Netha Putri, wanita karir yang terbangun dalam tubuh seorang istri komandan militer, Anetha Veronica, mendapati hidupnya berantakan: dua anak kembar yang tak terurus, rumah berantakan, dan suami bernama Sean Jack Harison yang ingin menceraikannya.
Pernikahan yang dimulai tanpa cinta—karena malam yang tak terduga—kini berada di ujung tanduk. Netha tak tahu cara merawat anak-anak itu. Awalnya tak peduli, ia hanya ingin bertanggung jawab hingga perceraian terjadi.
Sean, pria dingin dan tegas, tetap menjaga jarak, namun perubahan sikap Netha perlahan menarik perhatiannya. Tanpa disadari, Sean mulai cemburu dan protektif, meski tak menunjukkan perasaannya.
Sementara Netha bersikap cuek dan menganggap Sean hanya sebagai tamu. Namun, kebersamaan yang tak direncanakan ini perlahan membentuk ikatan baru, membawa mereka ke arah hubungan yang tak pernah mereka bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyelamatan Sandera di Perbatasan
Di sisi lain, Misi Sean
Sean duduk di dalam helikopter yang melintas di atas perbatasan negara. Wajahnya serius, matanya menatap peta digital di tangannya. Tugas kali ini adalah menyelamatkan sekelompok diplomat yang diculik oleh kelompok separatis di wilayah terpencil. Misi ini adalah salah satu yang paling berbahaya, tapi Sean sudah terbiasa.
Namun, pikirannya tidak sepenuhnya fokus. Ada sesuatu yang mengganjal di hati. “El dan Al. Mereka baik-baik saja nggak ya di rumah? Netha benar-benar nggak bisa diandalkan. Anak-anak itu lebih sering ditinggal daripada diurus. Tapi aku harus percaya mereka kuat.”
Sean menghela napas panjang. Sebagai pemimpin regu, ia tidak boleh menunjukkan kelemahan. Misinya harus selesai dulu, baru ia bisa pulang dan memastikan semuanya baik-baik saja.
“Kolonel Sean,” panggil Kapten Erwin, bawahannya yang setia. “Kita akan sampai di zona pendaratan dalam lima menit.”
Sean mengangguk, memasukkan peta ke dalam saku. “Baik. Semua persiapan sudah dilakukan?”
“Sudah, Kolonel. Tim Alpha dan Bravo sudah siap dengan rencana infiltrasi.”
“Bagus. Berikan pengarahan terakhir sebelum kita turun.”
Pengarahan Sebelum Misi
Setelah helikopter mendarat di zona aman, Sean berdiri di depan pasukannya. Ia memandang wajah-wajah mereka dengan penuh percaya diri, meskipun dalam hati ia tahu bahaya yang mengintai.
“Dengar baik-baik!” seru Sean. “Misi kita adalah menyelamatkan sandera tanpa korban jiwa, baik dari pihak kita maupun warga sipil. Target utama adalah memastikan diplomat keluar hidup-hidup. Tim Alpha akan memimpin penyergapan di bagian depan, sedangkan Tim Bravo akan mengamankan jalur pelarian.”
Salah satu prajurit, Sersan Leo, bertanya, “Bagaimana jika ada perlawanan sengit, Kolonel?”
“Kita hanya bertindak jika diserang lebih dulu. Ingat, prioritas kita adalah menyelamatkan sandera, bukan menghancurkan musuh. Gunakan senjata hanya jika diperlukan,” jawab Sean tegas.
Dia melanjutkan, “Tidak ada ruang untuk kesalahan. Kita hanya punya satu kesempatan. Ingat, misi ini bukan hanya tentang kalian. Kita membawa nama negara.”
Infiltrasi ke Kamp Separatis
Tim mulai bergerak di malam hari, memanfaatkan gelap sebagai perlindungan. Sean memimpin Tim Alpha yang menyusup melalui hutan lebat. Mereka bergerak dalam senyap, hanya suara langkah kaki yang terdengar samar.
“Kolonel,” bisik Letnan Maya, tangan kanan Sean. “Dua penjaga terlihat di depan, pukul dua belas.”
Sean memberi isyarat untuk berhenti. Ia memeriksa melalui teropong. “Kita netralkan mereka tanpa suara. Maya, Leo, kalian tangani ini.”
Maya dan Leo bergerak dengan cepat. Dalam hitungan detik, dua penjaga itu dilumpuhkan tanpa ada suara sedikit pun. Tim kembali bergerak, mendekati kamp musuh.
Sesampainya di dekat kamp, Sean mengamati dengan detail. Ada sekitar dua puluh orang bersenjata, sebagian besar berjaga di luar. Di tengah kamp, ia melihat tenda besar yang kemungkinan tempat para sandera ditahan.
Sean memberi instruksi melalui radio, “Bravo, posisi kalian?”
“Siap di titik pelarian, Kolonel,” jawab suara Kapten Erwin.
“Bagus. Alpha, kita masuk sesuai rencana. Jangan ada suara, jangan ada kesalahan.”
Serangan Kilat
Tim Alpha bergerak seperti bayangan. Mereka melumpuhkan penjaga satu per satu, membuat jalan menuju tenda utama. Sean memimpin di depan, memastikan setiap langkahnya hati-hati.
Saat mencapai tenda, Sean memberi isyarat untuk berhenti. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membuka kain pintu tenda dengan cepat. Di dalam, terlihat lima sandera duduk terikat, wajah mereka penuh ketakutan.
“Kami dari militer. Kami akan membawa kalian keluar,” bisik Sean sambil melepaskan ikatan mereka.
Namun, suara langkah kaki terdengar mendekat. Sean segera memberi isyarat kepada timnya untuk berlindung. Beberapa detik kemudian, dua anggota separatis masuk ke dalam tenda.
Sean tidak menunggu lama. Dengan gerakan cepat, ia melumpuhkan mereka sebelum sempat berteriak. “Cepat keluar, bawa sandera ke titik pelarian!” perintahnya.
Sandera digiring keluar dengan hati-hati. Namun, salah satu penjaga melihat pergerakan mereka dan membunyikan alarm. Seketika, kamp musuh berubah menjadi medan perang.
“Bravo, kita terdeteksi! Siapkan jalur pelarian!” teriak Sean melalui radio.
Tim Alpha dan Bravo bekerja sama menahan serangan musuh sambil melindungi para sandera. Sean memimpin dengan tenang, memberikan perintah yang jelas meskipun situasi semakin kacau.
Pulang dengan Selamat
Setelah pertempuran singkat namun intens, tim berhasil mencapai zona aman. Helikopter sudah menunggu untuk membawa mereka kembali ke markas. Sean memastikan semua sandera dan anggotanya naik terlebih dahulu sebelum ia sendiri masuk.
Di dalam helikopter, Sean memeriksa timnya. “Ada yang terluka?”
“Tidak ada, Kolonel,” jawab Leo.
Sean menghela napas lega. “Bagus. Kalian semua melakukan pekerjaan yang luar biasa.”
Namun, pikirannya kembali ke rumah. “Aku berhasil menyelamatkan orang-orang ini, tapi bagaimana dengan El dan Al? Apa mereka juga aman di tangan Netha?”
Dia menepis kekhawatiran itu. “Aku harus percaya pada anak-anak itu. Mereka kuat, lebih kuat daripada yang terlihat.”
Helikopter melaju membawa mereka pulang. Sean menatap ke luar jendela, berharap segera sampai dan memastikan keluarganya dalam keadaan baik-baik saja.