Yasmina Salsabilla atau yang akrab dengan sapaan Billa ini mengalami ketertinggalan dari teman-temannya yang sudah lebih dulu lulus kuliah disebabkan keterbatasan ekonomi dan membuatnya mengambil kuliah sambil bekerja. Akhirnya Billa dibantu oleh pamannya yang merupakan adik kandung dari almarhum ayahnya.
Dikarenakan mempunyai hutang budi, sang paman pun berniat menjodohkan Billa dengan anak salah satu temannya. Dan tanpa sepengetahuan sang paman, ternyata Billa sudah lebih dulu dilamar oleh Aiman Al Faruq yang tak lain adalah dosen pembimbingnya. Bukan tanpa alasan dosen yang terkenal dingin bak es kutub itu ingin menikahi Billa. Namun karena ia tidak mau mempunyai hubungan dengan sepupunya yang ternyata menaruh hati padanya. Aiman pun memutuskan untuk menikahi Billa agar sepupunya tidak mengganggunya lagi.
Bagaimana kisahnya, apakah Billa menerima lamaran dosennya ataukah menerima perjodohan dari pamannya?
Cerita ini 100% fiksi. Skip bila tidak suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisy Faya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curhatan Aruna
Billa mengerjapkan matanya berkali-kali, ketika melihat siapa yang sekarang berdiri di depan pintu kostnya.
“Mbak Aruna,” ucap Billa dengan suara tertahan.
“Boleh saya masuk? Saya ingin bicara sama kamu.” Tanya Aruna sopan.
“Ya-ya silahkan masuk mbak,” Billa mempersilahkan Aruna masuk ke dalam kostnya, dan duduk di sebuah sofa di depan TV.
“Terima kasih,” ucap Aruna sambil tersenyum manis ke arah Billa.
“Sebentar, saya buatkan minum,” Billa hendak beranjak namun ditahan oleh Aruna.
“Tidak perlu repot Billa, saya minum ini saja.” Ucap Aruna seraya menunjuk beberapa botol air mineral yang terletak di meja depan sofa, dan membuat Billa mengalah hingga akhirnya memilih duduk di sofa yang sama dengan Aruna.
“Maaf sebelumnya, mbak Aruna ada keperluan apa ya datang kemari?” Pertanyaan yang sejak di pintu tadi sudah ditahan oleh Billa akhirnya dikeluarkan juga.
“Kamu tinggal sendiri?” Bukannya menjawab pertanyaan Billa, Aruna malah mengajukan pertanyaan lain untuk Billa.
“Saya tinggal berdua dengan teman saya Ocha, tapi dia sekarang sedang pergi untuk wawancara kerja.” Jelas Billa dan ditanggapi dengan anggukan oleh Aruna.
“Tujuan saya datang kesini, ingin meminta maaf atas kesalahan mama dan papa saya terhadap kamu, saya tahu kamu pasti mendengar semua hal yang keluar dari mulut mama dan papa saya untuk kamu.” Ucap Aruna dengan penuh rasa bersalah.
Billa belum memberi tanggapan apapun atas ucapan Aruna. Pikirannya berkelana, memikirkan kenapa Aiman menolak perjodohan dengan gadis secantik dan sebaik Aruna.
“Mbak Aruna tidak perlu meminta maaf, karena saya tidak pernah menyimpan itu sebagai sebuah sakit hati apalagi sebagai sebuah dendam.” Ucap Billa sambil menatap lekat ke arah Aruna.
“Terima kasih Billa,” ujar Aruna.
“Mbak Aruna, boleh saya bertanya sesuatu, saya harap mbak Aruna tidak tersinggung dengan pertanyaan saya,” ucap Billa sedikit takut.
“Silahkan Billa,”
“Mbak Aruna sama Pak Aiman sudah lama kenal?” Tanya Billa hati-hati.
“Kamu memanggil dia bapak?” Aruna bertanya sedikit heran.
Billa mengangguk, “Iya mbak, Pak Aiman itu Dosen saya mbak,” jawab Billa.
“Oh jadi kalian bertemu di kampus,” Aruna mengukir senyum sendunya, “Saya sama mas Aiman sudah kenal dari kecil, kami sepupu. Kakek saya dan kakek mas Aiman itu saudara kandung.” Lanjut Aruna.
“Orang tua saya memang menginginkan saya bersama mas Aiman, tapi saya tahu kalau mas Aiman hanya menganggap saya sebagai adiknya tidak lebih.” Sambung Aruna.
“Saya bingung banget mbak terjebak di situasi seperti ini, saya belum siap dengan semua hal yang begitu mendadak terjadi dalam hidup saya.” Lirih Billa menunduk tanpa berani menatap ke arah Aruna.
“Apa yang kamu bingungkan Billa, kamu sekarang pemenangnya karena mas Aiman memilih kamu, kenapa saya berani mengatakan kamu pemenang, karena kamu adalah satu-satunya perempuan yang dekat dengan mas Aiman, dan dia juga sudah membawa kamu ke keluarganya, artinya kamu istimewa di hati mas Aiman.” Ucapan Aruna membuat Billa menatap ke arah gadis cantik itu, ada luka tersimpan di wajah ayu itu.
“Saya belum yakin akan rasa saya ke Pak Aiman mbak, saya belum memahami hati saya sepenuhnya. Tapi saya melihat ada begitu besar cinta untuk Pak Aiman dari mbak Aruna. Saya masih berharap semoga kalian memang ditakdirkan bersama.” Billa mengatakan hal itu dengan tenang, tanpa ada sedikitpun keraguan disana.
“Tidak Billa, Mas Aiman menginginkan kamu, bukan saya. Mas Aiman pasti akan sakit jika bukan kamu yang berada di sampingnya. Saya tidak berbohong Billa, jujur saya sakit mengingat hal ini, tapi tidak mungkin saya melawan takdir untuk memenangkan ego saya, bantu saya mengikhlaskan semuanya Billa.” Terlihat sekali Aruna dengan sekuat tenaga menahan air matanya.
“Maksud mbak? Saya tidak mengerti harus membantu mbak dengan cara apa?” Tanya Billa penuh kebingungan.
“Tetaplah bersama mas Aiman, bahagiakan dia, maka dengan melihatnya bahagia bersama kamu, maka saya akan memaksakan diri saya untuk mengikhlaskan hal yang memang sudah seharusnya saya lupakan sejak lama.” Ucap Aruna dengan sekuat tenaga memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja.
“Kenapa malah saya yang sakit mendengarnya mbak?” Billa tahu seberapa besar gadis di depannya ini menyimpan rasa sakit.
“Jangan kasihani saya Billa, saya tidak ingin terlihat lemah, bantu saya untuk tetap kuat. Jika saya sudah melihat mas Aiman bahagia dengan perempuan pilihannya, berarti itu alarm untuk saya segera berhenti mengharapkannya, selama ini saya terus mengharapkan mas Aiman karena saya belum pernah melihat dia dekat dengan perempuan manapun itu, tapi sekarang kehadiran kamu di hidup mas Aiman, memaksa saya untuk mundur perlahan dan menerima kenyataan bahwa tidak ada lagi ruang untuk dapat saya singgahi di hatinya.” Jelas Aruna dengan mata berkaca-kaca.
“Mbak Aruna, saya minta maaf,” pinta Billa tulus.
“Kamu tidak salah, jangan meminta maaf. Saya yang salah Billa, saya yang sudah menciptakan luka untuk diri saya sendiri.” Tegas Aruna pada Billa.
Lama mereka terdiam dan sibuk dengan pemikiran masing-masing. Billa benar-benar tidak tega melihat Aruna menerima sakit sedalam itu karena perasaan tak terbalasnya kepada Aiman. Namun Billa juga tidak tahu harus berbuat apa.
“Mbak, kalau seandainya saya menolak pak Aiman, apa itu cukup untuk mengembalikan kebahagiaan mbak?” Billa heran kenapa harus ada pertanyaan seperti itu yang keluar dari bibirnya.
“Dengan kamu menolak mas Aiman, bukan berarti dia akan datang dan memilih saya sebagai pengganti kamu. Itu tidak akan terjadi Billa, penolakan kamu hanya akan membuat mas Aiman sakit. Jadi jangan lakukan itu Billa.” Aruna memaksakan senyum pahit di akhir kalimatnya.
Billa terdiam, tidak tahu harus mengatakan apa lagi, otaknya sudah penuh dan panas. Billa benar-benar berada dalam sebuah lingkaran masalah yang tiada hentinya. Ia hanya berdoa semoga Tuhan tetap memberinya kekuatan dan kewarasan untuk melewati semua ini