Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Maxime Keano, bahwa dia akan menikahi seorang gadis yang masih SMA.
"Barang siapa yang bisa menemukan kalungku. Jika orang itu adalah laki-laki, maka aku akan memberikan apapun yang dia inginkan. Tapi jika orang itu adalah perempuan, maka aku akan menikahkan dia dengan cucuku." Ucap sang nenek.
Tak lama kemudian, datang seorang gadis remaja berusia 18 yang yang bernama Rachel. Dia adalah seorang siswi SMA yang magang sebagai OB di perusahaan Keano Group, Rachel berhasil menemukan kalung sang nenek tanpa mengetahui sayembara tersebut.
"Ingat, pernikahan kita hanya sementara. Setelah nenekku benar-benar sehat, kita akan berpisah. Seumur hidup aku tidak pernah bermimpi menikah dengan seorang bocah sepertimu." Maxime Keano.
"Kamu pikir aku ingin menikah dengan pria arogan dan menyebalkan sepertimu? Menikah denganmu seperti musibah untukku." Rachel Calista.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Permisi Pak, saya ketua O..."
Rachel sangat terperanjat ketika melihat seseorang yang sedang duduk sendirian di dalam ruangan tersebut. Apakah dia tidak salah lihat atau matanya sedang bermasalah, mengapa mantan bosnya yang sangat menyebalkan itu berada di ruangan khusus pemilik sekolah?
"Astaga! Ternyata si kuyang adalah cucu dari pemilik sekolah ini." Gerutu hati Rachel.
Rachel pikir setelah dia keluar dari pekerjaannya, dia tidak akan pernah berurusan lagi dengan Maxime. Tapi ternyata dia tidak bisa lepas dari jeratan pria dewasa itu, Maxime adalah cucu dari pemilik sekolah. Dan kenyataan ini seakan menjadi mimpi buruk bagi Rachel.
"Hm, jadi kamu ketua OSIS di sekolah ini? Attitude kamu sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang ketua OSIS." Maxime menyinggung dengan sikap Rachel yang tidak sopan kepadanya semalam.
Rachel pun menghela nafas dengan berat, sepertinya Maxime sengaja datang ke sekolah untuk mengintimidasi nya. Kemudian dia menjawab perkataan Maxime, "Biasanya aku selalu bersikap sopan kepada siapapun, apalagi kepada orang yang jauh lebih tua. Hanya saja aku juga memiliki hak untuk membela diri. Walaupun kamu om-om dan seorang CEO, tapi bukan berarti aku harus selalu nurut dan bisa ditindas seenaknya."
Jawaban Rachel semakin membuat Maxime kesal. Apalagi Rachel memanggilnya om-om. Seakan dirinya sudah tua. "Kamu panggil aku apa tadi? Om-om?"
Rachel malah terkekeh, "Ya iyalah om-om, masa bapak-bapak?"
Maxime mengigit bibir bawahnya, dia memandangi Rachel dengan tatapan kesal. Sepertinya bocah itu sama sekali tidak ada rasa takut kepadanya. "Apa kamu tidak tahu kalau aku adalah cucu dari pemilik sekolah ini? Aku bisa saja mengeluarkan kamu dari sekolah dan mencabut beasiswa kamu?"
"Pasti sangat memalukan. Tiba-tiba ada berita seorang siswa dikeluarkan dari sekolah hanya karena memanggil cucu pemilik sekolah dengan sebutan om-om?" Rachel berbicara kepada Maxime dengan posisinya masih berdiri, tak jauh dari Maxime.
Sikap Rachel malah semakin membuat Maxime menjadi naik darah. Dia segera berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Rachel. "Jadi kamu berani menantangku?"
Rachel sangat terkejut, sampai di berjalan mundur karena Maxime terus berjalan mendekatinya. "A-aku tidak..."
"Kamu tidak takut padaku?"
Namun, Rachel tidak bisa berjalan mundur lagi. Karena punggungnya mentok di dinding. Yang membuat dia jauh lebih terkejut adalah ketika menyadari bahwa jaraknya dengan Maxime sangat dekat sekali. Maxime mengunci tubuhnya dengan kedua lengannya yang menempel di dinding. Rachel menelan saliva memandanginya.
"Hei bocah, apa kamu tidak tahu sekarang ini kamu sedang berhadapan dengan siapa? Aku adalah Maxime Keano. Siapapun tidak ada yang berani membantahku ataupun melawanku." Maxime mencoba untuk memperingatkan Rachel. Agar Rachel sadar diri bahwa orang rendahan seperti Rachel tidak seharusnya berani melawan Maxime.
"Tapi apa perlu kita berbicara dengan posisi seperti ini?" Tanya Rachel dengan raut wajahnya yang memerah. Maklum saja gadis itu masih benar-benar polos, untuk pertama kalinya dia berbicara dengan lawan jenis dengan jarak yang sangat dekat.
Maxime menjadi salah tingkah ketika menyadari bahwa jaraknya dengan Rachel sangat dekat sekali. Mengapa juga dia harus mengunci tubuh gadis itu di dinding.
Ceklek!
Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang sedang membuka pintu, Maxime segera menjauhkan jaraknya dengan Rachel.
Rupanya orang yang membuka pintu adalah Alvin. Dia sengaja datang kesana untuk menemui Maxime.
"Maxime..."
Dulu Alvin dan Maxime pernah sekolah dan kuliah di tempat yang sama. Sehingga pantas saja jika mereka saling mengenal satu sama lain.
Alvin mengerutkan keningnya ketika melihat ada Rachel di ruangannya Maxime. "Rachel? Kenapa kamu ada disini?"
Maxime yang menjawab pertanyaan dari Alvin, "Aku hanya ingin tahu siapa ketua OSIS disini. Makanya aku menyuruh dia datang menemuiku."
Alvin percaya begitu saja dengan jawaban Maxime, "Oh begitu."
Rachel sangat bernafas lega, Alvin bagaikan dewa penolong untuknya, sehingga dia bisa lepas dari jeratan Maxime. Rachel tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia segera berpamitan kepada Alvin dan Maxime untuk pergi. "Bell sudah berbunyi, aku harus belajar. Kalau begitu aku permisi."
Maxime sebenarnya sangat keberatan Rachel pergi begitu saja karena dia belum selesai bicara dengan gadis itu. Yang dia inginkan Rachel meminta maaf kepadanya dan tidak akan berani lagi melawannya. Tapi kedatangan Alvin sungguh sangat menganggu.
Rachel berjalan setengah berlari menuju kelas, dia mengusap-usap dadanya sambil berbicara, "Terimakasih Pak Alvin, kamu memang guru idolaku."
Rachel berkata seperti itu, karena Alvin, dia bisa keluar dari ruangannya Maxime. Membuat dia teringat dengan kejadian tadi ketika Maxime mengunci tubuhnya di dinding. Wajah Rachel memerah membayangkannya, mungkin karena jarak mereka sangat dekat sekali. Maklum saja gadis itu masih polos.