Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16.
Ke dua pria yang memakai baju hoodie di atas ring tersebut, di bantu oleh Asisten mereka masing-masing, membuka baju hoodie yang mereka kenakan.
Terlihatlah tubuh kekar dan berotot di balik baju hoodie, yang telah di lepaskan pada ke dua pria, yang saling menatap tajam di atas ring tersebut.
Sebelumnya Jane sudah melihat tubuh Hendrik, saat ia menolong Hendrik di malam pria itu pingsan karena terluka.
Tapi saat ini, Jane melihat tubuh bertato itu, ternyata memiliki bentuk tubuh yang lebih berotot, terlihat berbeda di malam suaminya itu terluka.
Bahu yang lebar, terlihat begitu kekar, dengan bisep lengan yang menonjol, sampai memperlihatkan urat yang timbul pada lengan itu, dan bentuk perut sixpacknya, yang terlihat kekar juga, dari pada saat di malam itu.
Mata Jane memandang ring tanpa emosi, melihat pria yang telah menjadi suaminya itu, sedang menatap lawannya begitu tajam dan dingin.
Jane biasanya, melihat pertandingan tinju di televisi, setiap pesertanya akan memakai sarung tangan tinju.
Tapi, ke dua pria yang di atas ring itu, tidak memakai sarung tinju. Tangan mereka terlihat, hanya di balut oleh kain tebal, seperti ban menutupi punggung tangan, dan telapak tangan, sementara jari-jemarinya tidak di tutup.
Sepertinya tinju boxing, yang di lakukan Hendrik, semacam tinju boxing Muay Thai, tanpa menggunakan sarung tinju.
Jane melihat tubuh Hendrik mulai bersiap, dengan tangan yang terkepal dengan erat, bersiap akan melakukan gerakan untuk meninju, pria yang berdiri di depannya.
Terdengar suara pria, yang tadi memperkenalkan Hendrik dan lawannya, kepada ke dua pria itu, untuk bersiap melakukan pertarungan mereka mengalahkan satu sama lain.
Terdengar kembali riuhnya aula arena boxing tersebut, meneriakkan nama ke dua pria yang ada di atas ring.
Membuat arena boxing begitu berisik, meneriakkan seruan untuk menyemangati ke dua pria di atas ring tersebut.
"Paul... Paul...!!"
"Hendrik... Hendrik...!!"
Dua kubu yang berbeda, saling berteriak begitu berisiknya.
"Mulai!!" teriak pria yang tadi mengenalkan mereka, atau yang biasa di sebut 'wasit'.
Ke dua pria itu perlahan maju ke depan.
Mata Jane nanar melihat sosok pria, yang telah menjadi suaminya itu, menatap tanpa berkedip, untuk melihat bagaimana sebenarnya seorang petinju bertarung.
Hendrik berjalan dengan tenang, menatap dingin lawannya, Paul, dan langsung menyerang Paul dengan tinjunya, yang reflek dihindari Paul.
Saat Paul reflek menghindari tinju Hendrik, saat itu juga dalam sekelip mata, kaki Hendrik berputar menendang perut Paul.
Brukkk!!
Tubuh Paul langsung terpental jatuh di atas riang.
Dan, sontak terdengar suara teriakan kesenangan, dari pendukung Hendrik begitu riuhnya, memenuhi ruang arena boxing tersebut.
Jane menutupi telinganya, karena seruan penonton, yang begitu sangat berisik sekali, meneriakkan kegembiraan mereka.
Semua pendukung Hendrik begitu gembira, karena tidak menyangka, Hendrik dapat menjatuhkan lawannya, dalam hitungan beberapa detik saja.
Beberapa pria berlari dengan cepat, naik ke atas ring boxing, lalu memeluk Hendrik dengan riuhnya.
Kemudian mereka mengangkat tangan Hendrik tinggi-tinggi, untuk menunjukkan kegembiraan mereka, sembari tertawa begitu senangnya.
Sementara Hendrik dengan wajah datarnya, tidak menunjukkan respon apapun.
Ia tampak masih dengan tatapan dinginnya, tidak menunjukkan senyuman kegembiraan sedikitpun.
Jane di tempat duduknya, masih tetap diam melihat ke atas ring, melihat Hendrik dielu-elukan oleh semua pendukungnya.
Tanpa sengaja mata mereka berdua saling bertemu, menatap dengan lekat satu sama lain dalam jarak jauh.
Jane melihat tatapan dingin Hendrik, yang biasanya pria itu perlihatkan, terlihat menghangat menatapnya.
Jane mengedipkan matanya, ia mungkin salah melihat, karena begitu banyaknya pria yang mengerumuni Hendrik.
Teng!
Bel berbunyi membubarkan orang-orang yang ada di atas ring, untuk turun kembali ke tempatnya masing-masing.
Sekarang di atas ring, hanya berdiri Hendrik dan wasit saja, sementara Paul telah turun karena sudah di nyatakan kalah.
Wasit kemudian memanggil penantang Hendrik selanjutnya, untuk melanjutkan pertarungan yang sudah di sepakati.
"Mari kita sambut penantang berikutnya... Bryan Howard!!"
Pria yang di panggil oleh wasit tersebut, keluar dari pintu yang terbuka dari sudut aula arena boxing tersebut.
Semua mata melihat ke arah pria, yang memakai baju hoodie menuju ring tinju.
Pendukungnya langsung berteriak, menyerukan namanya dengan penuh semangat.
Sementara Hendrik di atas ring, masih dengan keadaan tenang, menunggu lawannya itu naik ke atas ring.
Wajah datar, dengan tatapan dinginnya, memandang lawannya dengan tajam.
Bersambung.....