“Jangan berharap anak itu akan menggunakan nama keluarga Pratama ! Saya akan membatalkan pernikahan kami secara agama dan negara.”
Sebastian Pratama, pewaris tunggal perusahaan MegaCyber, memutuskan untuk membatalkan pernikahannya yang baru saja disahkan beberapa jam dengan Shera Susanto, seorang pengacara muda yang sudah menjadi kekasihnya selama 3 tahun.
Shera yang jatuh pingsan di tengah-tengah prosesi adat pernikahan, langsung dibawa ke rumah sakit dan dokter menyatakan bahwa wanita itu tengah hamil 12 minggu.
Hingga 1.5 tahun kemudian datang sosok Kirana Gunawan yang datang sebagai sekretaris pengganti. Sikap gadis berusia 21 tahun itu mengusik perhatian Sebastian dan meluluhkan kebekuannya.
Kedekatan Kirana dengan Dokter Steven, yang merupakan sepupu dekat Sebastian, membuat Sebastian mengambil keputusan untuk melamar Kirana setelah 6 bulan berpacaran.
Steven yang sejak dulu ternyata menyukai Kirana, berusaha menghalangi rencana Sebastian.
Usaha Steven yang melibatkan Shera dalam rencananya pada Sebastian dan Kirana, justru membuka fakta hubungan mereka berempat di masa lalu.
Cover by alifatania
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Cerita Teman Lama
“Bisa pelanan nggak !” Protes Kirana yang mulai merasakan sedikit ngilu pada betisnya.
Pria itu tidak perduli dengan omelan Kirana, Dia menarik pergelangan tangan Kirana dan membawa gadis itu ke taman hotel yang berada di belakang grand ballroom.
Kirana menghempaskan tangannya dengan kasar saat mereka berhenti di taman. Sambil mengusap lengannya yang sedikit sakit, Kirana berjalan lalu duduk di bangku yang ada di situ.
“Sejak kapan kamu mengenal Sebastian ?” tanyanya dengan nada dingin.
“Apa penting buatmu ?” Jawab Kirana dengan nada kesal. Tangannya memijit betisnya yang terasa pegal.
Pria itu, Steven, membalikan badannya mendekati Kirana dan duduk di sebelah gadis itu.
“Aku mencarimu lebih dari 7 tahun,” suaranya terdengar pelan dan menyimpan kesedihan.
“Aku nggak kemana-mana,” jawab Kirana singkat.
“Sakit ?” Steven hendak menyentuh pergelangan tangan Kirana, tapi gadis itu buru2 menjauhkan tangannya.
“Kenapa menghilang begitu saja ? Bahkan kamu tidsk memberi kabar kalau mengganti nomor handphone.”
“Aku tidak menghilang. Aku masih tinggal di Jakarta,” jawab Kirana dengan ketus.
Steven bagun dan berjongkok di depan Kirana. Dia berusaha menggenggam jemari gadis itu tapi Kirana lagi-lagi menarik tangannya.
“Jangan macam-macam ! Aku ini calon istri orang,” ketus Kirana. Dia hendak beranjak bangun tapi Steven masih berdiam di depannya.
“Aku mau kembali ke dalam, calon suamiku pasti mencari aku.” Kirana berusaha mendorong tubuh Steven, tapi pria itu sama sekali tidak bergeser.
“Aku hanya ingin ngobrol sama kamu, nggak macam-macam,” Steven mengangkat 2 jarinya menbentuk huruf V.
Kirana menarik nafas panjang dan membuang pandangan ke arah lain. Bukan tanpa alasan dia malas berbicara dengan Steven.
“Aku beri kesempatan 10 menit buat ngobrol,” Kirana menatapnya. “Tapi aku nggak suka dengan posisi seperti ini.”
“Oke…oke…” Steven pun bangun dan kembali duduk di samping Kirana. Gadis itu memberi kode supaya Steven bergeser dan jangan terlalu dekat dengannya.
“Apa yang mau kamu tanyakan ?” tanya Kirana. Kali ini nadanya sudah tidak seketus tadi.
“Kenapa kamu tidak mengabari aku kalau ganti nomor handphone ?”
“Apa semua yang aku lakukan harus aku laporkan sama kamu ?”
Steven menarik nafas panjang. Dia kembali bingung dengan sikap Kirana. Ditatapnya Kirana dari samping sementara gadis itu hanya menoleh ke arah lain.
Pikirannya teringat kembali pada waktu Kirana tiba-tiba menghilang dari kehidupannya. Setelah pindah rumah entah kemana, Kirana bahkan mengganti nomor handphonenya. Steven berusaha mencari tahu keberadaan Kirana pada teman-teman sekolahnya, tapi tidak ada yang mau memberitahunya.
Mereka berdua adalah sahabat dari kecil dengan rentang usia 4 tahun. Keduanya saling mengenal sejak masih duduk di bangku SD dan dipertemukan di sekolah yang sama.
Mama Kirana adalah seorang guru SD yang mengajar di tempat mereka bersekolah. Itulah sebabnya kenapa Kirana dan adiknya yang bernama Kendra, dengan usia 2 tahun lebih muda, bisa menempuh pendidikan di sekolah yang terbilang elit.
Setiap hari Kirana dan Kendra menghabiskan waktu di sekolah sampai mama Dewi selesai mengajar. Selain menghemat biaya transport, tidak ada yang menemani mereka di rumah jika harus pulang sesuai jadwal sekolah.
Siang itu seperrti biasa Kirana menghabiskan waktu di sekitar lingkungan sekolah. Hari ini mama Dewi ada rapat guru sampai jam 3 sore. Kendra diijinkan tidur di ruang UKS seperti biasa.
Kirana yang sudah terbiasa dengan lingkungan sekolah dan cukup dikenal oleh orang-orang di sekitarnya mulai dari para sopir bis sekolah, petugas keamanan sampai para pedagang di kantin sekolah.
Kirana sedang berjalan menuju gedung kantor yayasan. Bangunan 3 lantai itu memiliki taman yang cukup asri di belakangnya. Belum sampai kakinya melangkah memutar jalan menuju taman, Kirana melihat seorang anak laki-laki berbadan cukup tinggi sedang dirisak oleh beberapa temannya. Kirana mengintip untuk melihat situasi dan kondisi dulu. Anak laki-laki itu berusaha melawan, tapi dengan 4 orang yang mengganggunya, perlawanan jadi tidak seimbang.
Melihat kondisi yang makin tidak berimbang, dengan berani Kirana keluar dari tempatnya dan mendekati mereka, lima anak laki-laki yang berseragam sama dengannya.
Keempat anak yang mengganggu itu langsung menoleh saat Kirana berseru untuk menghentikan mereka mengganggu temannya. Sambil bertolak pinggang, Kirana yang badannya cenderung kecil untuk anak seusianha dengan berani semakin mendekat.
“Kalau berani satu lawan satu, jangan main keroyokan begini,” omelnya dengan wajah galak.
Dua orang anak pengganggu itu terlihat mengejek dan merendahkannya, tapi dua anak lainnya mengenali siapa Kirana.
“Mau apa kamu !” hardik salah seorang dari mereka.
Dengan berani dan masih bertolak pinggang Kirana mendekati anak yang menghardiknya.
“Kalian itu anak laki-laki, kalau mau berantem sana pergi ke lapangan. Satu lawan satu, jangan keroyokan kayak begini. Mama bilang namanya pengecut.”
Seorang anak laki lainnya ikut mendekat.
“Tahu apa kamu anak kecil soal pengecut !” anak itu yang tingginya jauh melampaui Kirana menoyor kening gadis itu, membuat Kirana semakin kesal.
Kedua anak yang tidak ikut bicara itu mendekati teman mereka yang sedang beradu mulut dengan Kirana. Keduanya saling membisikan pada masing-masing anak laki yang berhadapan dengan Kirana. Akhirnya anak laki yang pertama menghardik Kirana, membalik badannya dan menatap teman yang dirisaknya.
“Kali ini kamu bisa bebas, tapi jangan lupa pesan kami !”
Anak lak-laki berbadan besar itu pun memberi kode pada ketiga temannya untuk meninggalkan Kirana dan anak laki-laki itu.
“Kenapa kamu tidak melawan ?” tanya Kirana sambil membereskan tas anak laki yang ada di depannya.
“Terima kasih,” lirih anak laki itu.
“Kamu itu anak laki-laki, kalau memang benar harus berani melawan, jangan hanya diam saja.”
Keduanya membereskan buku-buku yang berserakan di jalan semen. Sesudah rapi, Kirana menutup kembali tas itu.
“Nama kamu siapa ? Kelas berapa ?”
Anak laki-laki yang wajahnya memerah karena panas, mengulurkan tangannya.
“Aku Steven dan sekarang di kelas 6, 6 D tepatnya.” Senyum tipis terlihat di bibir Steven.
“Kirana,” anak kelas 2 SD itu menerima uluran tangan Steven dan menjabatnya. “Aku baru kelas 2, murid kelas 2B.”
“Sepertinya muka kamu tidak terlihat asing.”
“Ya sudah pasti lah, aku kan murid di sini juga. Lihat nih,” Kirana menyamping memperlihatkan badge yang terjahit di lengan kanannya.
Anak laki itu tertawa melihat Kirana menjawab dengan nada sewot. Maksud perkataannya tidak sesuai dengan jawaban Kirana.
“‘Maksud aku, wajah kamu mirip dengan seseorang yang aku kenal di sekolah.”
“Oooo…” Kirana manggut-manggut dengan mulutnya yang terbuka. “Aku anaknya Ibu Dewi.”
“Kamu keren banget tadi,” Steven memberikan jempolnya pada Kirana.
“Bukan aku yang keren, tapi kamu yang terlalu cupu,” Kirana mencibir. “Papaku bilang, kalau kita benar jangan takut untuk membela diri.”
Steven kembali tertawa dan tanpa sadar dia mengacak-acak rambut Kirana. Dia teringat pada adiknya Stevanie, murid kelas 4 SD yang bersekolah di tempat lain.
Sejak itu Steven yang cenderung pendiam dan tertutup mulai berteman dengan Kirana, anak kelas 2 SD yang pemberani. Rumah mereka satu arah tetapi tidak satu komplek.
Steven tinggal di kawasan perumahan elite sementara Kirana dan keluarganya tinggal di perkampungan dekat komplek tersebut.
Steven yang terus melanjutkan sekolah hingga ke jenjang SMA di sekolah yang sama, tetap menjalin pertemanan dengan dengan Kirana. Bahkan saat Steven meneruskan kuliah di kota lain, sementara Kirana masih di bangku SMP kelas 9, keduanya masih menjalin komunikasi lewat handphone. Sampai akhirnya Kirana mengabarkan kalau papanya akan dipindahtugaskan ke kantor cabang di daerah. Papa Kirana yang bekerja sebagai pegawai swasta dipercayakan untuk menjadi kepala pabrik perusahaannya yang berada di Jawa Tengah.
Kirana sempat berpamitan dengan Steven. Tetapi sebelum waktu keberangkatannya, Kirana memutus semua komunikasi dengan Steven.
“Aku harus kembali ke dalam,” Kirana memecahkan lamunan Steven. Sejak tadi pria itu hanya memandangnya dari samping tanpa bicara. Pikirannya melayang pada ingatan masa lalu dengan Kirana.
“Calon suamiku pasti mencari aku,” Kirana beranjak bangun, namun Steven kembali menahannya.
“Kenapa kamu seperti menghindariku ? Apa tidak kangen ngobrol denganku ?”
“Tentu aku masih senang ngobrol denganmu, tapi tidak sekarang dan berduaan seperti ini. Seperti kamu tahu kalau aku adalah calon istri Sebastian. Tidak pantas kalau sedang pergi dengan calon suami, aku malah mojok berduaan dengan pria lain.”
Kirana tertawa pelan sambil menoleh ke arah Steven. Perlahan dia melepaskan tangan Steven yang memegang pergelangannya.
“Boleh aku minta nomor handphonemu ?”
Kirana tersenyum tipis, lalu langsung menggeleng.
“Aku harus tanya calon suamiku dulu.”
“Kenapa semua harus ijin dengan Sebastian !” Steven bangun dari duduknya dan berseru dengan penuh emosi.
Kirana mengerutkan dahinya. Dia bingung karena sejak awal bertemu, Steven jadi mudah emosi.
“Apa sebegitu berkuasanya Sebastian sama kamu ?” Steven mendekat dengan tatapan sinis. Kirana pun mundur, kembali menjaga jarak.
“Apa karena dia pria kaya sampai kamu begitu tunduk padanya ?” Tatapan Steven penuh kemarahan.
“Kamu …” Kirana menunjuk wajah Steven, lidahnya sempat kelu karena mendadak hatinya jadi emosi mendengar ucapan Steven.
Kirana mendengus kesal dan berbalik hendak meninggalkan Steven, namun untuk kesekian kalinya, tangannya ditahan oleh Steven.
“Kenapa tidak menjawab pertanyaanku !” bentaknya sambil mempererat pegangannya membuat Kirana meringis.
Kirana tidak menjawab apapun, dia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Steven.
“Jawab Kirana !” Bentak Steven. Kirana terkejut lalu memegang dadanya.
“Lepaskan tangan calon istriku !” Suara Sebastian muncul dari kegelapan.
Sejak tadi Dion memang berdiri tidak jauh dari posisi Steven dan Kirana atas perintah Sebastian. Bukan hanya mendengarkan, Dion sempat merekamnya. Saat dilihat situasi makin memanas, Dion menghubungi bossnya untuk segera datang ke tempat mereka berada.
Melihat Steven sedikit lengah, Kirana segera menarik tangannya dengan kasar. Dia mendekati Sebastian dan reflek merangkul lengan calon suami pura-puranya itu.
Kedua pria itu saling berpandangan dengan tatapan tajam. Kirana dan Dion memperhatikan keduanya.
“Kirana baru calon istrimu kan ? Belum resmi menjadi istri,” ujar Steven dengan nada sinis.
Sebastian mengerutkan dahinya, bertanya dalam hatinya mengapa Steven terlihat begtu obsesi pada Kirana. Sebastian yakin kalau keduanya mempunyai hubungan dekat di masa lalu. Entah mengapa ada rasa tidak rela dan khawatir dalam hati Sebastian. Kirana memang terlihat biasa-biasa saja, namun Sebastian menangkap kalau Kirana justru menyembunyikan sesuatu.
“Lalu apa maumu ? Merebutnya lagi ?”
Lagi ? Kirana mengernyit dan bertanya dalam hatinya. Apakah Steven pernah merebut kekasih Sebastian ? Bukannya dari cerita Dion kalau Sebastian hanya sekali berpacaran dan langsung menikah ? Berarti yang dimaksud Sebastian kalau Steven pernah berusaha merebut Shera ?
“Belum bisa move on dari kenangan akan Shera ?” tanya Steven sambil tersenyum sinis. “Masih menyimpan cerita mantan istri tapi sudah mau menikahi perempuan lain.”
Sebastian mengepalkan kedua tangannya di samping. Wajahnya mulai memerah.
Kirana mempererat genggamannya di lengan Sebastian. Dia sedikit menggoyangkan lengan Sebastian membuat pria itu menoleh menatapnya.
“Apa acara sudah selesai ? Lebih baik kita kembali ke dalam,” pinta Kirana.
“Kita pulang saja. Daddy dan mommy juga sudah pulang,” jawab Sebastian.
“Ya sudah, kita pulang yuk.”
Sebastian menatap tajam Steven sebelum beralu. Bahkan Kirana tidak pamitan kepadanya, membuat hati Steven semakin sakit. Hati Kirana masih sakit dengan ucapan Steven. Meskipun Kirana sadar kalau Steven tidak tahu kebenarannya soal sandiwara malam ini, namun ucapannya sangat menohok dan menyakiti Kirana. Pria yang mengaku menjadi sahabatnya ternyata tidak benar-benar mengenal kepribadian Kirana.
Sebastian yang melihat wajah Kirana sedikit muram, melepaskan pegangan gadis itu di lengannya dan meraih jemari Kirana dalam genggamannya. Kirana tertegun mendapat perlakuan demikian dari Sebastian. Perhatian Sebastian belakangan ini membuatnya kadang-kadang deg deg kan, apalagi diperslukan seperti ini. Jantung Kirana kembali berdegup kencang. Genggaman Sebastian seolah ingin menyalurkan perhatian pria itu untuk membuat Kirana tenang.
Kirana memegang dadanya dengan tangan yang bebas.
“Kamu kenapa ?” tanya Sebastian dengan lembut.
Kirana tercengang dan langsung menggeleng cepat.
“Jangan dimasukan ke hati masalah Steven,” lanjutnya kembali dengan senyuman.
Lagi-lagi Kirana hanya mengangguk, mulutnya terasa beku untuk mengucapkan sesuatu. Apalagi melihat senyuman Sebastian yang begitu menawan, seluruh badan Kirana langsung terasa lemas.
Di belakang mereka Dion mengikuti sambil senyum-senyum sendiri. Dion yakin kalau boss nya bukan hanya belajar kembali menjalin hubungan dengan perempuan, tapi membuka hatinya untuk rasa yang namanya cinta.
dah lah Mr. bas.. lepas dan buang saja perempuan macam itu...ambil saja baby-nya...