunya beralih pada Mama Mikhayla yang sejak tadi bertopang dagu melihat kelakukannya.
"Kenapa? Mau ditambah? Itu centong sayur masih ada."
.
.
- To Be Continued -
kanebo kering manaaaa
gak boleh num-num