Kecelakaan mobil menewaskan kedua orangtua Aleesya saat berusia 5 tahun. Hanya Aleesya yang selamat dari kecelakaan maut itu. Dia diasuh oleh tante dan om-nya yang jahat.
Siap-siap banjir airmata yaa Readers !
Bagaimanakah nasib Aleesya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Ke Rumah
Hari ini Aleesya sudah diperbolehkan pulang. Mbok Inem datang pagi-pagi sekali membereskan barang barang majikannya di ruang rawat itu.
"Non Aleesya gimana sudah baikan?" Tanya si mbok. Beliau memijat tangan Aleesya dengan lembut. "Alhamdulillah mbok saya udah baikan, makasih ya mbok." Ucap Aleesya dengan nada lembut.
Alarich baru selesai mandi dia menghampiri sang istri yang sedang di pijit. "Makasih ya mbok." Sahut Alarich. Mbok Inem pamit beliau menunggu di ruang tamu.
"Sudah siap sayang? Kita pulang yah mamah sama papah jadinya menunggu dirumah." Alarich membelai wajah sang istri. "Iya mas." Alarich dan Aleesya berjalan pulang. Di ikuti mbok inem. Bastian yang dikabari tadi subuh datang menjemput bossnya
Mereka berempat pulang kerumah orangtua Alarich. Di mobil Alarich memegang erat istrinya. "Sayang ...mau beli makanan enggak? Atau kamu ngidam apa gitu?" Tanya Alarich.
"Hmm sebenarnya pengen rujak yang deket toko kue mas, di sana enak rujaknya. Kalau di bolehin sama mas itu juga!" Aleesya memasang wajah sendunya.
"Eumm boleh... Tapi jangan pedas yah. Bas, kita ke toko kue dulu. Sekalian kita beli kue yah, buat cemilan kamu. Pokoknya anak papih ini harus sehat." CUP Alarich mencium perut istrinya itu
"Telima kacih papih...!" Aleesya menirukan suara anak kecil. Mbok Inem dan Bastian tersenyum kecil melihat kemesraan majikannya. "Ekhem...selamat ya Non Aleesya, semoga nona selalu sehat dan bahagia." Ucap Bastian dari kemudi supirnya
"Amin!" Alarich dan Aleesya menjawab bersamaan.
-
-
Mobil Alarich telah sampai di depan tukang rujak yang hanya berjarak beberapa meter ke toko kue milik Alarich. Aleesya dan suaminya turun. Mereka membeli rujak itu. Alarich memberikan 3 lembar uang seratus ribuan untuk tukang rujak itu
"Masya Allah, terima kasih banyak pak. Semoga selalu di mudahkan rezekinya Amin." Ucap bapak penjual rujak itu yang usianya mungkin sudah 60 tahunan. "Amin pak." Alarich tersenyum pada bapak itu.
Aleesya memakan buah rujak itu dengan lahap. Suaminya menggelengkan kepalanya sejak kapan istrinya ini makan belepotan.
"Sini sayang pelan pelan, aku enggak akan minta kok hehehe!" Alarich mengelap bumbu rujak yang ada di sudut bibir istrinya. "Seger banget mas. Sini aaa...!" Aleesya menyuapi suaminya rujak buah itu. "Enak juga yah, baru loh aku makan rujak."
"Iya mas, mas kan orang kaya enggak biasa pasti makan makanan begini!" Ucap Aleesya lembut. "Enggak kok sayang yang kaya orang tua aku!" Alarich mencubit pipi istrinya gemas.
Selesai makan rujak di pinggir jalan. Keduanya masuk ke toko, semua memberi hormat pada Alarich dan Aleesya. Karena mereka semua tahu jika Aleesya sudah menjadi nyonya Alarich Dewantara, semua staff disana di undang ke acara resepsi pernikahan Alarich dan Aleesya.
"Selamat pagi tuan Alarich dan nona Aleesya." Sapa Kevin yang juga manager di toko itu. "Aleesya aja pak Kevin." Sahut Aleesya yang tak enak di sebut Nona oleh mantan managernya. "Sayang aku ke atas dulu yah ambil file sekalian. Bastian sama si mbok nanti juga ke dalam!" Alarich mengecup kening istrinya dan pergi ke lantai atas.
"Nyonya Aleesya!" Sapa Tania. "Tania...aku kangen!" Aleesya dan Tania saling berpelukan melepas rindu. "Jangan panggil nyonya, Alee aja kayak biasa." Tania dan Aleesya mengobrol sebentar, pegawai yang lain sedang membungkus kue kue dan cemilan ringan untuk di bawa Aleesya.
Alarich sudah turun bersama Bastian yang menenteng beberapa file di tangan Bastian. "Ayo sayang!"
"Tunggu! Oh iya Kevin, nanti pas acara resepsi, tolong liburkan 2 hari yah. Dan saya akan memberikan bonus untuk kalian! Itu karena istri saya pernah bekerja disini dan kalian memperlakukannya dengan baik." Ucap Alarich sambil melirik satu persatu pegawainya.
Kevin mengangguk patuh. Semua pegawai disana bersorak gembira, bagaimana tidak? Tuan Alarich yang terkenal dingin akhirnya luluh juga ketika menemukan pawangnya.
"Terima kasih tuan!" Ucap serentak para pegawai itu. "Sama sama, semangat ya semuanya!" Alarich dan Aleesya pergi dari sana.
-
-
Mereka sekarang menuju rumah utama kediaman orang tua Alarich. Mamah dan papahnya Alarich telah menunggu di depan pintu masuk rumah itu. "Lama sekali...kemana dulu?" Mamah Winda langsung merangkul lengan menantunya. "Beli rujak dulu mah." Ucap Aleesya dengan nada lembutnya.
"Nanti biar mbok Inem yang buatin rujak, iya kan mbok?" Mata mamah Winda melirik si mbok yang membawa koper majikannya. "Beres nyonyah!"
"Ayo makan dulu udah siang, lihat mamah kamu masak banyak udah seperti orang mau hajatan saja!" Sahut papah Arya. "Engga apa apa pah, nanti bisa di bagi juga ke pelayan yang lain. Al juga udah laper banget."
Mereka berempat makan siang bersama. Sehari lagi mereka akan menggelar resepsi. Alarich membawa istrinya ke kamar. Mereka tengah di kasur beristirahat.
"Mas, eumm apa om dan tante di undang?" Tanya Aleesya. "Iya sayang, harus. Supaya mereka tidak semena-mena lagi sama kamu." Jawab Alarich. Dia membelai wajah istrinya yang teduh.
"Mas...apa benar, kakekku masih hidup?" Aleesya menunduk dia sebenarnya ragu menanyakan itu. Tapi dia agak sedikit kepikiran. "Masih, dia juga aku undang. Tapi belum saatnya kamu tahu dia siapa. Biarkan mereka berjuang dulu."
"Kenapa baru sekarang mereka mencariku? Kenapa tidak dari dulu mas saat aku menderita? Apa karena aku menikah dengan mas, jadi mereka mencariku?" Hati Aleesya sangat rapuh, dia menitikan air matanya.
"Mas juga tidak tahu sayang, mas akan menyelidikinya. Kamu enggak usah pikirin itu yah. Kamu harus happy cukup mikirin aku dan anak kita, mengerti?" Tegas Alarich pada istrinya.
"Iya mas, aku akan happy asal mas ada di sampingku. Mas segalanya untukku. Aku sayang sekali sama mas Al."
"Mas juga sayang. Sehat sehat ya anak anak papih." Alarich mengelus perut istrinya dari dalam piyama istrinya. "Badan kamu hangat sayang, aku balur dulu yah!" Alarich membalurkan minyak telon ke perut istrinya yang putih itu.
Mereka kembali tidur. Aleesya menelusup ke dada suaminya. Ada kehangatan dan kenyamanan setiap tidur diatas dada suaminya. Aleesya sangat mencintai suaminya ini. Baginya, Alarich adalah penyelamat hidupnya dari penderitaan yang dia alami selama ini.
Bertahun tahun hidup bersama om dan tantenya membuat Aleesya bagai hidup di neraka. Tapi sekarang Tuhan menjawab semua doa dan tangisan Aleesya.
Aleesya menikah dengan lelaki yang mencintainya, dan juga memiliki mertua yang sangat menyayanginya.