Follow My IG : @mae_jer23
Geyara, gadis kampung berusia dua puluh tahun yang bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Cullen. Salah satu keluarga terkaya di kota.
Pada suatu malam, ia harus rela keperawanannya di renggut oleh anak dari sang majikan.
"Tuan muda, jangan begini. Saya mohon, ahh ..."
"Kau sudah kupilih sebagai pelayan ranjangku, tidak boleh menolak." laki-laki itu terus menggerakkan jarinya sesuka hati di tempat yang dia inginkan.
Tiga bulan setelah hari itu Geyara hamil. Masalah makin besar ketika mama Darren mengetahui sang pembantu di hamili oleh sang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bar
"Kau luar biasa Darren, aku masih tidak menyangka sama sekali kau akan melawan ibumu di hadapan banyak orang seperti tadi." Lucky mengatakan dengan wajah tercengangnya.
Mereka sekarang berada di sebuah bar. Ada Viko dan Gisel juga. Ketiganya mengikuti Darren waktu pria itu keluar meninggalkan pesta ulang tahunnya.
"Kau sudah merusak pestamu sendiri, bodoh." kata Viko.
"Lagian kenapa tidak terima saja pertunanganmu? Wanita bernama Nia itu sangat cantik, tubuhnya seksi, pekerjaannya bagus, status kalian sama, orang tua kalian juga berteman baik. Kau mencintainya atau tidak itu tinggal masalah waktu. Aku yakin seiring dengan berjalannya waktu, kalian akan saling mencintai. Kau akan tergila-gila padanya." tambah Viko. Ia langsung diam saat melihat tatapan Gisel yang duduk di sebelahnya.
Viko lupa masih ada Gisel yang tidak menginginkan pertunangan itu terjadi. Wanita itu kan menyukai Darren diam-diam.
"Hei, kau pikir Darren sepertimu yang akan tertarik pada wanita hanya karena paras dan sama-sama kaya? Kalau seperti itu sudah lama ia memperistri banyak wanita." kata Lucky.
Sementara Darren tidak mempedulikan percakapan teman-temannya. Hari ini yang dia inginkan hanyalah minum untuk melampiaskan kekesalannya.
Darren kesal. Juga bingung dengan perasaannya. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah Yara. Dia berulang kali ingin bilang kalau dirinya hanya main-main dengan Yara, si pembantu yang membuatnya selalu bergairah kala menatap wanita itu. Tapi semakin lama dirinya makin menginginkan lebih dari perempuan itu. Darren ingin menghabiskan waktu dengannya setiap hari, ingin melihat senyumnya, ingin melihat raut wajahnya yang tersiksa karena kenikmatan yang dia berikan.
Saat mereka bersama nafsunya sangat tinggi. Ingin menyentuh, menghangatkan, mencicipi setiap inci tubuh wanita itu, memasukinya dan bergerak dengan keras dan kasar sampai wanita itu berteriak-teriak minta ampun karena kenikmatan sembari menyebut namanya. Namun keyakinan lain yang laki-laki itu pikirkan adalah, bukan hanya nafsu semata.
Memang benar ia bernafsu sekali pada Yara. Tapi bukan hanya itu saja. Darren menyadari, ada rasa di dalamnya. Semuanya terasa begitu sempurna karena percintaan panas mereka tidak terjadi karena dia menaruh rasa di dalamnya. Itulah kenapa dia sangat menggebu-gebu pada waktu menyentuh Yara.
Yara, Yara.
Nama itu tidak bisa hilang dalam pikirannya. Rasanya seperti Darren ingin mengatakan pada dunia kalau wanita itu adalah miliknya seorang. Laki-laki lain tidak boleh merebutnya.
Tapi tiba-tiba ia mendadak galau. Karena Yara hanyalah seorang pembantu.
Bukan malu pada orang lain, lebih ke bagaimana nantinya dia membuat orangtuanya setuju kalau dia tiba-tiba ingin bersama dengan Yara. Sekarang dia memang masih ragu akan perasaannya. Tapi bagaimana kalau nanti dia tidak ragu lagi? Darren sungguh-sungguh galau. Dia tidak mengira sesuatu yang awalnya hanya dia anggap main-main akan merubah perasaannya menjadi tak karuan seperti sekarang ini.
"Darren, ada apa? Ada sesuatu yang kau pikirkan?" Gisel bertukar tempat dengan Viko duduk di sebelah kanan Darren.
Ia dapat merasakan pikiran pria itu sedang kacau. Sudah tiga sloki alkohol yang masuk ke dalam tenggorokan Darren. Tangan Gisel terangkat menyentuh bahu Darren, namun dengan cepat Darren menepisnya. Ia tidak suka ada wanita lain yang menyentuhnya sekarang, sekalipun Gisel adalah teman yang cukup dekat, ia tetap tidak suka.
"Kau sudah minum, aku melihat kau sedang tidak baik-baik saja. Aku hanya ingin kau merasa lebih baik Darren," ucap Gisel lembut.
"Aku memang sudah minum, tapi aku masih sadar benar." balas Darren menatap Gisel datar.
Pandangan Gisel berpindah ke Lucky dan Viko, tatapan matanya seolah menyuruh kedua pria itu pergi.
"Lucky, ayo ikut aku. Aku melihat wanita cantik di sana. Gisel, kami serahkan Darren padamu." kata Viko. Ia dan Lucky pun pergi.
Kini tinggal Gisel dan Darren. Gisel akan menggunakan kesempatan malam ini untuk mendekati pria itu. Jarang mereka bisa berduaan saja. Apalagi akhir-akhir ini pria itu sudah jarang berkumpul dengan mereka, kecuali kalau ada balapan. Darren lebih sering mengunjungi arena balap legal yang sudah diakui. Kemungkinan karena lelaki itu ingin serius terjun ke dunia balapan.
"Aku peduli padamu Darren, apa kau marah karena tante Lika tiba-tiba mengumumkan pertunangan tanpa persetujuan darimu?"
"Bukan, bukan itu."
"Lalu?"
Darren menghela nafas dan kembali mengisi alkohol dalam sloki kecil kemudian menelannya.
"Jangan minum lagi Ren, nanti kau mabuk." tegur Gisel menjauhkan botol minuman di depan Darren.
"Aku meniduri seorang wanita."
Kalimat singkat yang keluar dari mulut Darren sukses membuat Gisel syok. Wanita itu ingin menangis sekarang juga, tapi dia tahan. Seorang Darren yang tidak pernah mau tidur dengan wanita karena alasan tidak mau tertular penyakit, sekarang mengakui dirinya telah meniduri seorang wanita. Siapa wanita itu? Apa wanita itu sudah menjebak Darren?
"Ka ... Kau meniduri wanita? Apa wanita itu menjebakmu?" alangkah baiknya kalau Darren memang dijebak. Sayangnya pria itu menggeleng.
"Aku yang memaksanya, karena aku menginginkannya. Aku menginginkannya sejak pertama kali melihatnya. Belum pernah ada seorang wanita pun yang membuatku tertarik seperti ini. Kau tahu maksudku kan? Aku, awalnya aku hanya ingin main-main dengannya. Tapi aku rasa sekarang aku sudah terjebak dengan permainanku sendiri. Wanita itu, tiap kali aku melihatnya, aku selalu ingin menyentuhnya. Bahkan saat aku memikirkannya, aku selalu ingin menemukan dimana dia berada. Ingin dia menghangatkanku di ranjang."
Sakit, hati Gisel sakit. Ia merasa sesak. Kali ini ia melihat kesungguhan di mata Darren. Pria itu telah menemukan seseorang yang dia sukai. Dan itu bukan dirinya.
"Siapa wanita itu, aku boleh tahu?" Gisel ingin melihat sosok yang membuat Darren seperti ini. Apakah wanita itu lebih baik darinya atau tidak.
"Tidak sekarang, dia sangat pemalu. Mungkin dia belum siap bertemu dengan teman-temanku." Darren tertawa kecil mengingat wajah Yara yang malu-malu kucing.
Ah, dia jadi ingin melihat wanita itu sekarang. Jam berapa sekarang? Darren melirik jam tangannya.
Jam 11 lewat 10.
Mungkin rumahnya sudah sepi. Yara sudah tidak bekerja lagi pasti. Mudah-mudahan saja wanita itu belum tidur. Karena dia sedang on sekarang, membutuhkan pelampiasan. Dan hanya Yara yang bisa menyembuhkannya kalau sudah begini.
"Aku harus pergi." Darren berdiri. Gisel ikut berdiri.
"Kemana?"
"Pulang." Gisel sedikit lega. Dia pikir Darren akan bertemu wanita yang dia ceritakan.
"Ayo aku antar. Kau sudah minum, aku takut terjadi sesuatu padamu di jalan."
"Tidak perlu. Aku tidak mabuk, percayalah." setelah menolak Gisel, Darren pun meninggalkan wanita itu seorang diri. Wajah Gisel tampak kecewa menatap kepergian Darren.