"Jangan harap aku akan tunduk kepada siapapun! Apalagi seorang wanita sepertimu!" Alaska Dirgantara.
"Sekeras apapun hatimu menolakku, aku tidak peduli! Akan aku pastikan hati sekeras batu itu luluh dengan caraku!" ucap Arumi Nadya Karima.
Alaska Dirgantara, merupakan pewaris tunggal Dirgantara. Pria keras dan kasar yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan wanita pilihan Papa Farhan---ayah kandungnya, sebagai syarat untuk mendapatkan aset keluarganya.
***
Terbangun dari koma selama tiga bulan, Arumi Nadya Karima dikagetkan dengan status barunya yang tiba-tiba sudah menjadi istri dari pria kejam yang bahkan tidak dikenalinya sama sekali. Dan lebih parahnya lagi, ia hanya dijadikan alat untuk mempermudah jalannya mendapatkan aset Dirgantara dari ayah mertuanya.
Akankah Arumi mampu menjalini hari-harinya berganti status seorang istri dari pria keras dan kejam? Atau memilih pergi dari suaminya? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11 : Mulai Merasa Nyaman
..."Sifat sering kali bisa berubah, tidak menetap bagaimana kepribadiannya. Mau disembunyikan juga, tetap terlihat dari segi tingkah lakunya."...
...~~~...
Kini Arumi sudah memakan habis makanan yang dibawa Mama Rina tadi, sedangkan Alaska hanya fokus menatap ponselnya sesekali memperhatikan istrinya.
"Alhamdulillah," ucap Arumi sembari membereskan piring kotor bekas ia makan.
"Eettt! Kamu mau ke mana membawa piring-piring itu?" tanya Alaska yang melihat Arumi berdiri memegangi nampan bekas makannya.
"Eh, ini aku mau menyimpannya ke bawah sekalian mencucinya," tutur Arumi jujur walupun sedikit malu.
"Tidak perlu. Simpanlah di meja kembali! Nanti ada pelayan yang membawa ke sini dan membersihkannya," titah Alaska yang masih memegang ponselnya.
"Tapi aku ingin membersihkannya sendiri, tidak enak merepotkan terus," ujar Arumi terus terang.
"Sudah jangan membantah! Biarkan semua itu di situ, sekarang kamu ke sini!" pinta Alaska sembari menepuk-nepuk pinggir tempat tidur yang kosong.
"Iya Mas," ucap Arumi pelan sembari berjalan mendekati Alaska.
Alaska yang mendengar Arumi memangilnya dengan sebutan mas cukup kaget, dan juga ada perasaan senang di dalam hatinya. Entah ada apa dengan dirinya yang hanya dipanggil begitu saja malah sudah senang, padahal dari awal dia tidak ingin kehadiran wanita itu.
Setelah Arumi berada di samping tempat tidur, ia hanya berdiri diam saja kebingungan harus apa. Seketika Alaska melihatnya kembali, lalu menyimpan ponselnya di atas nakas.
"Duduklah di sini," pinta Alaska sembari memegangi tangan Arumi supaya cepat duduk di sampingnya.
Arumi hanya mengangguk dan pasrah jika ia harus melakukan kewajibannya, tapi ternyata berbeda dengan apa yang dipikirkannya.
"Tidurlah, kamu harus segera sembuh supaya aku bisa membawamu ke rumah baru kita," ujar Alaska mengusap lembut hijab yang dikenakan oleh istrinya itu.
"Aku baru makan Mas, tunggu dulu sebentar. Nanti baru aku tidur, ucap Arumi lembut. Ia mulai terhanyut juga dengan kelembutan Alaska yang ia pikir nyata.
"Ya udah, lima belas menit lagi kamu tidur!" tegas Alaska yang tidak ingin Arumi berlama-lama membuka matanya. Selain anjuran dokter juga yang meminta istrinya untuk banyak istirahat.
Arumi mengangguk, ia tidak bisa membantah walupun emang dirinya belum mau tidur karena masih siang.
"Sudah diminum obatnya?" tanya Alaska kembali.
"Sudah Mas," jawab Arumi. Ia merasa senang diperhatikan seperti itu oleh suaminya.
"Bagus. Mas usap-usap ya? Supaya kamu cepat tidur," ucap Alaska sembari mengulurkan satu tangannya untuk mengusap kepala Arumi yang masih tertutup hijab simpelnya.
Lagi dan lagi, Arumi hanya mengangguk apa yang suaminya bilang. Rasanya juga begitu nyaman ketika tangan besar itu mengusap kepalanya dengan sangat lembut. Sampai Arumi tidak menyadari kini ia sudah tertidur lelap di samping Alaska, padahal itu belum lima belas menit. Tidak mengapa menurut Alaska lebih cepat lebih baik.
"Akhirnya dia tidur juga, aku bisa tenang sekarang," ucapnya lega dan masih menatap wajah Arumi.
"Eh tapi, dilihat-lihat dia cantik juga ya saat tertidur sepertinya ini? Kirain pas dia tidur bakalan jelek walupun cantik," gumam Alaska pelan karena takut membangunkan sang istri yang baru saja terlelap.
"Heh apa yang kamu pikirkan Alaska! Sudahlah jangan dilihat terus, lama-lama kamu suka sama ni cewe. Ingat niat kamu dari awal jangan sampai semuanya terbaik!" tegas Alaska, mengingatkan dirinya sendiri akan rencananya tiga bulan yang lalu.
"Lebih baik aku segera pergi dari sini, melihat dia terus rasanya tidak tenang. Aku harus menyelesaikan pekerjaan aku juga yang sempat tertunda. Biarlah dia di sini sama perebut Papa itu, aku udah sangat muak harus memangilnya mama dan bersikap baik di depannya. Aku harap cewe ini cepat sembuh, lalu aku akan membawanya ke rumah baru kita. Drama ini akan selesai nanti," ucap Alaska pelan, sehingga tidak terdengar oleh Arumi yang mungkin sudah berada di alam mimpi.
Kini Alaska meninggalkan Arumi di kamarnya sendirian dalam keadaan tidur. Alaska hanya menuruni tangga sendiri, sedangkan Mama Rina dan Papa Farhan menatap heran putranya itu yang memakai baju rapih dan tidak ada Arumi di sampingnya.
"Mau ke mana kamu memakai baju rapih seperti itu?" tanya Papa Farah yang sedang santai di sofa ruang tengah bersama istrinya.
"Ada perkerjaan di kantor yang Alaska perlu kerjakan," jawab Alaska langsung pada intinya.
"Sudah kamu di rumah saja! Jaga istrimu! Lagian kamu juga baru bersama istrimu hari ini. Jangan buat dia merasa sendirian di rumah ini, karena kamu yang sering pulang larut," ucap Papa Farhan memberikan pengertian kepada Alaska.
"Tidak Pa, ini sangat penting dan mendesak. Alaska tidak bisa meninggalkannya begitu saja," ujar Alaska yang masih bersikeras dengan keputusannya.
"Lalu bagaimana dengan istrimu? Kamu akan tinggalkan Arumi sendiran begitu dalam keadaan sakit?" kata Papa Farhan terus melontarkan pertanyaan kepada putranya.
"Tidak begitu Pa, Arumi sekarang sedang istirahat di atas. Alaska sudah menemaninya tadi, lagian Alaska pergi sebentar tidak akan lama. Di sini juga ada Papa sama dia yang menjaganya." Tunjuk Alaska pada Mama Rina yang hanya diam.
"Kamu jangan bersikap seperti itu kepada Mamamu! Hentikan egomu itu, terimalah Mama Rina ini sebagai Mamamu. Dan jangan sampai Arumi mendengar semua ini! Kalau sampai saja dia tahu, Papa tidak akan segan-segan mencoretmu dari daftar pengalihan aset Dirgantara Group!" tegas Papa Farhan yang kini naik pitam.
"Ya sudahlah, Alaska coba lain waktu," balas Alaska singkat yang emang sudah tidak ingin berdebat jika mengaitkan soal itu.
"Alaska tinggal sekarang Pa, Mama! Tolong jaga istriku! Jika dia butuh apa-apa layani lah. Alaska akan cepat kembali," ucapnya penuh penekanan apalagi di saat memangil Mama Rina dengan sebutan mama.
Mama Rina terseyum. "Tentu saja Alaska, Mama akan menjaganya. Kamu tenang saja, bereskan saja urusanmu dulu," ucapnya dengan masih terseyum, karena akhirnya Alaska memanggilnya mama setelah sekian tahun lamanya, walupun permintaan dari Papa Farhan.
Alaska hanya mengangguk saja, lalu pergi meninggalkan keduanya tanpa mencium tangannya terlebih dahulu. Emang dari dulu Alaska kurang dalam adab dan tatakrama, sehingga membuatnya lupa akan sopan santun. Sudah berapa kali Mama Rina mengajarkannya, tetep saja tidak didenger karena Alaska sudah membencinya dari dulu.
"Dasar anak itu emang minim sekali adabnya, tapi untung Harun masih mau menerima Alaska sebagai calon dari Arumi. Jika saja dia tahu bagaimana Alaska, Papa sangat merasa bersalah memberikan Alaska kepada putrinya yang shalihah. Menyatukan meraka berdua, bagaikan langit dan bumi yang terbentang jauh, lihat saja Alaska masih tetep dengan keras kepalanya," tutur Papa Farhan kepada Mama Rina.
"Sudah, Papa jangan merasa bersalah seperti itu, ini kuasa Allah. Semua pasti akan baik-baik saja. Mama yakin suatu saat nanti, Arumi bisa merubah Alaska dengan sangat baik," ucap Mama Rina meyakinkan suaminya itu.