"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
"Aira!" Antares sangat terkejut melihat kepala Aira yang ada dalam dekapannya. Dia akhirnya melepas dekapan itu. "Kenapa kamu bisa ada di sini?"
"Aku mau ambil Bintang." Aira berdiri sambil menyugar rambutnya. Dia membalikkan badannya dan kembali ke kamarnya.
Antares duduk dan melihat kedua tangannya yang baru saja mendekap kepala Aira dan mengusap rambutnya. "Kenapa aku bisa lakukan itu?" Kemudian dia berjalan menuju kamarnya.
Antares sudah tidak bisa tidur lagi. Dia terus membayangkan Aira. Semua rasa itu semakin hari semakin nyata.
Hingga matahari terbit, akhirnya dia memutuskan untuk mandi lalu bersiap ke kantor.
Dia menatap pantulan dirinya di cermin setelah menyisir rambutnya lalu memakai dasi. "Apa aku sudah terlihat tua?"
Antares semakin mendekati cermin dan menatap wajahnya. "Tidak. Masih belum terlihat kalau udah umur 30 tahun," jawabnya sendiri sambil tersenyum kecil, lalu dia keluar dari kamar sambil membawa jas dan tasnya.
Dia berjalan menuju ruang makan dan melihat Aira yang sudah sibuk di dapur bersama mamanya. "Aira, hari ini kamu tidak usah bekerja dulu. Kamu istirahat saja sehari di sini," kata Antares. Dia mengambil su su hangat lalu meneguknya pelan.
"Mama sudah bilang sama Aira agar hari ini tidak bekerja dulu. Nanti Mama mau ajak Aira jalan-jalan," kata Shena. Dia menarik Aira agar ikut duduk di meja makan.
"Jalan-jalan apa shopping?" tanya Sky.
"Dua-duanya, Pa."
Kemudian mereka menikmati makan pagi bersama sambil sesekali mengobrol santai.
Selesai sarapan, Antares keluar dari rumahnya setelah berpamitan pada kedua orang tuanya. Dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang.
Terlihat Aira berlari menghampiri mobil itu dan mengetuk kaca mobil Antares.
Antares segera membuka kaca mobil itu. "Ada apa?" Detak jantungnya kembali berdegub dengan cepat saat melihat senyuman Aira dari jarak yang sangat dekat.
"Aku buatkan bekal. Jangan kebanyakan makan di luar, tidak bagus." Aira memberikan tas bekal untuk Antares.
"Iya, terima kasih." Kemudian Antares menutup kaca mobil itu dan menyuruh Anton melajukan mobilnya. Dia tersenyum kecil menatap bekal yang sekarang ada tangannya. Sebelumnya dia memang tidak mau membawa bekal ke kantor karena terkadang jadwal makannya berantakan tapi jika Aira yang membuatkan untuknya, tentu saja dia akan menerimanya dengan senang hati.
Beberapa saat kemudian, mobilnya sudah berhenti di tempat parkir. Baru saja Antares turun, ada seorang pria yang menghampirinya.
"Apa Aira ada sama kamu? Dia bekerja hari ini?"
Antares tersenyum miring mendengar pertanyaan Fadil. Sepertinya Toni sudah menceritakan semua hingga membuat Fadil buru-buru menemuinya. "Kita bicara di dalam." Antares berjalan masuk ke dalam perusahaannya yang diikuti oleh Fadil. Mereka masuk ke dalam lift dan menuju lantai lima.
Setelah sampai di lantai lima, dia menemui Riko terlebih dahulu. "Riko, kamu cek barang yang akan dikirim hari ini. Aku ada keperluan sebentar."
Riko menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak." Dia melirik Antares yang kini masuk ke dalam ruangannya bersama pria paruh baya itu. "Aku tidak pernah melihatnya, siapa dia?" Kemudian Riko pergi dari tempat itu mengerjakan apa yang disuruh bosnya.
Antares kini duduk berhadapan dengan Fadil.
"Apa Aira bersama kamu?" tanya Fadil lagi.
"Apa kamu masih peduli dengan Aira? Kemarin dia hampir tenggelam di rumah Toni. Tidak menyangka seorang Ayah tega menjual anaknya sendiri."
"Aku tidak menjualnya. Hanya memberikan yang terbaik untuk Aira."
"Memberikan yang terbaik?" Antares tersenyum miring sambil menatap tajam Fadil. "Siapa Ayah kandung Aira?"
Fadil terkejut mendengar pertanyaan itu. "Aira anak kandungku. Maksud kamu apa bertanya seperti itu."
"Ayah kandung tidak mungkin tega menyiksa anak perempuannya. Oke, kalau tidak mau mengaku, aku bisa mencari tahu sendiri. Mulai sekarang jangan lagi mengganggu hidup Aira."
"Aku ke sini untuk meminta agar kamu menerima pengajuan banding Toni untuk bekerjasama kembali," kata Fadil.
Antares berdecak. Dia mengambil ponselnya dan melihat e-mail masuk lagi dari Toni. "Tidak akan!"
"Kalau begitu beri aku uang 50 juta, aku akan serahkan Aira padamu."
Antares mengepalkan tangannya. Mendengar permintaan itu membuat hatinya sakit, apalagi jika Aira sampai mendengarnya sendiri.
Antares berdiri dan mengangkat gagang teleponnya menghubungi petugas keamanan perusahaannya. "Satpam, bawa pergi orang yang ada di ruanganku."
Fadil memukul meja dan berdiri. "Kamu tidak perlu mengusirku seperti itu! Kamu sombong sekali!"
"Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu manfaatkan." Kemudian Antares duduk di kursi kebesarannya.
"Kamu!" Emosi Fadil memuncak tapi dia menghentikan perkataannya saat dua satpam datang. Dia berbalik dan pergi dari ruangan Antares.
"Aku harus segera menyelidiki masalah ini, jangan sampai membahayakan keselamatan Aira. Siapa sebenarnya orang tua kandung Aira?"
***
"Aira, ini cocok untuk kamu." Shena mengambil beberapa stel baju untuk Aira.
Aira menggelengkan kepalanya dan mengembalikan baju itu ke tempatnya. "Aku ke sini menemani Tante. Tante saja yang pilih."
"Tante ke sini mengajak kamu shopping, jadi kamu harus beli." Tanpa menunggu persetujuan dari Aira, Shena mengambil beberapa stel baju dan juga tas untuk Aira. "Jangan menolak!"
"Tapi, Tante ...."
"Tidak apa-apa. Jangan tolak pemberian dari Tante."
Aira hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian dia mengikuti Shena ke kasir untuk membayar barang belanjaan itu.
Kemudian Aira membawa lima paperbag itu lalu berjalan dengan Shena setelah membayar semua barang-barangnya.
"Kita makan di sini saja." Shena menggandeng tangan Aira dan mengajaknya masuk ke dalam sebuah kafe.
Langkah Aira berhenti saat melihat Yudha sedang bersama teman-temannya di kafe itu dan melihatnya.
"Aira, sini duduk," kata Shena sambil duduk di kursi yang kosong karena saat itu kafe cukup ramai.
"Kak Aira, habis shopping? Sekarang sudah menjadi orang kaya ya. Ternyata Kak Aira juga sama saja, lebih memilih yang menguntungkan dalam hidup," kata Yudha dengan nada merendahkan Aira.
Aira akan membalas perkataan Yudha tapi urung karena dia tidak mau membuat mamanya Antares malu. Dia meletakkan paperbag itu di dekat Shena. "Maaf Tante, saya permisi dulu." Aira segera keluar dari kafe itu.
"Aira!" Shena berdiri dan membawa semua paperbag itu, tapi sebelum pergi dia mendekati Yudha yang masih tertawa dengan teman-temannya. "Kamu adiknya Aira? Yang sopan sama kakak kamu!"
Kemudian Shena keluar dari kafe itu dan mencari keberadaan Shena. "Aduh, Aira kemana? Ares bisa marah kalau tahu Aira kenapa-napa." Shena berjalan jenjang ke toilet. Ya, mungkin saja Aira ada di sana.
Tebakannya benar, dia melihat Aira berdiri di depan washtafel. "Aira, kenapa?" Shena mendekat dan memeluk Aira yang sedang membasuh wajahnya berulang kali.
"Aku malu, Tante, keluargaku seperti ini. Aku tidak mau memanfaatkan Pak Ares dan kebaikan Tante."
"Tidak apa-apa. Kita pulang saja. Jangan bersedih lagi. Mulai sekarang, kamu harus memulai hidup kamu yang baru. Tidak perlu memikirkan mereka lagi." Shena mengambil tisu di dalam tasnya dan mengeringkan pipi Aira.
Aira terus menatap Shena yang perhatian padanya. Seandainya saja dia mempunyai keluarga seperti keluarga Antares pasti dia sangat bahagia.
💕💕💕
Jangan lupa komen ya.
semangat Othor..
biar hidup Aira tenang,Antares juga bahagia bisa menemukan pengganti Dara...
Asekkk.. 💪💪💪💪💪👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻