Pedang Pusaka menceritakan tentang seorang manusia pelarian yang di anggap manusia dewa berasal dari Tiongkok yang tiba di Nusantara untuk mencari kedamaian dan kehidupan yang baru bagi keturunannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cut Tisa Channel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jebakan Licik
Berjalan lah kelima orang itu di ikuti oleh singa piaraan kek Xiansu di belakangnya.
Ternyata mereka semua dibawa menuju ke sebuah ruangan di tingkat bawah oleh sang hartawan yang lebih dulu berjalan di depan mereka.
Orang orang yang melihat mereka, atau lebih tepatnya melihat singa didekat mereka bergidik ngeri ketakutan dan agak menjauh seakan memperluas jalan untuk rombongan kakek Xiansu.
Sesampainya mereka disana, para rombongan itu segera dipersilahkan duduk oleh hartawan Ki yang lebih dulu mengambil tempat duduk di kursi paling depan.
Didepan mereka telah disediakan hidangan yang lezat dan mewah. Seperti memang sudah disediakan sejak awal awal.
"Sebelum masuk ke pokok pembicaraan, mari kita santap hidangan ini, tidak baik membicarakan masalah dalam keadaan lapar". Seru hartawan Ki yang menerima sebutir pil dari bawahannya dan meminumnya.
Tanpa menunggu aba aba dari Xiansu, Siaw Jin yang memang sudah teramat lapar langsung saja memakan hidangan lezat itu dengan sangat rakus.
Melihat senyum licik di ujung bibir hartawan Ki, Xiansu bangun dari duduknya sambil berkata,
"Jangan dimakan,"
Namun terlambat, entah berapa banyak sudah makan yang masuk ke perut Siaw Jin yang langsung memegang lehernya seperti orang tercekik itu.
Saat Xiansu ingin menyerang hartawan Ki, tiba tiba saja mereka berlima bersama singa itu tertimpa jaring yang lemas dan berat, ketika tuas didekat hartawan Ki ditariknya, kursi mereka pun amblas kedalam tanah.
Rupanya mereka semua terjebak dalam perangkap hartawan Ki dan ke enam sosok itu kini telah terjeblos ke penjara bawah tanah di gedung mewah milik hartawan itu.
Sayup sayup mereka hanya mendengar suara tawa hartawan Ki yang semakin terbahak bahak.
Setelah semua jatuh ke penjara bawah tanah, Xiansu dan panglima Bu segera melepaskan diri dari perangkap jaring tersebut dan ikut pula melepaskan jaring yang melibat singa dan ketiga anak remaja itu.
"Kenapa Xiansu tidak melawan dan terjebak seperti ini. Apakah benar engkau adalah Xiansu yang di maksud oleh Kaisar?" Seru panglima Bu yang mulai kurang yakin dengan orang yang sangat di hormatinya itu.
"Sudahlah, kau diam saja. Ikuti saja permainan nya". Jawab Kakek berambut putih itu seraya melihat keadaan Siaw Jin yang semakin memprihatinkan.
Kedua saudara Siaw Jin telah menangis sambil memeluk Siaw Jin yang telah pingsan dengan muka menghitam.
"Kurang ajar, mereka menaruh racun dalam makanan itu. Apakah engkau tidak tau hal itu Xiansu? Mengapa kau biarkan anak ini memakan makanan itu?".
Kini Panglima berbadan tegap itu semakin marah dan emosi. Sambil menitikkan air mata, panglima Bu terus saja menyalahkan Xiansu yang kini telah bersemedi di samping singanya yang mendekam dengan santai.
"Hei, kakek tua, berani beraninya kau mengaku sebagai Xiansu, kalau kau memang Xiansu, coba pulihkan anak ini". Dengan mata merah panglima Bu menatap kakek itu yang kini membuka matanya perlahan lahan.
"Tenang Panglima, apa kau pikir, dari awal kita kemari aku sengaja menyerahkan kalian begitu saja dalam jebakan licik hartawan itu? Jangan khawatir, semua ini sudah aku perkirakan. Sekarang tenangkan saja hatimu dan jaga anak itu jangan sampai meminum air atau cairan apapun".
Setelah berbicara, Xiansu kembali memejamkan matanya sambil duduk bersila. Kini panglima Bu perlahan lahan mulai sedikit tenang dan berusaha menenangkan Siaw Gin dan Siaw Kim.
Namun Lim Siaw Kim bagaimana pun juga adalah seorang gadis cilik yang sedikit susah di atur. Maka panglima Bu agak sedikit kewalahan dengan wanita kecil itu.
Baiklah, kita tinggalkan dulu mereka yang sedang di himpit derita itu. Mari kita lihat keadaan di dusun Pek Yang yang kini semakin bertambah kisruh setelah di kurungnya Xiansu dan panglima Bu bersama tiga anak bermarga Lim dan juga singa kesayangan Xiansu.
Ternyata tepat seperti yang dikatakan oleh Xiansu. Sore hari itu, para tentara kerajaan telah tiba mengepung tempat kediaman hartawan Ki dimana acara akan dilangsungkan malam ini harusnya meriah, namun dengan kehadiran ratusan tentara kerajaan, keadaan disana malah mencekam.
Hartawan Ki kini sibuk melakukan rapat dengan para datuk dunia hitam yang kini telah duduk di ruangan tingkat paling atas bersamanya.
Tampak belasan orang dengan berbagai macam rupa berkumpul disana.
"Menurutku, kita paksa tentara kerajaan untuk mundur. Aku rasa, dengan memakai tawanan kita itu, para pengawal akan mendengar permintaan kita Tuan". Seru seorang pria berbadan besar berambut panjang dengan muka dipenuhi jerawat batu.
"Menurut saya, benar seperti yang dikatakan Datuk Selatan. Kita paksa mereka mundur sampai acara Tuan malam ini berjalan mulus, setelah itu baru kita pikir bagaimana selanjutnya". Sahut seorang nenek buruk rupa yang lebih dikenal dengan sebutan iblis bermuka ular.
"Baiklah, mari kita lakukan persiapan sebelum malam tiba". Ucap hartawan Ki yang lalu bangkit dari duduknya.
Mereka pun segera melakukan persiapan dan membagi tugas seperti yang sudah di atur oleh keputusan rapat sore itu.
Dua orang akan menghubungi para tentara kerajaan untuk berunding, sepuluh orang lainnya akan melakukan penjagaan dengan ketat disekitar tahanan bawah tanah. Lima orang lainnya akan mengawal hartawan Ki yang kini sedang bersiap siap menyambut para tamu undangan.
Sebenarnya, para tentara sudah lebih dulu mendapat pesan langsung dari Xiansu sebelumnya.
Apapun yang terjadi, biarkan para tamu undangan dan hartawan itu melaksanakan acaranya sampai dengan selesai.
Makanya setelah dua orang perunding yang diutus hartawan Ki pulang kembali ke gedung tersebut, mereka berdua dengan sombongnya melaporkan bahwa berkat mereka, tentara kerajaan takut dan menerima usul mereka bulat bulat.
Hingga malam hari tiba, ramailah para tamu undangan yang terdiri dari pihak pembesar kerajaan, panglima korup, hartawan kota kota lain serta para pendekar dan golongan sesat persilatan pun turut hadir di tempat itu.
Mereka menikmati hidangan dan arak serta melakukan berbagai rangkaian acara, dari mulai pertandingan silat, adu kekuatan, adu strategi yang bertujuan untuk menarik tenaga sebanyak banyaknya dalam rangka melakukan pemberontakan kepada kerajaan yang saat itu memang sedikit melemah.
Sedang asyik asyiknya melakukan pesta besar diatas, di tahanan bawah tanah tampak sedang terjadi perkelahian sengit antara sepuluh orang datuk hitam persilatan melawan tiga sosok yang tidak lain adalah Xiansu, panglima Bu dan juga ... Singa.
Siaw Jin bersama kedua saudaranya tampak masih berada di dalam kerangkeng tahanan menyaksikan perkelahian tingkat tinggi tersebut.
Kakak lelaki serta adik perempuannya hanya dapat melihat kilatan berkelebat kesana sini, namun tidak dengan Siaw Jin. Setelah tadi dia terkena racun, ketika Xiansu memberikan ramuan khusus untuk mengobatinya, matanya kini puluhan kali lebih awas dari mata orang biasa.
Telinganya juga lebih peka, perasaannya lebih sensitif dan kecerdikannya pun lebih jeli. Memang sejak pertama berjumpa dengan Siaw Jin, Xiansu telah melihat bakat yang sangat baik dari anak ini.
Makanya Xiansu segera menyiapkan semua hal yang telah para pembaca ikuti untuk mempersiapkan Siaw Jin menjadi cikal bakal penerus Xiansu dikemudian hari.
Setelah ratusan jurus dilewati, akhir nya tampak para datuk sesat itu mulai ketar ketir melakukan perlawanan dan mulai terdesak.
Jika Xiansu hanya menyerang untuk melindungi diri saja, lain hal nya dengan panglima Bu dan singa itu, serangan kedua sosok tersebut membuat sepuluh orang datuk sesat itu mengalami luka di sekujur tubuh mereka.
Seperti biasa dimanapun di belahan dunia ini. Orang yang berjiwa pengecut seperti datuk datuk sesat itu akan maju jika menguntungkan dan akan segera mundur jika keadaan sudah tidak berpihak lagi pada mereka.
Sekejap saja para datuk sesat itu sudah melarikan diri dengan menggunakan keahlian mereka sambil membawa kekalahan dan luka menghilang dalam lorong rahasia.
"Pendekar Bu, kalian segera keluar lewat jalan belakang, bakar kembang api ini sesampainya kalian di luar. Aku akan keluar lewat pintu rahasia itu". Seruan kakek Xiansu tak dapat di bantah oleh panglima Bu yang langsung mengajak ketiga anak remaja itu seperti diperintahkan oleh Xiansu.
"Xiansu, saya minta maaf atas sikap saya siang tadi kepada Xiansu, itu karna kebodohan saya". Seru panglima Bu sebelum berangkat yang hanya dibalas dengan senyum lembut di wajah Xiansu.
BERSAMBUNG. . .