Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Memori Taman Soemarmo, Cakar Dibakar Cemburu
Halwa menoleh ke samping kanan arah suara itu. Betapa terkejutnya Halwa, di sana sudah duduk manis seorang pria tampan berseragam PDH dengan pangkat di bahunya garis tegak lurus berwarna kuning. Sepertinya tentara dengan kulit putih bersih itu merupakan perwira pertama.
Halwa yang masih terkejut, perlahan berusaha meredam rasa terkejutnya. Beberapa detik, matanya melirik ke arah kiri dan kanan, berharap ada orang lain atau Cakar segera datang, karena berhadapan dengan orang asing seperti ini hanya berduaan, sungguh sangat tidak enak.
"Silahkan, Pak. Du~duk saja, sudah kosong kok," sahut Halwa mempersilahkan.
Pria tampan dengan wajah yang tegas tapi ramah itu, tersenyum senang sembari duduk di bangku di taman itu.
"Sayang banget, dia sudah berseragam Persit. Milik siapa dia? Cantik banget," bisiknya dalam hati memuji.
"Memang Mbaknya sedang menunggu suaminya. Masih ada kegiatan sepertinya suaminya, ya?" tebak lelaki berpapan nama Aldian Bahari itu dengan wajah sedikit kecewa.
"Betul, Pak." Halwa menyahut masih dengan perasaan canggung.
"Maaf, panggilnya mas saja. Lagipula saya belum tua-tua banget. Saya baru 28 tahun dan belum menikah," tuturnya menjelaskan.
Halwa sekilas menatap seraya menyunggingkan senyum tipis. Ia merasa sedikit heran, ada orang asing, tapi sudah berani mengajak orang yang baru ditemuinya dengan santai.
"Mbak, baru menghadiri rapat Persit? Ikut dalam kepengurusan? Menjabat sebagai apa?" tanyanya lagi seraya menatap lembut ke arah Halwa. Halwa seketika menunduk, sebab mata pria tampan berkulit bersih itu menatapnya tepat saat Halwa melihat ke arahnya.
"Iya. Tapi saya tidak ikut aktif dalam kepengurusannya, saya memilih jadi anggota biasa saja." Halwa menjawab sembari berharap pria tampan ini segera pergi, rasanya sangat tidak nyaman ngobrol berdua dengan pria lain di taman yang saat ini sedang sepi.
"Oh ya? Kenapa Mbak tidak aktif jadi pengurus saja, biasanya ada beberapa istri Persit yang masih muda diajukan untuk aktif dan menjabat," balas pria itu penasaran.
"Tidak Mas, sebab saya diluar punya kesibukan dan bekerja," jawab Halwa.
"Oh, bekerja, ya? Pantas saja tidak mau aktif dalam kepengurusan Persit. Kalau boleh tahu Mbak kerja di mana?" tanyanya semakin penasaran.
"Eumm, saya bekerja di salon Male n Female," jawab Halwa lagi seraya terbatuk, karena mendadak tenggorokannya gatal.
"Uhuk, uhuk, uhuk." Pria tampan itu terlihat panik, lalu dengan tergesa meninggalkan Halwa dan memasuki sebuah pintu di samping gedung Soemarmo. Tidak berapa lama pria tampan bertubuh atletis dan tinggi itu kembali, sembari membawa sebotol air mineral.
"Ini, minum air mineral ini," sodornya ke hadapan Halwa. Halwa tidak segera meraihnya sebab ia merasa malu.
"Tidak apa-apa, Mas. Saya hanya batuk biasa. Ini tidak akan batuk lagi. Uhuk, uhuk, uhuk," tampik Halwa. Namun di ujung kalimat, tiba-tiba Halwa kembali terbatuk. Halwa heran kenapa tenggorokannya tiba-tiba gatal, apakah karena gorengan risol yang ada di dalam kotak makan tadi yang berminyak.
"Ambillah, jangan sungkan," sodornya lagi dengan wajah risau. Terpaksa Halwa meraih botol air mineral itu, lalu dibukanya dengan mudah, karena segelnya sudah dibuka duluan oleh pria tampan itu.
"Terimakasih, Mas," ucap Halwa seraya mulai mendekatkan bibir botol ke mulutnya lalu meneguk air itu.
Beberapa meter dari tempat Halwa dan pria tampan berpangkat Letnan dua itu, Cakar berjalan menujunya. Dadanya tiba-tiba dirasuki rasa panas, ketika melihat Letda Aldian Bahari memberikan sebotol air mineral ke hadapan Halwa, lalu Halwa menerimanya.
Tadinya Cakar, akan mengurungkan langkahnya dan memilih melipir. Namun, bukan Cakar namanya jika sepengecut itu. Lagipula kenapa pula dia mesti merasa terbakar cemburu, toh di dalam hatinya tidak ada cinta untuk Halwa.
"Danton, Anda di sini?" Cakar melontarkan pertanyaan bernada heran, sekedar basa-basi sembari mengangkat tangannya tepat di pelipis kanannya, sebagai penghormatan pada pria yang pangkatnya lebih tinggi darinya. Cakar mendadak illfeel dengan kehadiran Danton satu ini yang baru sebulan pindah ke kesatuannya ini, yang berhasil membuat dadanya dibakar rasa cemburu.
"Bang Cakar. Anda ke sini?" Perwira muda itu membalas dan merasa heran kenapa Cakar bisa datang ke taman itu juga.
"Siap Danton, saya menjemput istri saya di sini. Dia istri saya," tunjuk Cakar pada Halwa. Halwa mengangkat kepalanya, lalu mengangguk ke arah perwira muda itu memberi kode bahwa dirinya memang istrinya Cakar.
Pria bernama Aldian itu, mendadak terlihat terkejut seakan tidak menduga.
"Oh, istrinya, ya. Saya pikir Abang bukan suaminya. Ok, kalau begitu, saya permisi. Silahkan istrinya dibawa pulang. Oh ya, Mbak. Semoga batuknya cepat sembuh, ya. Permisi." Danton itu pamit seraya manggut, lalu disambut hormat oleh Cakar seperti tadi.
"Siap Danton, terimakasih," ucap Cakar mengakhiri pertemuan tidak diduganya dengan Danton baru di kesatuannya. Meskipun terbilang baru, Cakar dan Letnan Dua Aldian sudah saling kenal baik.
"Ayo, apakah kamu masih mau di sini dan menunggu Danton itu kembali untuk menemuimu?" tegur Cakar tegas dan terdengar posesif. Halwa segera bangkit dari bangku lalu mengikuti Cakar yang berjalan cepat di depannya menuju parkiran mobil.
Halwa sedikit heran, kenapa Cakar tiba-tiba seperti orang kesal melihat dirinya di sana bersama orang lain.
Cakar segera melajukan mobilnya menuju rumah dengan cepat. Rasa panas yang tiba-tiba merasuk tadi, seakan mendorongnya untuk segera ke rumah dan melampiaskan kesalnya pada Halwa.
Tiba di rumah, Cakar langsung menutup pintu depan kuat-kuat lalu menguncinya.
"Kenapa Danton itu ada di sana? Apa yang kalian obrolkan selama di taman itu?" Cakar tiba-tiba menanyakan kehadiran Letda Aldian di taman tadi.
Halwa mendadak berdebar, dia bingung dengan pertanyaan Cakar tentang pria di taman tadi.
"Aku tidak tahu pria tadi mau apa ke taman. Yang jelas saat Diva pergi, tiba-tiba dia datang dan ijin duduk di bangku kosong sebelah aku," jawab Halwa apa adanya.
"Lalu kamu persilahkan dan keterusan lalu dilayani ngobrol?" cecar Cakar sedikit ngegas.
"Aku hanya sedikit berbicara dan berbasa-basi saja padanya saat dia bertanya sedang apa aku di taman itu."
"Cari perhatian. Kamu mulai caper di hadapan lelaki lain. Jangan terlalu banyak tingkah jika di depan lelaki lain, hargai suami kamu. Meskipun aku berpangkat lebih rendah dari Danton itu, tapi aku suami kamu. Apa salahnya kamu segera pergi dan pamit," tukasnya mengajari.
Halwa diam, dia jadi serba salah memberikan jawaban pada Cakar. Bukan dia yang sengaja ingin ngobrol dengan lelaki di taman tadi, tapi lelaki tadi yang tiba-tiba muncul dan meminta ijin padanya untuk duduk. Lalu salah dia di mana?
"Dan satu lagi, jangan dibiasakan menerima pemberian apapun dari lelaki lain, terlebih di dalam lingkungan kesatuan tempat kerjaku. Kamu sudah berseragam Persit, pastinya dia tahu bahwa kamu sudah bersuami. Dan apakah kamu tadi tidak mendengar ceramah Ibu Ketua Persit yang menyampaikan apa kewajiban istri Persit? Termasuk menjaga kehormatan suami?" peringat Cakar dalam dengan mata tegasnya, yang mampu menusuk jantung Halwa.
"Iya Mas," sahut Halwa dengan wajah mengangguk. Cakar masih menatap tajam ke arah Halwa yang kini dugaannya, Halwa sudah memiliki pengagum di kantornya. Jika suatu kali ada kegiatan Persit lagi, pasti Danton itu akan berusaha mencari tahu, dan itu menjadi hal yang tiba-tiba saja menjadi menakutkan bagi Cakar.
"Ikuti aku," titah Cakar sembari mengayun langkah menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar. Di dalam kamar, Cakar tiba-tiba menyeret tubuh Halwa ke dinding dan meraih dagunya.
"Halwa, benarkah kamu ingin hamil juga seperti Rani?" tanya Cakar tiba-tiba menatap ke dalam retina mata Halwa.
Halwa membeku, dia sangat gugup dan tiba-tiba tegang. Tatapan Cakar malah seperti menakutinya bukan tatapan romantis.
"Baiklah, akan aku kabulkan. Akan kubuat kamu seperti Rani. Kamu akan hamil anakku," ujarnya seraya mendekatkan wajahnya lalu menyentuh bibir Halwa dan memagutnya.
"Ughhh." Cakar menyudahi aktifitasnya dengan lega di siang bolong ini. Sejenak ia membaringkan tubuhnya di samping Halwa yang kini meraih baju dan berusaha menutupinya. Cakar bangkit kembali lalu menuju kamar mandi. Siang ini, dia masih harus ke kantor setelah jam istirahat usai.
Sebelum pergi dari kamar, Cakar menatap punggung Halwa sejenak. Dalam renungnya begitu puas saat tadi menumpahkan nafkah batinnya secara kasar pada Halwa, karena secara tiba-tiba Cakar justru dilanda cemburu terhadap Letda Aldian Bahari, yang sempat menatap kagum terhadap Halwa tadi di taman itu.