Leo XII, Raja Kejahatan Dunia, adalah sosok yang ditakuti oleh banyak orang, seorang penguasa yang mengukir kekuasaan dengan darah dan teror. Namun, ironisnya, kematiannya sama sekali tidak sesuai dengan keagungan namanya. Baginya, itu adalah akhir yang memalukan.
Mati karena murka para dewa? Sungguh lelucon tragis, namun itulah yang terjadi. Dalam detik-detik terakhirnya, dengan sisa kekuatannya, Leo XII berusaha melawan takdir. Usahanya memang berhasil—ia selamat dari kematian absolut. Tapi harga yang harus dibayarnya mahal: Leo XII tetap mati, dalam arti tertentu.
Kini ia terlahir kembali sebagai Leon Dominique, dengan tubuh baru dan kehidupan baru. Tapi apakah jiwa sang Raja Kejahatan akan berubah? Akankah Leon Dominique menjadi sosok yang lebih baik, atau malah menjelma menjadi ancaman yang lebih mengerikan?
Satu hal yang pasti, kisahnya baru saja dimulai kembali!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran
Leon menghapus pedang angin di tangannya, lalu menatap sosok berjubah dengan senyum tipis, matanya memancarkan ketertarikan. "Aura kematian milikmu... cukup menarik. Bagaimana jika aku mencobanya?"
Sosok berjubah itu tampak bingung. "Mencobanya? Itu mustahil. Untuk memiliki aura kematian, anda harus bangkit dari kematian itu sendiri."
Leon tersenyum lebar, tatapannya penuh percaya diri. "Bagus, itu berarti cocok untukku." Dengan gerakan pelan, dia menyalurkan auranya ke tangan kanan. Tangan kirinya bergerak, seperti menarik sesuatu yang tak kasat mata dari tangannya. Yang mengejutkan, sebuah pedang hitam pekat muncul, memancarkan aura kematian yang luar biasa kuat.
Mata sosok berjubah itu membelalak, tidak percaya pada apa yang dia lihat. "Tidak mungkin... Bahkan jika seseorang bangkit dari kematian, karakteristik auranya tetap terikat pada dirinya! Bagaimana mungkin anda bisa memiliki aura kematian?" teriaknya histeris.
Leon memandangi pedang hitam itu dengan puas. "Ini cukup bagus. Mari kita tes ketajamannya." Dia mengayunkan pedang itu dengan santai, namun dampaknya luar biasa. Sebuah hembusan angin hitam yang kuat menghantam sekitarnya. Bangunan di belakang sosok berjubah itu terbelah sempurna. Tidak hanya itu, di kejauhan, sebuah gunung besar tampak terbelah menjadi dua, meninggalkan aura hitam yang mencekam di udara.
Sosok berjubah itu memutar kepalanya ke belakang, tubuhnya gemetar melihat kehancuran di kejauhan. "Ini... Ini tidak mungkin...!" desisnya dengan suara gemetar.
Leon mengangguk puas. "Ketajaman yang luar biasa. Mulai sekarang, kurasa aku akan lebih sering menggunakan aura kematian ini," ujarnya santai, lalu kembali menatap sosok berjubah tersebut. Namun, kali ini, jubahnya telah terbelah oleh serangan tadi, memperlihatkan wajah pria di baliknya.
Leon menyipitkan mata, senyumnya berubah sedikit jahil. "Jadi kau seorang pria? Tapi wajahmu cukup cantik. Awalnya aku mengira kau adalah seorang wanita," katanya tanpa basa-basi.
Pria itu menyentuh wajahnya, lalu tersenyum tipis. "Anda berhasil memaksa saya menunjukkan wajah ini. Tidak banyak yang mampu melakukannya," katanya dengan suara tenang, meski ada sedikit kekesalan.
Leon hanya mengangkat bahu. "Jadi, apakah kita akan melanjutkan ini? Karena, walaupun bantuanmu akhirnya sampai di sini, aku tetap percaya diri untuk menang." Leon melirik ke sekeliling, merasakan kehadiran beberapa eksistensi kuat yang mengunci posisinya.
Pria itu, menggeleng santai. "Tidak, mari kita akhiri di sini. Malah, saya punya tawaran untuk Anda. Bagaimana jika Anda bergabung dengan kami? Kekuatan Anda sangat luar biasa. Jika Anda bergabung dengan organisasi kami, kita berdua akan mendapat keuntungan besar."
Leon menaikkan alisnya, tertarik namun tetap waspada. "Dari pertarungan berubah menjadi undangan? Menarik. Memangnya, organisasi apa kalian?"
Death tersenyum tipis, auranya penuh percaya diri. "Kami Adalah Skyfire Mercenaries, salah satu organisasi yang paling berpengaruh di dunia. Saya sendiri adalah salah satu eksekutif tertinggi di dalamnya. Anda boleh memanggil saya Death."
Leon menyeringai. "Skyfire Mercenaries, ya? Aku akan memikirkannya. Untuk saat ini, mari kita anggap ini perkenalan. Kita mungkin akan bertemu lagi."
Tanpa menunggu jawaban, Leon berbalik, langkahnya santai namun penuh kewibawaan.
Death mengamati punggung Leon yang semakin menjauh, lalu tersenyum samar. "Kalau begitu, saya akan menunggu kedatangan Anda ke sisi kami, Tuan. Sampai bertemu lagi."
.
.
.
Leon berjalan santai ke arah Fiona, yang menunggu sambil melipat tangan. Begitu Leon mendekat, Fiona langsung menyambutnya dengan memeluk lengannya, manja seperti biasa. "Kamu tidak akan membunuhnya?" tanyanya sambil melirik Death yang masih berdiri di kejauhan. Suaranya lembut, tapi tatapan matanya dingin.
Leon menoleh ke arahnya sekilas. "Tidak untuk saat ini," jawabnya santai. "Mereka masih punya nilai yang bisa digunakan. Akan sangat sia-sia jika kita langsung bermusuhan sekarang."
Fiona mendesah kecil, tidak menyembunyikan rasa kecewanya. "Kalau begitu, aku serahkan keputusannya padamu. Tapi aku tidak menyukai mereka," katanya sambil menyisir rambut Leon dengan jarinya.
Leon tertawa ringan dan melingkarkan tangannya di pinggang Fiona. "Ngomong-ngomong, setelah menghabiskan cukup banyak aura tadi, aku jadi lapar. Ayo kita lakukan sesuatu yang menarik," katanya dengan nada menggoda.
Fiona tersenyum samar, matanya berbinar. "Sepertinya itu ide yang bagus," ujarnya sambil menjilat bibirnya.
Mereka berdua mulai berjalan pergi dari tempat itu, meninggalkan Death yang hanya tersenyum melihat punggung mereka. Namun, sebelum benar-benar pergi, Leon melambaikan tangannya sekali. Dengan satu gerakan sederhana, pria yang sebelumnya berani mencegatnya langsung terjatuh, mati seketika. Tidak hanya itu, kematian menyebar seperti kutukan, membantai seluruh keluarganya di berbagai sudut kota. Dalam satu saat, puluhan nyawa melayang tanpa ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Keesokan Harinya.
Di kamar hotel yang mewah, Leon tengah berbaring santai di pangkuan Fiona. Jari-jari Fiona yang lembut dengan hati-hati menyisir rambut Leon, suasana kamar terasa tenang dan intim.
"Skyfire Mercenaries," gumam Leon, matanya menatap langit-langit. "Sepertinya mereka cukup menarik. Kamu tahu sesuatu tentang mereka, Fiona?"
Fiona mengangguk kecil, bibirnya melengkung menjadi senyum samar. "Organisasi mereka terkenal di seluruh penjuru dunia. Hanya mendengar nama mereka saja sudah cukup untuk membuat banyak orang gemetar ketakutan."
Leon menoleh, matanya tajam. "Berapa banyak orang kuat yang ada di dalam organisasi itu?" tanyanya lagi.
Fiona menggeleng pelan. "Tidak ada yang tahu pasti. Walaupun mereka tentara bayaran, jumlah anggota dan kekuatan mereka selalu menjadi misteri. Yang jelas, mereka memiliki cukup banyak pengaruh untuk membuat kerajaan-kerajaan besar berhati-hati."
Leon hanya mendengarkan sambil tersenyum tipis, pikirannya sudah mulai memutar berbagai rencana. Setelah hening sejenak, dia melanjutkan, "Ngomong-ngomong, Fiona... waktu itu aku belum bertanya. Ke mana sebenarnya kamu akan pergi bersama kedua kesatriamu sebelum kita bertemu?"
Wajah Fiona berubah seketika, ekspresinya sedikit muram. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Itu keinginan ayahku. Dia bersikeras aku harus segera menikah dan memiliki keturunan. Jadi, dia mengatur sebuah pertunangan untukku, bahkan aku tidak tahu siapa pria yang akan kutemui," katanya dengan nada malas.
Leon tertawa kecil mendengar jawabannya. "Jadi, ternyata aku ini penculik pengantin orang. Apakah aku akan dikutuk para dewa?" candanya dengan nada menggoda.
Fiona terkekeh, mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Kalau begitu, biar para dewa mengutukmu. Aku tidak peduli," ujarnya ringan. Dia kemudian menatap Leon dengan tatapan serius bercampur geli. "Lagipula, aku merasa ini tidak terlalu buruk. Setidaknya, bersamamu, aku bisa menuruti keinginan hatiku untuk menjadi lebih kuat. Menjadi wanita rumahan? Itu bukan jalanku."
Leon tersenyum puas, lalu mengangkat kepalanya dari pangkuan Fiona. Dengan gerakan tiba-tiba, dia mendorong Fiona hingga terbaring di atas kasur. Kini dia berada di atasnya, menatap wanita itu dengan mata penuh godaan. "Jadi, ayahmu benar-benar menginginkan seorang cucu, ya?" tanyanya dengan nada menggoda.
Fiona melingkarkan lengannya di leher Leon, menariknya lebih dekat. "Sepertinya begitu," jawabnya dengan senyum licik. "Kamu berniat memberikannya?"
Leon tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia menunduk dan mencium Fiona, menyegel pertanyaan itu dengan kehangatan yang tidak membutuhkan jawaban. Hubungan mereka memanas, membungkus kamar dengan keintiman yang hanya dimiliki oleh dua orang yang saling melengkapi di tengah dunia yang penuh intrik.