Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usaha Pencarian
Flashback ...
"Aku takut bang, apa sebaiknya abang gak usah pergi?" ujar Ana dalam dekapan suaminya.
"Aku pergi untuk memperbaiki keuangan kita, memangnya kamu mau anak kita selalu kekurangan? Aku gak tega dik ..." lirih Sahil.
"Tapi aku ..."
"Kegundahan mu tidak berarti dik. Tenang lah, aku pasti kembali ... Dan akan menyempatkan mengirim surat untukmu." ujar Sahil memeluk erat istrinya.
Ana menjatuhkan air matanya, dia merasa akan kehilangan suaminya. Namun, semua itu tidak di utarakan.
"Lagi pula, aku pergi bersama abang-abang mu, mereka tentu akan menjagaku." ujar Sahil seakan mengerti keresahan hati istrinya.
Sebelum pergi, Ana ingin melayani suaminya dengan puas. Mereka menghabiskan malam bersama rintik-rintik hujan yang menemani.
Keesokan harinya, Sahil bersiap dengan tas ransel di punggungnya, dia dan kedua iparnya, sedang menunggu mobil jemputan.
"Aku mohon ..." ujar Ana kembali menarik lengan suaminya.
"Sayang, Abang janji tidak akan lama. Tolong jaga kan, anak kita." ucap Sahil mengelus pucuk kepala Ana.
"Tenang lah, Ana ... Kami akan pulang setiap tiga bulan. Lagi pula, mbak-mbak mu gak keberatan kami pergi. Apalagi saat pulang nanti kami bawa banyak uang." ucap Abang dari Ana.
"Tapi ..."
"Abang mu benar dik, abang juga ingin tanganmu ada perhiasan seperti istri dari abang-abang mu. Abang juga mau kamu bisa belanja sepuasnya. Kita bisa merenovasi rumah, dan jug lainnya." ujar Sahil menenangkan Ana.
Tak lama kemudian, mobil jemputan datang. Sahil mencium dalam pucuk kepala Ana, dan juga memeluk erat tubuh wanitanya itu. Tak lupa, dia juga menggendong buah hati yang menatapnya dengan mata berkaca, seolah mengatakan, Ayah jangan pergi.
"Tolong jaga Ibu, nanti saat pulang, Ayah akan membawa banyak mainan ..." ujar Sahil berjanji.
"Semoga saat pulang nanti, aku mendapatkan kabar bahagia." bisik Sahil memeluk Ana sebelum menaiki kamar.
Ana menangisi Sahil yang melambai tangan ke arahnya. Berat, tentu saja. Karena ini merupakan pertama kalinya Sahil meninggalkannya.
Tanpa sadar, Ana pun mengelus perut ratanya. Berharap, agar harapan suaminya tercapai.
...🍁🍁🍁...
Sebulan pun berlalu dengan cepat, Ana mendapatkan surat dari suaminya. Dia juga mengirimkan sejumlah uang untuk Ana.
Dengan seksama Ana membaca surat dari Sahil.
Sayang, bagaimana kabarmu? Aku sungguh berharap jika kamu dan putra kita baik-baik saja.
Sayang, abang mengirim surat ini bersama rindu yang tidak bisa dibendung. Abang mengirim surat ini bersama cinta yang tak terhingga. Doakan abang, karena doamu akan menembus langit dengan begitu cepat.
Dik, ini aku juga mengirim mu sejumlah uang. Dan sekarang aku bekerja sebagai tukang bangunan. Kamu tenang saja, Abang disini tetap makan tiga hari sekali. Karena semua ini di tanggung oleh mandor.
Ini semua gaji abang, kamu bisa membeli apapun yang kamu mau. Tapi, jika kamu berkenan, tolong kamu sisihkan sedikit untuk ibu.
Sayang, bagaimana dengan kandunganmu? Apakah sudah berisi? Aku sangat berharap, jika kamu hamil lagi. Bukan apa, aku hanya ingin kamu memiliki hiburan, saat aku tidak ada.
Sayang, aku rindu, sungguh sangat rindu. Bahkan, jika bisa, aku akan terbang hanya untuk ingin bersamamu. Akan tetapi, bukankah, semua ini untuk kehidupan kita? Agar kita lebih bahagia nantinya.
Sayang, tolong jaga putra kita. Dan titipkan rasa rinduku untuknya. Katakan, Ayahnya sangat mencintainya.
Tunggu Abang ...
Wasalam, suamimu
Sahil.
Ana memeluk surat itu dengan erat, seolah menyerap rindu yang di kirimkan oleh suaminya. Bahkan dia menangis merasakan kerinduan yang sama-sama membuncah.
"Ibu kenapa nangis?" tanya Arkan buah hatinya dengan Sahil.
Ana menatap dalam Arkan yang mewariskan sebagian dari wajahnya Sahil.
"Ibu mendapatkan surat dari Ayah, dan Ayah menitipkan rindu untukmu." ucap Ana.
"Mana?" tanya Arkan antusias.
"Memang kamu sudah bisa baca?" kekeh Ana menyerahkan surat dari Sahil.
"Belum, kan baru tk ..." ujar Arkan polos.
Namun, dia melakukan hal yang sama seperti Ana. Memeluk surat itu, seperti memeluk Ayahnya.
Hari-hari berlalu, kini sudah bulan ke tiga Sahil merantau. Ana harap-harap cemas menanti kepulangan suaminya. Apalagi, dia mendapatkan kabar dari isteri-isteri abangnya. Jika mereka akan kembali hari ini.
Benar saja, sore hari sebuah mobil berhenti di depan rumah abangnya. Dan ke dua abangnya turun disambut oleh anak-anak, juga istri mereka.
Ana dan Arkan pun mendekati mobil tersebut, untuk melakukan hal yang sama.
Namun, mobil kembali melaju setelah menurunkan barang-barang kedua abangnya.
"Bang Sahil ..." panggil Ana berharap suaminya segera turun untuk memeluknya.
"Ana, Sahil tidak pulang." ujar abang tertua dari Ana.
"Maksud abang? Kenapa? Bukannya dia sudah berjanji akan pulang bersama kalian? Emangnya bang Sahil kemana?" tanya Ana beruntun.
"Kita masuk dulu, dengarkan kami dulu." ajak abang tertua Ana.
Mereka semua masuk ke rumah tersebut. Dan abang kedua Ana langsung menyuruh anak tertuanya untuk mengajak semua anak-anak menjauh. Sebab mereka ingin bicara serius.
Ana menatap kedua abangnya dengan perasaan tak menentu.
"Ana, Sahil menolak untuk pulang bersama kami. Dia ingin bekerja di tempat lain bersama teman-teman tukang lainnya." Abang tertua Ana menghela napasnya.
"Kami sudah berupaya untuk mengajaknya pulang, namun dengan tegas dia menolak. Dia hanya menitipkan uangnya untukmu. Dan mengatakan akan segera pulang." lanjut abang kedua Ana.
"Tapi, dia sudah berjanji ..." ujar Ana mengelus perutnya.
"Tenanglah, Ana ... Dia pasti pulang." ujar abang tertua mengelus pucuk kepala Ana.
Ana menangis, bukan apa. Dia hanya mengingat sang suami yang telah mengingkari janjinya. Padahal dia sudah tidak sabar ingin memberikan kabar bahagia.
Ya, Ana hamil, dan dia baru tahu seminggu sebelumnya.
"Abang tahu dimana Bang Sahil kerja?" tanya Ana tersedu.
"Kami gak tahu pasti, karena kami sendiri bekerja sebagai tukang borongan. Jadi, kami bisa dimana saja, bahkan bisa juga berada di kota ini." lanjut Abang kedua Ana.
Sebulan dua bulan Ana kembali menunggu, namun suaminya tidak kunjung pulang.
Ana memberitahu kegundahan hatinya pada Fatima. Dia mengadu, jika Sahil tidak pernah lagi mengirimnya kabar. Dan dia hanya mendapatkan selembar surat.
Saat itu, Fatimah yang berprofesi sebagai tukang urut, memang memiliki banyak uang. Dia mengajak Rima dan adik lelakinya untuk mencari keberadaan Sahil. Bahkan, Fatimah mengajak kedua Abang dari Ana untuk ikut serta.
"Kami hanya menyelesaikan gedung ini bu, dan sebelum pulang, Sahil pergi bersama teman-teman lain. Kami memang tidak memiliki akses apapun untuk menghubungi mereka bu, mengingat ponsel adalah barang mahal yang harus kami beli." ucap Abang tertua Ana.
Fatimah tidak menyerah, dia bahkan menanyakan pada mandor, barang kali mereka melihat keberadaan Sahil. Namun sayang, karena banyaknya para tukang yang bekerja, sang mandor pun, tidak begitu ingat tentang Sahil.
ana yg tersakiti,Kinan yg menikmati
dan si Jefri dan firman perlu di ruqyah 😁😁