NovelToon NovelToon
Bangkitnya Lady Antagonis

Bangkitnya Lady Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel / Epik Petualangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Achaa19

Karin, seorang editor buku yang sibuk, terbangun dalam tubuh Lady Seraphina Ashbourne, seorang karakter antagonis dalam novel percintaan terkenal yang baru saja ia revisi. Dalam cerita asli, Seraphina adalah wanita sombong yang berakhir tragis setelah mencoba merebut perhatian Pangeran Leon dari tokoh utama, Lady Elara.

Berbekal pengetahuannya tentang plot novel, Karin bertekad menghindari takdir suram Seraphina dengan mengubah cara hidupnya. Ia menjauh dari istana, memutuskan untuk tinggal di pinggiran wilayah Ashbourne, dan mencoba menjalani kehidupan sederhana. Namun, perubahan sikapnya justru menarik perhatian banyak pihak:

Pangeran Leon, yang mulai meragukan perasaannya pada Elara, tiba-tiba tertarik dengan sisi "baru" Seraphina.

Duke Cedric Ravenshade, musuh terbesar keluarga Seraphina, yang curiga terhadap perubahan sifatnya, mendekatinya untuk menyelidiki.

Sementara itu, Lady Elara merasa posisinya terancam dan memulai rencana untuk menjatuhkan Seraphina sebelum hal-hal di

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achaa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Bab 13: Pengorbanan yang Tak Terduga

Pangeran Leon dan Karin berdiri di depan altar, dikelilingi oleh bayangan yang bergerak dengan cepat, seolah-olah ruang itu sendiri hidup dan bernafas. Mereka tahu mereka hanya memiliki sedikit waktu sebelum kekuatan yang lebih besar datang menuntut mereka. Mata Bayangan berkilau dengan cahaya hitam yang redup, dan meskipun kekuatannya begitu menggiurkan, mereka juga bisa merasakan ancaman yang menyertainya.

Pangeran Leon merasakan ketegangan yang hampir tak tertahankan, perasaan yang semakin kuat saat dia melangkah lebih dekat. "Karin... apakah kita benar-benar siap?" Suaranya bergetar, meskipun ia berusaha keras untuk mempertahankan ketenangan.

Karin memandangnya dengan mata yang penuh keteguhan. "Kita tidak punya pilihan lain. Dunia ini lebih besar dari kita. Jika kita tidak menghentikan Kepala Bayangan, kita mungkin akan kehilangan segalanya."

Namun, saat Leon mengulurkan tangan untuk menyentuh Mata Bayangan, sesuatu yang tak terduga terjadi. Cahaya dari artefak itu menyala lebih terang, dan seluruh gua bergetar hebat. Tiba-tiba, suara yang dalam dan menggetarkan memenuhi udara, datang dari bayangan yang melayang di sekitar mereka.

"Jangan coba mengambilnya," suara itu menggema. "Mata Bayangan tidak akan membiarkan siapa pun mengambilnya tanpa membayar harga yang setimpal."

Karin melangkah maju, meraih tangan Pangeran Leon. "Apa maksudmu dengan harga?"

"Harga untuk menguasai kebenaran, harga untuk mengubah takdir," suara itu menjawab, seolah datang dari segala penjuru. "Jika kalian ingin menghancurkan kekuatan ini, kalian harus siap berkorban lebih dari sekadar darah. Kekuatan ini mengharuskan seseorang untuk mengorbankan bagian dari jiwanya sendiri. Apakah kalian siap menghadapi kenyataan itu?"

Pangeran Leon merasakan jantungnya berdegup kencang. "Apa yang kita korbankan?" tanyanya, suaranya penuh ketegangan dan kecemasan.

Suara itu hening sejenak, lalu kembali terdengar, kali ini lebih rendah, seolah berbicara langsung ke dalam hati mereka. "Salah satu dari kalian harus menyerahkan hidupnya. Jika kalian tidak melakukannya, dunia ini akan terjerumus lebih jauh ke dalam kegelapan. Mata Bayangan hanya akan menyerahkan kekuatannya kepada mereka yang membayar dengan pengorbanan terbesar."

Karin dan Leon saling berpandangan, wajah mereka dipenuhi rasa cemas yang semakin mendalam. Mereka tahu bahwa pengorbanan itu tidak bisa dihindari, tetapi tak seorang pun dari mereka yang siap untuk melepaskan sesuatu yang begitu penting.

"Karin... jangan biarkan ini terjadi," kata Pangeran Leon dengan suara penuh harapan, meskipun dia tahu bahwa keputusan ini mungkin tidak bisa dielakkan.

Karin menatapnya dengan tatapan yang penuh kasih dan pengertian. "Leon, kita berdua sudah memilih jalan ini. Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian. Jika kita harus berkorban, kita akan melakukannya bersama-sama."

Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, tiba-tiba, sebuah kekuatan luar biasa mengalir dari Mata Bayangan. Cahaya hitam itu membentuk sebuah pusaran yang menghisap semuanya ke dalam kegelapan. Seperti angin yang datang dari segala penjuru, pusaran itu mulai memutar dan menyedot mereka, menarik mereka ke dalam inti kegelapan yang terdalam.

Darian yang berdiri beberapa langkah di belakang mereka, berteriak. "Jangan! Kalian tidak mengerti—kekuatan itu bisa menghancurkan kalian!"

Tetapi sudah terlambat. Dalam sekejap, Pangeran Leon dan Karin terdorong ke dalam pusat pusaran itu, dan semuanya menjadi gelap.

---

Pangeran Leon membuka matanya dan merasakan tubuhnya seperti terjepit dalam sebuah ruang sempit yang gelap. Matanya berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan yang total, dan perlahan-lahan, ia menyadari bahwa ia tidak sendirian. Di sampingnya, Karin juga mulai terbangun, terengah-engah dan bingung.

"Kita... di mana kita?" Karin bertanya, suaranya penuh keheranan.

Pangeran Leon berusaha mengingat apa yang telah terjadi. "Kita... kita masuk ke dalam kekuatan itu." Ia menggenggam tangan Karin dengan erat. "Ini bukan hanya ujian fisik. Kita telah memasuki inti dari kekuatan Mata Bayangan. Kita berada di dalam jiwa artefak itu sendiri."

Mereka melihat ke sekeliling mereka dan menyadari bahwa mereka berada di sebuah tempat yang jauh lebih aneh dan mengerikan daripada yang pernah mereka bayangkan. Sekeliling mereka dipenuhi oleh bayangan yang bergerak perlahan—bayangan dari orang-orang yang telah terjebak dalam kekuatan ini sebelumnya. Wajah-wajah mereka tampak hampa dan kosong, seolah-olah mereka telah kehilangan semua harapan.

"Apakah ini..." Karin berhenti sejenak, memandang sekeliling dengan rasa takut. "Mereka... siapa saja yang datang sebelum kita?"

Pangeran Leon menatap kosong ke arah bayangan yang bergerak perlahan. "Ya. Ini adalah tempat jiwa-jiwa yang telah terperangkap oleh Mata Bayangan. Semua yang pernah berusaha menguasainya, mereka akhirnya menjadi bagian dari kegelapan ini."

Tiba-tiba, suara yang dalam dan berat terdengar lagi, menggetarkan ruangan itu. "Apakah kalian benar-benar ingin menghancurkan kekuatan ini?" suara itu bertanya, sekarang terdengar lebih mengerikan dari sebelumnya.

"Kami tidak punya pilihan," jawab Pangeran Leon dengan tegas. "Kami akan mengorbankan apapun untuk mengakhiri kekuatan ini."

"Maka kalian harus memilih dengan bijak," suara itu kembali berbicara, terdengar lebih gelap dan mengancam. "Pilih dengan hati-hati, karena tak ada jalan kembali setelah kalian mengorbankan sesuatu yang berharga."

Mereka hanya bisa menunggu, menatap satu sama lain dengan tekad yang semakin kuat. Mereka tahu bahwa apa yang mereka hadapi bukan hanya ancaman fisik, tetapi juga ujian batin yang akan menentukan nasib dunia mereka. Kekuatan Mata Bayangan bukan hanya mengancam mereka secara fisik, tetapi juga secara psikologis—menguji seberapa besar mereka siap berkorban untuk mencapai tujuan mereka.

Apakah mereka akan berhasil mengalahkan Mata Bayangan atau malah terperangkap selamanya dalam kegelapan yang mereka coba hancurkan? Hanya waktu yang bisa memberi jawabannya.

Mereka berdiri di tengah kegelapan yang menyesakkan, terjebak di dalam dunia yang diciptakan oleh Mata Bayangan. Di sekitar mereka, bayangan-bayangan samar bergerak, menyusun gambaran yang menghantui dan penuh penderitaan. Setiap bayangan membawa cerita mereka yang telah terjebak di dalamnya—sebuah kisah tentang keinginan untuk menguasai kekuatan yang lebih besar dari mereka.

Pangeran Leon merasakan desiran angin dingin di sekelilingnya, seolah-olah angin itu berbisik kepadanya, mengingatkannya bahwa tidak ada yang pernah keluar dengan utuh setelah menggapai kekuatan ini. "Karin," katanya dengan suara yang agak serak, "Jika kita tidak bisa mengalahkan kekuatan ini... kita akan menjadi seperti mereka." Dia menunjuk ke bayangan-bayangan yang terperangkap, wajah mereka tak bernyawa, mengambang tanpa tujuan.

Karin menggenggam tangan Pangeran Leon dengan erat, menguatkan tekadnya meski hatinya diliputi keraguan. "Kita tidak akan seperti mereka, Leon." Suaranya mantap meski ada kecemasan yang jelas tergambar di matanya. "Kita harus tetap berjuang, tidak peduli apa yang harus kita korbankan."

Suara itu kembali terdengar, lebih dekat, dan kali ini menggetarkan jiwa mereka. "Apa yang kalian pilih untuk dikorbankan?" Suara itu bertanya, menggema dengan kekuatan yang luar biasa. "Hanya dengan pengorbanan yang murni, kalian bisa menghancurkan kekuatan ini. Tetapi, jika kalian memilih salah, semuanya akan berakhir."

Pangeran Leon merasa dadanya berdebar lebih cepat. Mereka sudah sampai sejauh ini, dan jalan keluar dari tempat ini tampaknya semakin jauh. "Apa yang dimaksud dengan pengorbanan yang murni?" tanyanya, berusaha mencari jawaban di tengah kegelapan.

Tiba-tiba, bayangan di sekitar mereka mulai bergerak lebih cepat, berputar dan membentuk gambar-gambar yang mengerikan. Wajah-wajah yang terperangkap dalam bayangan itu tampak seperti mereka mengulurkan tangan, meminta pertolongan, namun tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk melepaskan diri. "Pengorbanan yang murni adalah pengorbanan yang melibatkan jiwa, hati, dan keberanian untuk menerima kenyataan yang tak terelakkan," suara itu menjelaskan dengan dingin. "Jika kalian ingin menghancurkan Mata Bayangan, kalian harus siap melepaskan bagian dari diri kalian yang paling berharga."

Karin menatap Leon dengan mata yang dipenuhi kekhawatiran. "Leon..." katanya pelan, "Apa yang harus kita lepaskan? Apa yang bisa kita berikan untuk menghancurkan kekuatan ini?"

Pangeran Leon menatapnya dalam-dalam, dan untuk pertama kalinya, dia merasakan keraguan yang mendalam. "Aku... aku tidak tahu, Karin. Tapi kita harus mencoba. Kita tidak bisa biarkan dunia ini hancur hanya karena kita takut."

Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, bayangan itu bergerak lebih cepat lagi, membentuk sosok-sosok yang jelas—bayangan dari orang-orang yang telah lama meninggalkan mereka. Pangeran Leon melihat bayangan ayahnya, sang Raja, berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kekecewaan. "Kamu belum siap, Leon," suara bayangan itu berkata dengan lembut, namun menembus ke dalam jiwanya. "Apakah kamu akan meninggalkan dunia ini dengan cara yang lebih baik atau justru menghancurkannya dengan kesombonganmu?"

Leon merasa jantungnya serasa berhenti berdetak. Bayangan itu tampak hidup, seolah menyadari segala ketakutannya. "Aku tidak bisa mengubah apa yang sudah terjadi, tapi aku bisa mengubah apa yang akan terjadi," jawabnya dengan suara yang tegas, berusaha mengusir bayangan itu.

Karin merasakan kegelisahan yang semakin menggelora. "Jangan biarkan dirimu terperangkap dalam bayangan masa lalu, Leon. Kita bisa mengubah masa depan bersama." Dia menarik tangannya dari genggaman Leon, lalu berdiri tegak, menyadari bahwa jalan keluar dari kegelapan ini hanya ada satu: menerima kenyataan dan berani melangkah ke depan.

"Leon, ini waktunya untuk memilih. Apa yang kita korbankan tidak hanya untuk kita, tetapi untuk dunia ini. Kita harus siap memberi apa pun yang diperlukan."

Tiba-tiba, bayangan itu menghilang, dan sebuah portal muncul di depan mereka. Cahaya yang redup dan menakutkan muncul dari sana, dan mereka tahu itu adalah jalan untuk menghancurkan Mata Bayangan. Tetapi untuk melewati portal itu, mereka harus menghadapi ujian terakhir.

"Kalian sudah siap? Kekuatan ini akan menguji keberanian kalian sampai batasnya," suara itu berkata, kali ini terdengar lebih tenang, seperti suatu peringatan terakhir.

Karin menatap Leon, dan dengan tekad yang mendalam, dia berkata, "Jika kita harus berkorban, kita akan melakukannya bersama-sama. Kita tidak akan mundur."

Leon mengangguk, merasakan hati mereka saling terhubung dalam tujuan yang sama. "Mari kita hancurkan kekuatan ini. Untuk dunia kita."

Mereka melangkah menuju portal itu, dan saat mereka memasuki cahaya yang terang itu, dunia di sekitar mereka bergetar hebat. Mereka tahu bahwa mereka tidak hanya berjuang untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk dunia yang lebih besar, untuk masa depan yang lebih baik.

Namun, ketika mereka melangkah lebih jauh, mereka merasa sebuah kekuatan yang kuat mengalir ke dalam tubuh mereka, mengambil sesuatu yang sangat berharga dari diri mereka—sesuatu yang tidak bisa mereka kembalikan. Mungkin itu adalah bagian dari jiwa mereka, atau mungkin pengorbanan yang lebih dalam lagi. Apa pun itu, mereka tahu bahwa perjalanan ini akan mengubah segalanya.

Sekarang, di ambang kehancuran dan pembaruan, Pangeran Leon dan Karin hanya bisa berharap bahwa pengorbanan mereka akan cukup untuk menghancurkan Mata Bayangan dan mengakhiri ancaman yang telah mengancam dunia mereka selama ini.

1
Frando Wijaya
entah knp gw jd alergi denger kta takdir....
Frando Wijaya
cih 😒....gw dh duga bkl terjadi yg sgt menjengkelkan
Frando Wijaya
HA! seakan2 Tau masa dpn apa yg bch ini lht.... bner2 konyol....segituny ingin antagonist jd boneka? HA! bner2 bch krg ajar tdk Tau malu
Frando Wijaya
....... mencurigakn 😒😒😒
Frando Wijaya
ini jls2 ada seseorang yg awasi antagonist harus di takdirkn hidup antagonist
Frando Wijaya
gk heran putri kandung sendiri saat mati gk sedih....heh 😏....sampah bht
Frando Wijaya
semua berawal keslhan bpk antagonist sialan itu...yg sdh biarkn anakny mati gara2 Dia
Cha Sumuk
MC ceweknya kurg cerdas jg lemah
Achaa19
bagus
Hikam Sairi
mulai baca
Retno Isma
semangat nulisnya thorrr....💪💪💪💪
Rahman Hayati
masih lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!