Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Pagi yang Cerah
Fort membuka matanya diiringi sinar matahari yang menyelinap masuk melalui jendela kecil rumahnya. Untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasakan beban pikirannya menguap sepenuhnya.
Ia berjalan keluar dengan wajah memancarkan senyuman lembut sambil ia mengenang kejadian semalam di resort Peat.
‘’Itu benar-benar terjadi, kan?’’
Bayangan ciuman dan tatapan Peat masih jelas dalam pikirannya. Jantungnya berdebar lagi hanya karena memikirkannya.
Boss keluar dengan rambut acak-acakan, kaus kusut, dan wajah mengantuk. Ia menghentikan langkahnya ketika melihat kakaknya berdiri di luar sambil tersenyum sendiri. Ia mendekat, menyipitkan mata dengan curiga.
‘’Kenapa tersenyum sendiri seperti orang gila? Apakah otakmu sudah mulai rusak?’’ tanyanya sambil menguap lebar.
Fort hanya tertawa kecil, tidak menjawab lalu berjalan ke dapur.
Boss semakin bingung saat ia mendengar suara panci bergemerincing. Ia mengintip ke dalam dan terkejut mendapati kakaknya membersihkan rumah sambil memasak sarapan.
‘’Hei, hei, hei! Apa yang terjadi di dunia ini? Kau membersihkan rumah? Masak? Ini sudah akhir zaman atau apa?!’’ habis pikir Boss.
Fort tidak memedulikan komentar itu. Ia hanya tersenyum sambil menuangkan sup ke dalam mangkuk dan berkata santai, ‘’Makanlah, kau perlu energi untuk tetap bodoh sepanjang hari.’’
Boss mendekat, menatap kakaknya dengan tatapan penuh analisis. Ia lalu mencoba memancing reaksi seperti biasa. ‘’Kau tahu, Kak, aku dengar orang-orang bilang Kak Peat pergi meninggalkanmu karena bosan. Katanya kau terlalu membosankan sebagai pemandu.’’
Fort mengangkat sebelah tangannya membuat Boss menghindar.
Namun, alih-alih marah seperti yang diharapkan, Fort mengelus pucuk rambut adiknya sambil menyodorkan mangkuk sup. ‘’Makan saja, mulutmu perlu istirahat.’’
Boss hampir menjatuhkan mangkuknya karena terkejut. ‘’Apa?! Biasanya kau sudah memukul atau mendorong kepalaku. Siapa kau, dan apa yang kau lakukan pada kakakku?!’’
Fort hanya tertawa kecil, lalu berkata dengan nada ringan, ‘’Berhenti mengeluh. Kau tahu, hidup itu pendek, jadi nikmati saja.’’
Boss memandang kakaknya dengan ekspresi dramatis, memegangi kepala seperti sedang mengalami krisis eksistensial. ‘’Sialan. Dia bukan saudaraku. Siapa bajingan sialan ini?’’
Fort tersenyum sambil meminum kopinya, tidak menanggapi omelan adiknya.
......................
Di sisi lain, Peat membuka matanya disambut angin lembut dari jendela resort yang menghadap pantai. Ia meregangkan tubuh, merasakan kasur empuk di bawahnya, dan menikmati suara deburan ombak yang menenangkan. Sudah lama sekali rasanya ia tidak bangun seperti ini, tanpa alarm keras, tanpa manajer yang menggedor pintu, tanpa tuntutan jadwal yang padat.
‘’Kapan terakhir kali aku merasa seperti ini?’’
Saat memalingkan pandangannya ke luar jendela, pikirannya melayang kembali ke kejadian semalam. Pipinya memanas ketika mengingat ciuman yang terjadi. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali.
‘’Aku benar-benar melakukannya lagi… bahkan lebih dari itu.’’
Ada sesuatu yang menggelitik di hatinya, sesuatu yang asing tetapi menyenangkan. Ia kemudian menggeleng cepat. ‘’Tidak mungkin... Itu hanya... situasi. Ya, situasi.’’
Peat bangkit untuk memulai rutinitas pagi yang biasa ia lakukan. Ia berjalan ke kamar mandi, mencuci wajahnya dengan sabun khusus, lalu membuka tas besar yang penuh dengan produk perawatan kulit yang ia bawa.
Dengan disiplin yang luar biasa, Peat mengoleskan toner, serum, pelembap, dan sunscreen, semuanya dalam urutan yang sempurna. Ia merapikan rambutnya, menguncirnya dengan gaya yang rapi tetapi kasual.
Setelah itu, ia melakukan sedikit yoga di balkon, menikmati pemandangan laut sambil menenangkan pikirannya.