Berawal dari kesalahan yang Faiz Narendra lakukan di masa lalu, membuat hidup Keluarga Narendra terancam bahaya.
Berbagai teror, dan rentetan penyerangan dilakukan secara diam-diam, oleh pelaku misterius yang menaruh dendam kepadanya.
Namun bukan hanya pelaku misterius yang berusaha menghancurkan Keluarga Narendra.
Konflik perebutan pewaris keluarga, yang dilakukan oleh putra sulungnya, Devan Faiz Narendra, yang ingin menjadikan dia satu-satunya pewaris, meski ia harus membunuh Elvano Faiz Narendra, adik kandungnya sendiri.
Sedangkan Elvano yang mulai diam-diam menyelidiki siapa orang yang meneror keluarganya. Tidak sengaja dipertemukan, dengan gadis cantik bernama, Clarisa Zahra Amanda yang berasal dari keluarga sederhana, dan kurang kasih sayang dari ayahnya selama hidupnya.
Ayah Clarisa, Ferdi tidak pernah menyukai Clarisa sejak kecil, hanya karena Clarisa terlahir sebagai anak perempuan. Ferdi lebih menginginkan bayi laki-laki untuk meneruskan keturunannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laksamana_Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5
"Ayah, ampun yah, jangan!!" teriak seorang gadis yang menangis membuat Wulan yang sedang melamun terkejut, dan segera menghampiri asal suara gadis tersebut.
Saat sampai disana Wulan terkejut ketika melihat Ferdi sedang menggenggam tangan anak mereka dengan kasar dengan wajahnya yang terlihat sangat marah.
"Mas, lepasin tangan kamu, jangan kasari anak kita lagi!" pinta Wulan sembari melepaskan genggaman tangan Ferdi, dan melindungi Clarisa, anak mereka yang kini tengah meringis kesakitan.
"Dia sudah terlalu jauh, Wulan! Aku harus menghukumnya agar dia belajar dari kesalahan!" Ujar Ferdi menatap tajam Clarisa hingga membuat Clarisa menunduk ketakutan.
"Memang apa salah Clarisa mas?" tanya Wulan yang penasaran mengapa suaminya begitu sangat marah.
"Tanyakan saja padanya" balas Ferdi.
"Sayang," panggil lembut Wulan sambil menangkup wajah Clarisa.
"Kamu bikin kesalahan apa sayang?" tanyanya.
"Gak ada bund, clarisa cuma duduk belajar di kamar ,sambil mengerjakan tugas kampus" balas Clarisa membuat Wulan mengeryitkan dahi dan menatap suaminya meminta penjelasan.
"Iya itu kesalahannya, ngapain dia belajar hah?? buang-buang waktu aja. Mending sana mempercantik diri biar banyak cowok yang kaya raya yang datang, terus melamar kamu" ucap Ferdi.
"Mas, kamu kok gitu. Kamu sadar dengan apa yang barusan kamu katakan?" tanya Wulan dengan perasaan kesal.
"Kenapa bukannya itu fakta. Buat apa cewek belajar tinggi-tinggi hah? Kalau ujung-ujungnya cuma di dapur, ngurus suami, dan ngakang di kamar" balas frontal Ferdi membuat Wulan sangat marah hingga ingin menampar wajah suaminya, namun Wulan masih menahannya.
"Sudah cukup, lebih baik kamu Clarisa, kamu buang buku-buku mu dan berhenti kuliah" ucap Ferdi menatap tajam Clarisa.
"Enggak Yah, Clarisa masih ingin bersekolah" tolak Clarisa.
"Mau bantah ayah hah?" marah Ferdi dan langsung menampar Clarisa.
Plak
"Mas!" teriak Wulan melihat suaminya dengan tega menampar anaknya sendiri.
"Jadi anak tuh nurut, kamu kalau gak ada ayah mana bisa kamu makan hah!" bentak Ferdi membuat Clarisa tersenyum tipis.
"Emangnya Clarisa minta gitu dilahirkan di dunia?" tanya Clarisa dengan tatapan kosong. Ia juga tidak terkejut dengan sikap ayahnya yang selalu menamparnya jika Clarisa tidak menuruti apa perkataan Ferdi.
"Masih jawab ni anak, mau jadi anak durhaka hah?" emosi Ferdi yang ingin menampar Clarisa sekali lagi
Tap
Reflek Clarisa menahan tangan ayahnya, menatap mata Ferdi, lalu menghempaskan tangan ayahnya. Sudah cukup selama ini Clarisa menerima perlakuan dan siksaan ayahnya, cuma karena kesalahan yang sama sekali tidak dilakukan oleh Clarisa.
Setiap kali Ferdi melemparkan kata-kata kasar dan menampar Clarisa, gadis itu selalu menahan diri untuk tidak membalasnya. Dia tahu bahwa menyerang balik hanya akan membuat situasi semakin buruk dan memperpanjang siksaan yang dia terima. Tetapi, kali ini, saat Ferdi mengancam akan menamparnya sekali lagi, Clarisa mulai berontak.
"Oh, mau melawan ayah hah!" emosi Ferdi yang marah melihat Clarisa berani menahan tangannya.
"Maaf ayah, tapi tadi jika Clarisa tidak salah dengar. Ayah tadi bilang aku mau gitu jadi anak durhaka? Memang sejak kapan ayah menganggap ku sebagai anak hah?" tanya Clarisa emosi.
"Mana ada ayah yang perhatian sama aku, dan benar-benar menganggap aku seorang anak. Ayah menelantarkan aku, cuma karena aku terlahir sebagai anak perempuan kan?" lanjutnya sambil menangis.
Sedangkan wulan cuma bisa diam dan menenangkan Clarisa. Sebagai seorang ibu, ia merasa sakit ketika melihat anaknya di tampar oleh suaminya dan ia cuma bisa diam menonton.
"Memang benar ayah gk suka punya anak cewek. Ni buktinya di kasari dikit aja nangis. Dasar betina lemah" ejek Ferdi dan langsung membuat Wulan yang sedari tadi diam menjadi emosi.
Plak
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ferdi membuat Clarisa menutup mulut, terkejut melihat bundanya yang begitu berani menampar ayahnya dan membuat Ferdi semakin marah.
"Lancang kamu nampar aku hah!" bentak Ferdi dan ingin memukul wajah Wulan namun di halang Clarisa
"Ayah cukup hentikan!" bentak Clarisa membuat Ferdi menghembuskan nafas kasar.
"Kenapa berhenti hmm, mau pukul aku mas, sini pukul, pukul mas. PUKUL DAN BUNUH SEKALIAN SAJA AKU MASS!!" teriak Wulan menahan emosi yang sudah mengebu-gebu.
"Aku gak nyangka mas, kamu bisa mengeluarkan kata-kata yang begitu merendahkan kaum perempuan. Tapi apa kamu tidak sadar mas, kalau ibu mu juga perempuan, menghina kaum perempuan sama seperti mas menghina ibu mas sendiri" lanjutnya menatap tajam Ferdi.
"Terserah kalian" ucap Ferdi yang sudah tidak ingin berdebat dan langsung pergi dari rumah.
"Sayang, kamu gak papa kan?" tanya Wulan lembut sambil melihat pipi kanan Clarisa ,bekas tamparan Ferdi.
"Hmm" dehem Clarisa ia merasa sudah tidak kuat lagi untuk berkata apa-apa. Nafasnya tidak beraturan dan sulit untuk menenangkan perasaannya saat ini.
"Maafkan ayahmu ya sayang, maaf udah jangan kamu pikirin kata-kata ayahmu, dan fokuslah kuliah, bunda mendukung mu sayang" ujar Wulan tersenyum sembari memeluk, mencoba menenangkan Clarisa.
"TETAP SAJA CLARISA TIDAK SUKA DENGAN JALAN PIKIRAN AYAH!!!" Teriak Clarisa marah melepaskan pelukan Wulan ,dan berjalan dengan langkah cepat menuju ke kamarnya.
Saat Clara sampai di depan pintu kamarnya, dia tidak bisa lagi menahan diri. Clarisa dengan kasar menarik gagang pintu kamar dan mendorongnya dengan keras ,berlari masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan sangat keras .
Bruak
"Astagfirullah" ucap Wulan yang langsung menangis sesegukan melihat anaknya yang kini sedang tertekan karena ulah dan sikap Ferdi selama ini.
Clarisa berjalan menuju tempat tidurnya dan merangkak hingga dia merangkul bantal dengan erat. Air mata tak henti-hentinya mengalir, suara tangisannya terdengar menusuk hati.
Hatinya hancur, air mata mengalir deras membasahi pipinya. Dia merasa kesakitan, dan kecewa yang begitu dalam sehingga sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Sudah terlalu lama dia menahan semua beban ini sendirian, menyembunyikan rasa sakit yang terlalu berat untuk ditanggung sendiri.
Dan sekarang, di saat dia sudah tidak mampu lagi menahannya, semua keluar dengan cara yang begitu berantakan.
Mata Clarisa beralih mengambil handphone nya dan membuka aplikasi chat. Dengan jari gemetar, ia membuka pesan dari seseorang yang telah lama membuatnya tersenyum selama ini. Senyumnya yang semula redup akhirnya kembali merekah begitu melihat isi pesan tersebut.
Lima tahun yang lalu, Clarisa dan orang itu memiliki hubungan yang begitu indah. Mereka saling mencintai, saling memahami, dan saling menyayangi. Namun sayangnya, takdir memisahkan mereka dan orang itu pergi tanpa sebab meninggalkan dia seorang diri
Hari ini Clarisa sangat merindukannya, membuka kembali chat mereka yang sudah lama tersimpan di dalam hpnya. Pesan-pesan itu mengingatkannya pada kenangan manis yang pernah mereka bagi bersama. Kenangan itu membuatnya tersenyum, namun di saat yang bersamaan juga membuatnya menangis sejadi-jadinya.
Clarisa merindukan orang itu dengan segenap hatinya. Dia tak pernah bisa melupakan semua momen indah yang pernah mereka lewati bersama. Setiap malam sebelum tidur, dia selalu membuka pesan-pesan lama mereka dan membacanya sambil terisak. Dan juga hari ini, hari dimana Clarisa merasa jatuh sejatuhnya dan membutuhkan orang itu disampingnya. Namun orang itu jauh darinya dan entah ada dimana orang itu
"Mengapa dia dulu harus pergi begitu saja? Tanpa memberi tahu aku apa-apa?" gumam Clarisa sambil mengusap air mata yang berlinangan di pipinya.
gak bisa berkata kata banyak