Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 - Menyenangkan Hati Suami
"Gitu doang langsung lari, gimana kalau lebih dari ini."
Ganeeta terkekeh geli lantaran Faaz memilih melarikan diri di kamar mandi. Kendati begitu, tindakan Faaz yang terlihat cupu justru membuat Ganeeta merasa aman dan benar-benar percaya bahwa sang suami tidak memiliki ketertarikan untuk menyentuhnya.
Mengingat, tadi malam dia sampai terbawa mimpi saking takutnya andai Faaz benar-benar menuntut hak sebagai suami. Maklum saja, Ganeeta memang menyamaratakan semua pria. Menurutnya, baik tua maupun muda, laki-laki naf-suan semua.
Namun, setelah melihat reaksi Faaz yang bahkan menundukkan pandangan, mata Ganeeta seakan terbuka. Dengan begitu, maka dia tidak perlu was-was diterkam dan tetap bisa menjalani kehidupan sebagai Ganeeta yang biasa di dalam kamar.
Satu menit, dua menit dan kini dua puluh menit berlalu Faaz belum menampakkan batang hidungnya. Ganeeta yang tadi memang berniat tidur siang mendadak urung.
"Lama banget mandinya, tumben," ucapnya bermonolog sembari menerka-nerka apa yang Faaz lakukan.
Meski belum 24 jam tinggal berdua, tapi Ganeeta bisa menyimpulkan Faaz bukan termasuk pria yang menghabiskan waktu berlama-lama di dalam kamar mandi.
"Apa mungkin ngoc_"
Ceklek
Baru juga dibicarakan, pintu kamar mandi kini terbuka hingga Ganeeta kembali merebahkan tubuhnya. Pelan, tapi pasti aroma wangi menguar dari tubuh Faaz dan berhasil menarik atensi Ganeeta.
Dia yang tadi berniat tak peduli pada akhirnya memilih duduk dan menatap ke arah Faaz juga. Di luar dugaan, setelah tadi membuat Faaz panas dingin, kali ini Ganeeta yang dibuat membeku.
Bagaimana tidak? Dengan handuk yang melilit di pinggang dan hanya menutupi hingga lutut membuat penampilan Faaz berubah 180 derajat.
Pahatan kotak-kotak kecil di perut yang nyaris sempurna dan dada bidang di depan matanya membuat Ganeeta menelan saliva susah payah.
Mata Ganeeta yang memang betah melihat pemandangan semacam itu seketika tak mau berpaling sekalipun terasa agak perih. Tak ubahnya bak bajak laut menemukan harta karun, mata indah Ganeeta memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya.
Hingga, di saat tengah fokus-fokusnya, Faaz justru berbalik hingga Ganeeta sontak membuang muka. Tak lupa, pura-pura menguap dan menggaruk leher khas primata seperti biasa.
Faaz yang sadar bahwa sang istri memandanginya selama berganti pakaian hanya menggeleng pelan.
"Sudah tidur siangnya?" tanya Faaz berbasa-basi dan perlahan mendekati sang istri.
"Ehm, sudah." Kembali berbohong, Ganeeta mana mau mengaku bahwa dia tidak sempat tidur sebenarnya dan berakhir menguap di hadapan Faaz. "Ups, sorry."
Kembali Faaz tersenyum tipis, sikap Ganeeta yang lagi-lagi masih berusaha angkuh justru terkesan lucu di matanya.
"Masih ngantuk ya?"
"Tidak."
"Tapi kenapa matanya merah?" selidik Faaz tatkala menangkap mata kanan Ganeeta memang agak kemerahan.
"Masih merah?"
"Iya, kenapa?"
Ganeeta menguceknya beberapa kali. "Tadi ada bulu mata yang rontok, masih di dalam kayaknya," jawab Ganeeta berusaha meraih kaca kecil di atas nakas.
"Mana? Coba Mas lihat," ucap Faaz tanpa terduga tiba-tiba mengikis jarak.
Tak selesai di sana, Faaz juga mencari bulu mata yang menurut pengakuan Ganeeta masih terjebak di sana.
Dengan posisi sedekat ini, Ganeeta bisa menangkap lebih jelas setampan apa pria yang dia kutuk sebagai orang-orangan sawah ini.
Cukup lama Faaz mencari hingga bulu mata Ganeeta benar-benar berhasil dia dapati.
"Ah akhirnya, ganggu banget dari tadi," ucap Ganeeta pasca Faaz menunjukkan sehelai bulu mata yang memang cukup mengganggu tadinya.
Tak segera bicara lagi, Faaz masih terus memandangi wajah Ganeeta dengan tatapan tak terbaca hingga wanita itu bingung dibuatnya.
"Kenapa?"
"Kamu sulam bulu mata, Ganeeta?" Faaz balik bertanya yang kemudian Ganeeta tanggapi dengan anggukan.
Lagi dan lagi, Faaz menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian dia embuskan secara perlahan. "Untuk apa?"
"Biar makin cantik saja, aku kelihatan ngantuk soalnya."
Jawaban Ganeeta cukup realistis, seperti kaum hawa pada umumnya. Faaz yang mendengar jawabannya tidak langsung mematahkan opini Ganeeta dengan kata-kata yang menyakiti tentu saja.
"Ehm, cantik memang ... tapi hal semacam ini diharamkan, jadi tidak perlu diulang."
"Iya," jawab Ganeeta agak sedikit mengejutkan.
Berbeda dengan sebelumnya yang perkara hijab, untuk kali ini dia segera mengiyakan ucapan Faaz tanpa melayangkan protes.
Entah apa yang membuat hati Ganeeta mendadak luluh, Faaz juga tak mengerti. Akan tetapi, dia tidak akan bertanya kenapa lantaran khawatir sang istri justru berubah pikiran nantinya.
"Kukunya juga, boleh pakai yang begini kalau sedang dalam keadaan ha-id ... selebihnya tidak boleh karena menghalangi air wudhu."
"Iya, nanti aku lepas."
"Good girl, Mas suka perempuan penurut," ucap Faaz seraya mengusap puncak kepala sang istri tanpa sadar.
Mungkin karena terbawa suasana, mengingat Faaz memang terbiasa melakukan hal serupa kepada adik perempuannya, dan itu pula yang dia lakukan pada Ganeeta.
Usai membuat Ganeeta berdebar tak karu-karuan, Faaz beranjak berdiri hingga menimbulkan tanya di benak Ganeeta.
.
.
"Mau kemana?"
"Antar abi sama umi ke Bandara."
"Bandara?"
"Iya, mau ikut?" tanya Faaz yang tampak ragu hendak Ganeeta angguki atau tidak.
Mengingat penampilannya masih begini, make-up juga hancur bahkan tadi dia sampai berlari-lari demi menghindari tatapan orang-orang di ruang tamu.
"Kalau aku bilang iya, kira-kira mau nunggu tidak, Mas?"
"Boleh, tapi jangan terlalu lama," ucap Faaz yang kemudian sontak Ganeeta patuhi.
Hanya dalam hitungan detik, Ganeeta sudah membuka lemari setelah tadi sempat membuat jantung Faaz hampir copot tatkala melompat dari atas tempat tidur.
Benar-benar tidak dapat ditebak jalan hidupnya. Beberapa saat menunggu, kini Ganeeta sudah siap dengan gamis dan kerudung semata wayang yang masih tersisa di lemari pakaiannya.
Sudah tentu hal ini dia lakukan demi menyesuaikan diri dengan keluarga Faaz yang memang rata-rata tertutup semua, terutama kakak dan adik iparnya.
"Yuk pergi, aku sudah siap!"
Semangat sekali Ganeeta untuk ikut sang suami dan lagi-lagi Faaz tidak mengerti apa alasannya. Hingga selama di perjalanan pun tidak ada aura-aura terpaksa, Ganeeta terlihat menikmati suasana bahkan lebih ceria dibanding pulang kuliah.
Hingga, tepat di Bandara sebagaimana orang-orang yang akan berpisah tentu saja pamitan lebih dulu. Ganeeta diperlakukan dengan baik, baik ayah maupun ibu mertuanya sangat hangat, karena itu kenapa Ganeeta antusias sewaktu mengantar kepergian mereka ke Bandara.
"Umi pulang dulu, nanti kalau libur semester ikut Faaz pulang ke Yogya mau ya?" tanya wanita dengan tutur kata lembut itu.
Ganeeta mengangguk. "Insya Allah, Umi," jawabnya sebagaimana orang normal dan cukup mengejutkan Faaz tentu saja.
Pandai sekali dia bersandiwara, Ganeeta benar-benar terlihat santun dan Masya Allah di mata mertua.
Namun, setelah berdua saja bersama Faaz dia kembali ke setelan awal. Kerudung yang tadi dia gunakan seketika dia lepas jarumnya.
"Ah lega."
"Kenapa dilepas?"
"Panas, leherku juga seperti dicekik rasanya," jawab Ganeeta seraya mengibas-ngibaskan telapak tangan di depan pipinya.
"Oh, jadi yang tadi cuma untuk menyenangkan hati umi?"
"Iya dong, apalagi kalau bukan gitu ... seperti kata Mami, menyenangkan hati mertua cielah," jawab Ganeeta meraih botol minum yang kebetulan berada di dekatnya demi melegakan rasa haus yang sedari tadi cukup menyiksa.
"Ehm, terus kamu tidak ada rencana untuk menyenangkan hati suami gitu?"
"Uhuk!!"
.
.
- To Be Continued -
Kamu dah mahasiswi loh..bkn anak kecil lagi
Bisa kan mencerna ucapan Faaz
Kalian sama² terpaksa awalnya...bahkan kamu kabur Neet
Tp seiring berjlnnya wkt mulai sama² nyaman kan...mulai saling membutuhkan
Klwpun kamu marah & kecewa....jgn ke Faaz dong...ke Papimu sana
Kalian sama² 'korban' disini
Klw boleh jahat....biangnya sebenarnya Om Pras...salah memperlakukan sedari balita...itu menurut aku
Jd sampai kamu remaja kamu salah mengartikan sayangnya Om Pras ke kamu
jiwa posesif Faaz muncul jga..
😀😀😀😀❤😉😉
Plg dulu sana Om
dan semoga dngan dtang ny Pras konflik rumhtngga ny Anet ma Faaz cpet kelar
Gaspol no rem 😂
ak sendiri klo jd anett jangankn Deket liat muka orgnya aja udh GK mau,,
pasti butuh pelampiasan entah pelukan atau sandaran,, 😔🤧