Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Pertama Dengan Pelakor
Vara kini mulai memahami situasi, dia harus terjebak di dalam tubuh bocah perempuan cantik.
"Mama minta maaf yah sayang! Gara-gara Mama, Vara hilang ingatan!" ucap Selvira mengelus rambut sang putri yang hanya diam.
Aku tidak hilang ingatan cuk! Aku memang bukan Vara! teriak Kara dalam hati merasa frustasi.
Vara hanya mengangguk polos, mendengar apa yang dikatakan wanita didepannya ini. Dia menutup matanya, menikmati elusan di rambutnya itu. Hal, yang tidak pernah didapatkannya dulu.
"Coba panggil Mama, sayang!" ucap Selvira lembut.
Vara membuka matanya, menatap wanita cantik yang menjadi ibunya itu. "Ma—mama!" Vara berucap kaku.
Selvira tersenyum menatap sang putri. "Putri Mama memang cerdas!" ucap wanita itu.
Cup!
Mata Vara berkedip-kedip, saat mendapatkan ciuman di pipi gembul nya, membuat Selvira terkekeh kecil. Vara menatap wanita berkulit putih itu.
Ternyata mama bocah ini sangat cantik! Apa ini karena permintaan ku, sebelum aku mati?! batin Vara.
Mata Vara menerawang, teringat dirinya sebelum meninggal. Dia sempat berdoa agar memiliki orang tua, dan ternyata di kabulkan dengan cara yang tak pernah dia sangka.
"Vara sayang! Kamu kenapa Nak? Ngantuk? Kalau begitu Vara tidur saja yah!" ucap Selvira lembut.
"Vala tidak mau tidul! Vala mau nonton, boleh?!" mata bulat bocah itu terlihat menggemaskan.
"Baiklah! Mama nyalakan tv-nya yah!" Selvira mengambil remot yang berada di atas meja dekat tv tersebut.
"Ini sayang!"
Selvira memberikan remot pada sang putri, dengan jari jemarinya yang gembul. Vara menekan tombol power, tiba-tiba berita tentang kebakaran di sebuah tempat terpencil, di siarkan.
Vara fokus pada tontonan nya, hingga Selvira mengganti chanel tv tersebut. Vara sepertinya ingin mengumpat.
Sialan! Kenapa di ganti? maki Vara dalam hati.
"Sayang! Kamu tidak boleh nonton seperti itu, tidak baik untuk anak kecil seperti Vara ..."
Aku bukan anak kecil lagi woy! teriak Vara dalam hati merasa frustasi.
Di lorong rumah sakit, Arvin bertemu dengan istri keduanya. Yaitu, Amara, terlihat wanita itu mengejar Arvin yang berada di depannya.
"Mas Arvin!" panggil Amara, dengan heelsnya Yang terdengar di lantai rumah sakit.
Arvin berhenti, lalu menoleh menatap istri keduanya itu. "Kamu darimana saja Amara?" tanya pria itu.
Dengan tenang Amara menjawab, "Aku dari mansion Mas! Bukannya Mas tahu, ada Lunaira yang membutuhkan aku," jawab Amara.
Arvin mengangguk percaya, ya dia memang memiliki dua istri sekaligus. Pertama, Selvira ibu dari Vara. Dan Amara, cinta pertamanya.
Amara telah memiliki anak dari suami pertamanya dulu, mereka awalnya berselingkuh di belakang Selvira. Namun, saat ini Arvin terang-terangan membawa cinta pertamanya ke mansion miliknya bersama sang istri.
Tentu Arvin tidak bisa melupakan cinta pertamanya, dulu mereka berpisah karena Amara di jodohkan oleh orangtuanya pada seorang pengusaha kaya.
Namun suami Amara bangkrut, mereka bercerai. Amara yang tahu, jika Arvin telah sukses kini kembali mendekati pria itu meski telah beristri.
"Bagaimana keadaan Vara Mas?" tanya Amara berpura-pura peduli.
Arvin menghela nafasnya, sambil melangkah kakinya diikuti oleh Amara. "Dia hilang ingatan!" ucap pria itu sedih.
"Loh! Bagus dong Mas!" celetuk Amara keceplosan.
"Apa maksud mu?" Arvin menatap dalam wanita yang menjadi cinta pertamanya itu.
Amara gelagapan, dia mencoba tenang. "Begini ... Mas! Maksud aku tuh, bagus kalau Vara lupa ingatan. Biar dia tidak trauma dengan kejadian yang menimpanya itu," ujar wanita glamor itu memberi alasan.
Arvin terlihat mengangguk, mempercayai omongan istri keduanya itu. Amara menghela nafas lega, saat Arvin percaya padanya.
Sialan! Untungnya Mas Arvin percaya! maki Amara dalam hati, dia merutuki mulutnya yang keceplosan.
Sebenarnya Amara mengatakan hal itu, karena tidak ingin Vara mengingat kejadian itu. Dia tak ingin Vara mengungkapkan sesuatu yang membuatnya terancam posisinya.
"Mas! Bagaimana kalau aku saja yang mengasuh Vara? Biar mbak Selvira bisa beristirahat dulu," ujar Amara lembut, dia memiliki rencana lain untuk bocah perempuan itu.
"Aku juga sudah menganggap Vara sebagai putriku Mas! Mau bagaimana pun, aku juga ibunya. Meski hanyalah ibu tiri," sambung Amara bersandiwara.
Arvin terlihat berpikir sejenak, kemudian mengangguk setuju. Dia berpikir jika Vara akan lebih dekat dengan ibu tirinya juga.
"Kamu benar sayang! Mas setuju!" ucap Arvin.
Amara tersenyum manis, dalam hatinya dia bersorak gembira. Dengan begini, dia bisa menyiksa Vara secara perlahan serta mengawasi bocah perempuan itu agar ingatannya tidak kembali.
"Terimakasih Mas!" Amara bergelayut manja di lengan kekar Arvin.
"Hmm ... sama-sama sayang! Nanti aku akan berbicara dengan Selvira!" sahut Arvin mengusap pucuk kepala sang istri kedua.
Keduanya tiba di ruangan VIP, tempat Vara di rawat. Saat membuka pintu, mereka melihat ibu dan anak sedang menonton acara kartun anak-anak.
Sedangkan Vara terlihat sangat bosan melihat, kartun anak-anak itu. Tapi dia sangat mampu mengendalikan ekspresinya.
Film macam apa ini? Ini hanya untuk anak-anak woy, bukan seperti aku yang sudah dewasa! teriak Vara frustasi.
Baru sehari menjadi bocah kecil, dirinya sudah sangat frustasi. Entah apa yang ada terjadi padanya lagi.
"Princess! Papa datang!" ucap Arvin lembut.
Kedua wanita beda generasi itu menoleh, jika Selvira menatap penuh luka sang suami. Vara hanya menatap datar pria dan wanita glamor didepannya ini.
"Sayang! Kamu pasti tidak ingatkan, dia siapa?" Arvin menghampiri sang putri diikuti oleh Amara. Terlihat Selvira sedikit menjauh, dan memalingkan wajahnya.
Vara mengangguk polos, dia memang tidak mengenal wanita yang terlihat seperti ulat bulu itu.
"Halo sayang! Perkenalkan, aku adalah ibumu juga. Istri Papa kamu!" ucap Amara lembut.
Vara hanya mengangguk, tapi dalam hati dia mulai mengerti sesuatu. Wah! Ternyata ada pelakor disini, lumayan bisa beri dia pelajaran. Hehehehe! Vara tertawa dalam hati.
"Halo Tante!" ucap Vara polos.
"Kok Tante sih sayang! Panggilnya Mami dong!" sahut Arvin menegur lembut sang putri.
"Mas gak apa-apa kok! Mungkin Vara masih belum terbiasa, lebih baik Mas bicara dengan Mbak Selvira!" ujar Amara tersenyum manis.
"Baiklah!"
Setelah Arvin dan Selvira keluar dari ruangan itu, terlihat wajah Amara berubah menjadi garang.
"Ternyata kamu masih bisa bertahan hidup! Aku pikir, setelah kecelakaan kamu sudah mati!" ucap Amara menatap tajam bocah perempuan itu.
Kara dalam tubuh Vara, menaikkan salah satu alisnya. "Oh, Tante calah becal. Justlu kecelakaan itu membuatku tambah kuat. Dulu aku hanya bocah biaca, sekalang aku udah ... upglade," balas Vara menatap sinis wanita didepannya itu.
Amara terkejut, saat bocah perempuan didepannya ini membalas perkataannya. Biasanya bocah ini sangat takut dengannya, tapi sekarang dia mampu membalas perkataannya. Dan apa tadi ... upgrade. Kata-kata itu dia dapat darimana.