FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Perihal Tidur Satu Ranjang
°°°
Rara masuk ke dalam kamar menyusul suaminya yang sudah lebih dulu, membawakan teh hangat dan kue yang seperti tadi ia bawakan untuk kakek. Ia meletakkannya di atas meja.
"Berserakan lagi," gumamnya.
Rara sama sekali tidak kesal menatap pakaian kotor suaminya yang berserakan di atas kasur dan sebagain di lantai, hanya saja ia merasa lucu dengan tingkah pria itu.
Setelah membereskan baju kotor tadi, kemudian Rara mengambilkan baju ganti untuk Revan, ia memilih baju rumahan yang nyaman di pakai.
Ternyata Revan telah selesai dengan ritual mandinya, lalu melihat sang istri di depan lemari dengan pintu terbuka. Pikirnya Rara pasti sedang mengambilkan baju untuknya, kemudian ia berjalan ke belakang gadis itu. Perlu diingat ya, Rara memang masih gadis.
"Mana bajuku."
Revan yang tiba-tiba bersuara tepat dibelakang tubuh Rara membuat gadis itu terlonjak kaget dan langsung berbalik, tapi karena dia berdiri terlalu dekat tanpa sengaja tubuh mereka bersentuhan.
Rara yang menyadari tubuh mereka terlalu dekat segera menjauh kebelakang tapi kepalanya hampir saja terbentur lemari karena kakinya berdiri dengan tidak seimbang. Untunglah Revan segera menariknya hingga terjelembah di dada bidangnya.
Mereka saling menatap satu sama lain, tangan Rara menempel di dada Revan yang tidak terbungkus kain itu dan menyebabkan getaran aneh.
"Kak ini bajunya," ujar Rara yang tidak nyaman dengan posisi mereka.
"Terimakasih."
Revan segera menyambar bajunya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Nyatanya bukan hanya Rara yang memerah wajahnya, suaminya pun sama. Itulah kenapa ia buru-buru pergi, agar tidak ketahuan oleh istrinya.
"Kak ini teh hangat dan kue nya sudah aku bawakan kemari. Aku akan turun kebawah untuk membuat makan malam."
Revan hanya mengangguk, kejadian tadi masih membuatnya gugup.
Kenapa dengan reaksi tubuhku, biasanya aku tidak pernah seperti ini di dekat wanita.
Ya, sudah sering Febby merayunya tapi Revan tidak sedikitpun tertarik, tapi Rara yang masih menggunakan pakaian lengkap bahkan memakai kerudung malah menimbulkan reaksi aneh di tubuhnya.
Tiba-tiba ponselnya berdering saat Revan sedang menikmati teh dan kue buatan istrinya.
Febby yang menelpon, ia segera mengangkatnya tidak ingin mendengar ia mengomel esok hari.
"Sayang kau sedang apa?"
"Minum teh." Revan menjawab dengan singkat.
"Mamah menanyakanmu tadi, sudah lama kau tidak mampir ke rumah."
"Kapan-kapan jika tidak sibuk, kau tau kan aku harus segera menyelesaikan kuliah ku. Kasian kakek jika terus mengurus perusahaan."
"Iya sayang, aku mengerti. Nanti aku sampaikan pada mamah."
Itulah yang Febby tunggu-tunggu, Revan segera mengambil alih perusahaan keluarganya dan segera menceraikan istrinya.
"Apa ada lagi yang mau kau bicarakan?" tanya Revan yang waktunya sedikit terganggu saat sedang menikmati teh dan kue yang begitu lembut di mulutnya.
"Tidak ada, baiklah sampai jumpa besok."
Revan tidak menjawab apapun lagi lalu mematikan panggilan itu, ia memang seperti itu setiap kali Febby menelpon. Bukan karena adanya Rara saat ini di hidupnya. Sebenarnya hal itu sudah sangat membuktikan jika dia tidak mencintai kekasihnya itu. Tinggal menunggu waktu yang menunjukkan.
,,,
Di meja makan. Kakek, Revan dan Rara sedang menyantap makan malamnya. Sama seperti tadi pagi kakek memuji masakan cucu menantunya. Revan juga senang melihat kegembiraan kakek, sepertinya istrinya sukses membuat kehidupan keluarga itu kembali berwarna.
"Oh iya, apa kau sudah mendaftarkan Rara di kampusmu, Van," tanya kakek pada Revan.
"Sudah Kek, minggu depan Rara bisa mulai masuk kuliah."
Rara senang mendengarnya, ia bisa kembali melanjutkan pendidikan yang sempat terhenti karena pernikahan mereka. Namun, ia berjanji tidak akan melupakan kewajibannya sebagai seorang istri.
Setelah tadi menemani kakek mengobrol, Rara kembali ke kamarnya. Lalu ia merapikan sedikit tempat tidurnya agar terlihat rapi.
Kemudian ia ingat sejak tadi tidak melihat suaminya, tidak tau kemana perginya. Setelah selesai makan Revan naik ke atas dan tidak kelihatan lagi. Kata kakek, suaminya sedang mengerjakan skripsi nya di ruangannya.
Selesai dengan merapikan kamar, Rara lantas masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian tidur. Sebenarnya ia masih bingung mau melepas kerudung atau tidak saat tidur dan di depan suaminya. Namun, mereka sudah sah jadi halal bagi suaminya jika melihatnya tanpa menutup aurat.
Meski dia tau Revan tidak mungkin meminta haknya sekarang ini, tapi ia akan terus berusaha agar suaminya mau mencoba mencintainya.
Selesai berganti baju pendek dan melepaskan kerudungnya Rara keluar dari kamar mandi, tapi ia tak menyadari sejak tadi ada mata yang tidak berkedip menatap nya.
Revan masuk kedalam kamar saat Rara dalam kamar mandi, dia kembali karena ingin membicarakan perihal tidur di ranjang yang sama. Semalam mereka belum membicarakannya, dia takut jika istrinya keberatan soal itu. Tetapi apa yang dilihatnya saat ini membuat ia mengagumi sosok istrinya itu.
Revan akui jika istrinya memang sangat cantik, rambut hitam panjang serta kulit putih mulusnya yang sedikit terlihat karena memakai lengan dan celana pendek membuatnya panas dingin.
"Eheemmm." Revan bersuara.
Rara tersentak kaget, sepertinya dia belum juga sadar jika sejak tadi suaminya memperhatikannya.
"Ada yang ingin aku bicarakan," ujar Revan mencoba menetralkan suhu tubuhnya yang tadi sempat memanas.
Rara mengerti kemudian ia duduk diujung sofa yang sama.
"Maaf jika semalam aku membuat kita tidur satu ranjang yang sama, sedangkan aku belum menanyakannya padamu. Hari ini mari kita putuskan, apa kau tidak keberatan jika kita tidur satu ranjang."
Revan berhenti sejenak.
"Jika kau keberatan aku akan tidur di sofa karena tidak mungkin kita pisah kamar, ada kakek yang pasti melarang."
"Jadi bagai..."
"Aku tidak keberatan," jawab Rara dengan cepat lalu memotong perkataan suaminya. Kemudian ia segera beranjak dan berjalan ke sisi ranjang, lalu masuk dalam selimut, membelakangi Revan yang masih tertegun dengan reaksinya.
Revan pun keluar dari kamar setelah pembicaraan mereka selesai, kembali ke ruang belajarnya untuk mengerjakan skripsi yang harus segera ia selesaikan.
Entah kenapa sikap Rara membuatnya senang. Sama sekali tidak ada penolakan dari raut wajahnya, gadis itu jujur mengenai menerima perjodohan yang dilakukan kakek-kakek mereka dengan atas keinginannya sendiri. Tidak ada kesedihan atau penyesalan, padahal masa mudanya masih panjang.
Sejenak Revan malu pada dirinya sendiri, sebagai laki-laki ia malah tidak bisa menerima perjodohan itu pada awalnya. Meski sekarang ia mulai paham jika gadis pilihan kakek itu memang bukan hanya cantik dari luar, setiap kali melihatnya sebuah pancaran dari dalam dirinya mampu membuat orang nyaman.
Apa aku juga harus mulai menerima perjodohan ini, itu artinya aku harus menyakiti Febby. Namun, dia begitu baik selama ini, dia juga menerima dengan lapang dada saat aku menikahi gadis lain. Bagaimana aku bisa tega menyakitinya.
Pikiran Revan berkecamuk.
Pria itu masih belum bisa melepaskan kekasihnya, selama ini dia tidak menemukan celah dalam diri Febby. Meski sebenarnya saat kakek menunjukkan semua bukti tentang gadis itu, dia juga ragu untuk percaya tapi pada akhirnya bujuk rayu dan air mata gadis itu membuatnya percaya.
,,,
Di kamar Rara sebenarnya belum tertidur, masih memikirkan kata-kata suaminya yang membicarakan masalah tidur satu ranjang. Bukannya Rara tidak tau malu tapi baginya ini adalah awal yang baik untuk rumah tangga mereka. Tidak masalah jika kita tidur satu ranjang dengan pasangan halal kita.
"Aku tau hatimu saat ini bukan untukku kak, tidak apa-apa. Perlahan-lahan aku akan berusaha mengetuk hatimu hingga terbuka untukku."
Rara belum juga terpejam setelah suaminya keluar dari kamar itu. Selalu berdoa dan berharap benih-benih cinta akan hadir diantara mereka suatu hari nanti.
to be continue...
°°°
Yuk goyang jempol nya jangan lupa.
Like, komen, vote kalau punya.
Komen apapun yang kalian ingin sampaikan pada author, kritik, saran, pujian. hehehe.
Sehat selalu pembacaku tersayang.