Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Jam Update pukul 9.00 pagi dan malam pukul 19.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Semua Gara-gara, Lu!
Sami berhasil menahan kaki Rumi, sekarang, pria itu tergantung di jendela. "Sam! Jangan lepasin gua, gua masih mau hidup!" teriak Rumi, dia sudah menangis dan tidak membayangkan apa jadinya jika dirinya jatuh dari ketinggian lantai lima itu.
Dengan sekuat tenaga, Sami menarik kaki itu, kemudian ada sepasang tangan yang membantu, dia adalah Junaidi yang sudah berdiri di samping Sami.
"Jun," ucap lirih Sami dan Junaidi yang masih dalam keadaan lemas itu hanya sedikit mengangguk.
Singkat cerita, sekarang Rumi sudah kembali ke kamar Junaidi, dia duduk di bawah jendela, terlihat sangat frustasi, dia menangis tak berhenti memukuli kepalanya sendiri.
Junaidi menahan tangan itu, dia menatap datar sahabatnya. "Sabar, kita lalui ini sama-sama, gua yakin kita akan selamat," ucapnya dan Rumi bangun dari duduk, dia mendorong pria berpakaian rumah sakit itu sampai punggungnya membentur dinding.
"Ini semua gara-gara lu, Jun!" sergahnya dan Junaidi hanya bisa pasrah, memang benar apa yang dikatakan Rumi.
"Kalau udah begini, gua harus gimana, terang-terangan ada yang ngincer gua, tapi gua nggak bisa lapor polisi!" ucap Rumi, dia menggeram, mencengkram kerah baju Junaidi.
"Gini aja, kalau kita ngga ke paranormal, gimana kalau kita ke ustadz, biar kita ruqyah Rumi, gimana?" tanya Sami, dia melepaskan tangan Rumi dari kerah baju Junaidi, dia sendiri yang sebenarnya juga kesal dengan sahabatnya itu, tapi mau bagaimana lagi, tidak ada satupun orang di dunia ini yang mau sengsara.
"Ini baru solusi!" jawab Rumi seraya menatap tajam Junaidi.
"Maaf, gua cuma bikin kalian repot," timpal Junaidi yang kembali ke ranjang, dia mulai berbaring dan di sisinya ada Melati yang tersenyum padanya.
Visual Hantu Cantik Melati.
Sekarang, hantu itu menggenggam tangan Junaidi, dia meminta maaf karena sempat mengabaikannya. "Bang, maafin aku, aku sempat mikir aneh sebelumnya," ucapnya dengan lirih.
"Mikir aneh apa?" tanya Junaidi, dia penasaran dan Melati tak mau menjawabnya.
"Pokoknya maafin aku," jawab Melati dan Junaidi mengangguk, "gua lelah banget, gua mau istirahat dulu," lanjutnya seraya membenarkan selimutnya dan sekarang dia memejamkan mata tanpa melihat pada dua sahabatnya yang sedang terheran-heran.
"Gila, kasmaran, kok, sama hantu!" cibir Rumi seraya menatap tajam Junaidi.
"Udah, sabar. Selagi hantu itu nggak ganggu, kita liatin aja," sahut Sami, dia mengusap punggung sahabatnya yang terlihat masih emosi.
Benar saja, Rumi menyingkirkan tangan Sami dari punggungnya, dia pun mengambil kursi dan mulai duduk di kursi tersebut.
Sementara Sami, dia duduk di tepi ranjang, memainkan ponselnya mencarikan rumah ruqyah untuk Rumi. "Ya Allah, astagfirullah," ucap Sami dengan lirih, dia merasa sangat lelah, bahkan rasa sakit di sekujur tubuhnya masih dia rasakan dan malam ini dia harus berjaga, takut Rumi melakukan hal gila lagi.
"Tidur, biar gua jaga kalian!" perintah Sami seraya menatap dua sahabatnya.
"Astaga, dia paling dewasa kayanya, seandainya aku manusia, mungkin aku bakalan bingung antara milih Bang Juna atau Bang Sami, hihiii," ucap Melati dengan lirihnya, dia menertawakan dirinya sendiri yang sepertinya cukup konyol.
Esok paginya, Sami masih tetap terjaga, dia memainkan ponselnya untuk mengusir kantuk semalam suntuk ini.
"Eh, dah bangun, lu!" kata Sami saat melihat Junaidi merubah posisinya menjadi duduk dan pria yang terlihat pucat itu hanya diam.
Tidak lama kemudian pintu ruang rawat itu terbuka dan Junaidi sedikit terkejut saat melihat siapa yang datang, mereka adalah ibu dan adiknya juga sahabat adiknya, yaitu Riri.
"Ibu, Hana, Riri," sapa Junaidi seraya memperhatikan mereka, dia pun bertanya-tanya dalam hati, kenapa mereka ada di sini.
Mengetahui kebingungan itu, Rumi pun segera bangun, dia mengatakan kalau dirinya lah yang sudah menghubungi keluarga Junaidi. "Gua takut lu kenapa-napa , makanya gua kabarin ibu sama Hana," ucapnya.
Sekarang, Marni meletakkan tasnya di dekat nakas, dia menangis melihat putranya yang terluka sendirian di perantauan. Wanita berpakaian sederhana itu mengusap pucuk kepala putranya.
"Juna udah besar, Bu. Juna juga nggak kenapa-napa," ucap pria muda itu seraya menggenggam tangan sang ibu.
"Berhubung di sini udah ada ibu sama Hana, gua pergi dulu, Jun!" kata Sami seraya menepuk bahu Rumi, pria yang berdiri di depan Sami pun mengangguk.
Sekarang, tujuan mereka adalah rumah ruqyah dan mereka pergi dengan memesan taksi online. "Tolong, jangan macem-macem, lu. Gua capek banget, sumpah!" Sami memperingatkan.
Sekarang, kendaraan mulai melaju, meninggalkan area rumah sakit.
****
Di ruang rawat Junaidi, suster baru saja mengantarkan makanan untuk pasien, dengan cekatan, Riri menerimanya. "Makasih, sus," ucapnya dan apa yang dilakukan Riri berhasil membuat Melati sedikit cemburu, dia yang berdiri di dekat jendela itu memanyunkan bibirnya.
"Cie, yang ngotot minta ikut, ternyata pengen ngerawat Mas Juna, cie," ucap Hana, dia sengaja menggoda Riri dan saat itu juga, Junaidi meminta nampan itu, dia meminta pada adiknya untuk menyuapinya.
"Kamu aja yang suapin Mas, Han!" perintahnya dan Hana mengangguk, dia pun menurut.
"Seandainya aku manusia, aku yang akan merawat Abang," gumam Melati dalam hati, hantu cantik itu tak tahan dengan tatapan Riri yang terlihat begitu mengagumi Junaidi, dia pun memilih pergi, sekarang Melati sudah duduk di kursi panjang depan ruangan itu, dia menunduk dan seperti kehilangan arah saat sedang cemburu seperti ini.
****
Di perjalanan, Sami dan Rumi mengalami kecelakaan, taksi yang mereka tumpangi tiba-tiba saja ada yang menyeruduk dari belakang.
"Kayanya, kita nggak bisa tunda lagi, Sam. Udah, kita langsung ke rumah ruqyah aja, nggak usah ke rumah sakit, cuma kaget doang kok, ini," ucap Rumi yang sekarang berdiri di trotoar, badannya menunduk dengan dua tangan di lutut.
"Gila banget, dia ngincer lu gila-gilaan, Rum!" sahut Sami, dia menepuk punggung sahabatnya itu, sementara kasus kecelakaan sudah ditangani oleh pihak yang berwajib.
"Tapi, lu ngerasa nggak, sih? Lu masih selalu dilindungi, makanya lu masih ada di sini," sambung Sami dan Rumi menarik nafas dalam.
Sekarang, mereka melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki di trotoar menuju rumah ruqyah tersebut yang terlihat sudah semakin dekat.
Tanpa Pak Kumis ketahui kalau ini adalah akhir darinya yang sudah menyekutukan Tuhan dan memakan tumbal yang tak sedikit.
Sementara itu, sekarang sudah waktunya dia memberikan tumbal, tapi dia belum juga mendapatkan Rumi. Pak Kumis masih terus berusaha, dia di ruangannya dengan mulut komat-kamit di depan sesembahannya.
Nafasnya mulai terasa berat, dia merasa kalau Rumi ada yang melindungi dan nyatanya, pria muda itu sedang di ruqyah, Pak Ustadz sudah membacakan ayat-ayat suci untuk mengusir gangguan tersebut.
"Uuueeekkk!" Rumi memuntahkan isi perutnya ke dalam kantong yang sudah disediakan pihak rumah ruqyah.
"Aaaakhh! Sakit!" teriak Rumi kemudian.
"Pergi, kembali kamu ke pemilikmu!" bentak Pak Ustadz, dia kembali fokus membacakan ayat-ayat suci khusus ruqyah dan saat itu juga, sesajen milik Pak Kumis meledak, mengenai wajahnya, membuat pria keji itu terjengkang dan mengeluarkan dadah dari mulutnya.
Glek! Pria paruh baya itu tergeletak di dalam ruangannya seorang diri dan karena dia gagal memberikan tumbal, maka dirinya yang menjadi pengganti Rumi.
Pria itu diseret paksa oleh jin peliharaannya selama ini. "Tolong!" teriaknya dan semua sudah berakhir, tidak ada yang bisa menolong dia, dia yang menyekutukan Tuhan.