Seorang wanita muda, Luna, menikah kontrak dengan teman masa kecilnya, Kaid, untuk memenuhi permintaan orang tua. Namun, pernikahan kontrak itu berubah menjadi cinta sejati ketika Kaid mulai menunjukkan perasaan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua dunia yang berbeda
Matahari pagi menyelinap melalui celah tirai, menerangi kamar luas dengan nuansa abu-abu dan putih. Luna membuka matanya perlahan, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana asing. Ini bukan rumahnya. Ini rumah Kaid. Atau lebih tepatnya, rumah mereka sekarang.
Ia memandang sekeliling, mencoba mencerna kenyataan baru ini. Perabotan di kamar itu tampak mahal, serba minimalis, tapi terasa dingin, tanpa sentuhan kehangatan.
Luna mendesah pelan dan turun dari tempat tidur. Kakinya menyentuh lantai kayu yang dingin. Setelah mencuci muka, ia melangkah keluar kamar dengan hati-hati. Rumah itu besar, terlalu besar untuk dihuni hanya dua orang. Suara langkahnya bergema di sepanjang koridor.
Ketika ia sampai di dapur, ia terkejut melihat Kaid sudah duduk di meja makan. Pria itu mengenakan kemeja putih rapi dengan dasi yang belum terikat sempurna. Di depannya, secangkir kopi mengepul.
“Pagi,” sapanya singkat, tanpa mengalihkan pandangan dari tablet di tangannya.
“Pagi,” balas Luna, suaranya terdengar canggung.
Luna membuka lemari dapur, mencari sesuatu untuk dimakan. Namun, isi lemari itu hanya bahan makanan mentah. Ia memutar tubuh, memandang Kaid dengan alis terangkat. “Kamu tidak punya makanan yang siap dimakan?”
Kaid mengangkat wajahnya sejenak. “Aku biasanya memesan makanan.”
Luna menghela napas. “Tentu saja,” gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.
Kaid berdiri, menyambar jas yang tergantung di kursi. “Aku harus ke kantor. Ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani hari ini. Kamu bebas melakukan apa saja, asalkan tidak membawa masalah.”
Nada perintahnya membuat Luna sedikit geram, tetapi ia memilih untuk diam. “Baik,” balasnya dengan datar.
Kaid melangkah pergi tanpa menoleh lagi, meninggalkan Luna sendirian di dapur besar itu.
Sepanjang hari, Luna mencoba mengenali rumah itu. Setiap sudut terasa asing, dingin, dan tidak seperti rumah pada umumnya. Tidak ada foto keluarga, tidak ada barang pribadi. Semuanya terasa steril, seperti kamar hotel.
Ketika ia tiba di ruang kerja Kaid, ia berhenti sejenak. Pintu ruangan itu terbuka sedikit, memperlihatkan rak buku besar yang penuh dengan dokumen dan buku tebal. Di sudut meja, ia melihat foto lama—foto dirinya dan Kaid saat mereka masih kecil.
Luna tersenyum kecil. Dulu, mereka adalah teman baik. Kaid adalah anak laki-laki pendiam yang selalu membantunya menyelesaikan PR matematika. Tetapi seiring waktu, mereka semakin berjauhan. Kaid pergi ke luar negeri untuk sekolah, sementara Luna tetap di kota ini, menjalani hidupnya yang biasa-biasa saja.
Kini, bertahun-tahun kemudian, mereka kembali bertemu dalam situasi yang aneh. Luna menggelengkan kepala. Tidak pernah ia bayangkan pertemuan mereka akan seperti ini.
Malam harinya, ketika Kaid pulang, Luna sedang duduk di ruang tamu dengan secangkir teh. Ia mendengar suara langkah kaki Kaid di lantai kayu, tetapi ia tidak beranjak.
Kaid masuk ke ruangan itu, melepas jasnya, lalu duduk di sofa tanpa sepatah kata.
“Bagaimana harimu?” tanya Luna, mencoba memulai percakapan.
“Biasa saja,” jawab Kaid singkat.
Luna menatapnya, mencoba membaca ekspresinya. Namun, wajah Kaid tetap tak terbaca, seperti tembok batu yang tak bisa ditembus.
“Jadi, apa yang sebenarnya kamu inginkan dari pernikahan ini?” tanya Luna akhirnya, memutuskan untuk langsung ke intinya.
Kaid menoleh, tatapannya tajam. “Kita sudah membicarakan ini.”
“Tapi aku tidak mengerti. Kamu bisa memilih siapa saja. Kenapa aku?”
Kaid terdiam sejenak. “Karena itu lebih mudah. Keluarga kita sudah saling mengenal. Dan… aku tidak ingin membuang waktu mencari orang lain.”
Luna tertawa kecil, meskipun tanpa humor. “Jadi, aku hanya pilihan yang praktis?”
Kaid mengangkat bahu. “Kamu juga punya alasan sendiri untuk setuju, kan?”
Luna terdiam. Ia tahu Kaid benar