"Jangan pernah temui putriku lagi. Kamu ingin membatalkan pertunangan bukan!? Akan aku kabulkan!"
"Ti... tidak! Bukan begitu! Paman aku mencintainya."
Luca Oliver melangkah mendekati tunangannya yang berlumuran darah segar. Tapi tanpa hasil sama sekali, dua orang bodyguard menghalanginya mendekat.
"Chery! Bangun! Aku berjanji aku akan mencintaimu! Kamu mau sedikit waktu untukmu kan? Semua waktuku hanya untukmu. Chery!"
Tidak ada kesempatan untuknya lagi. Ambulance yang melaju entah kemana. Segalanya berasal dari kesalahannya, yang terlalu dalam menyakiti Chery.
*
Beberapa tahun berlalu, hati Oliver yang membeku hanya cair oleh seorang anak perempuan yang menangis. Anak perempuan yang mengingatkannya dengan wajah tunangannya ketika kecil.
"Kenapa menangis?"
"Teman-teman memiliki papa, sedangkan aku tidak."
Ikatan batin? Mungkinkah? Pria yang bagaikan iblis itu tergerak untuk memeluknya. Membuat semua orang yang melihat tertegun, iblis ini memiliki hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Promise
"Maaf..." Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya.
Bibir gadis itu tertutup, air matanya mengalir. Sudah 3 tahun, benar-benar merindukan Oliver."Menikah?" Tanyanya, dijawab dengan anggukan kepala oleh Oliver.
"Aku mencintaimu, bahkan dari pertemuan pertama kita. Semakin lama semakin mencintaimu. Semua salahku..." Oliver memeluk kekasihnya yang terisak.
Pemuda yang tidak mengetahui, terkadang kalimat yang dilontarkan nya tiga tahun ini dapat menjadi kenyataan.
Chery aku jenuh padamu!
Pulanglah!
Mitha lebih baik daripada dirimu.
Mengapa kamu begitu egois?
Tidak bisakah kamu berhenti untuk menggangguku?
Jangan datang lagi.
Terkadang aku begitu membencimu.
Jika kamu terus seperti ini, aku harap kamu lenyap dari dunia ini saja.
Bukankah Chery selalu mengabulkan keinginan orang-orang yang dicintainya. Tapi pada kenyataannya tiga tahun ini dirinya selalu melekat pada Oliver, tidak peduli bagaimana Oliver mengusir dan merendahkan nya.
Hal yang aneh bukan? Karena semua kalimat itu akan benar-benar terjadi. Kala darah mengalir dari tubuh Chery, kala tangan Oliver tidak dapat meraihnya lagi.
Chery akan mengabulkan keinginan Oliver, walaupun terlambat. Malaikat cantik yang mati hanya untuk membuat Oliver bahagia. Malaikat yang berharap dapat menebus kesalahan ayahnya. Begitu naif bukan?
Mungkin karena itu juga, gelas wine menggelinding di lantai. Begitu hangat pelukan Oliver yang dirindukannya.
Tidak menemukan alasan Oliver membencinya 3 tahun ini, selain jenuh. Tapi apa benar? Oliver yang kembali mencintainya, mungkin itulah yang terpenting bagi Chery.
Hujan mengguyur, menampakan tetesan embun di jendela. Benar-benar merindukannya, hingga air mata sang pemuda ikut mengalir. Bukan karena kesedihan, tapi kebahagiaan.
"Chery?" Tanyanya ragu dengan apa yang tengah mereka lakukan. Namun hanya anggukan sebagai jawaban dari Chery.
"Kamu akan rusak jika---" Kalimat Oliver disela.
"Tetaplah mencintaiku." Pinta Chery tersenyum, tidak ingin berpisah lagi. Ingin seperti dahulu, hidup bersama tanpa beban hanya menjalani saling memberi semangat, saling menjaga.
Hal yang gila bukan? Otak mereka terasa kelu untuk berfikir. Bibir kembali bertaut, hujan deras masih mengguyur.
Untuk pertama kalinya berbuat sejauh ini. Apa karena terlalu merindukannya? Atau karena memiliki firasat, detik-detik perpisahan akan tiba. Ingin memilikinya, tidak ingin berpisah lagi, hal yang benar-benar membuat mereka gila, dalam aroma alkohol yang menguap.
Helai demi helaian pakaian berceceran di tempat tidur. Oliver terdiam sesaat menatap bola mata Chery, satu-satunya tujuan hidupnya, setelah kematian kedua orang tuanya. Hanya wanita ini yang ada, hingga membuat dirinya gila. Lebih mempercayai asumsi Bima dibandingkan ratusan orang yang menunjuk ke arah Mahardika.
"Ini terlalu jauh bukan? Aku putus asa untuk memilikimu..." Ucapnya.
"Aku lebih putus asa lagi." Chery hanya tersenyum.
Bibir yang kembali bertaut, kuku-kuku tertancap di punggung Oliver. Ini sulit bukan? Bagi dua orang yang tidak berpengalaman.
Segalanya terhenti, hanya untuk mengecup seluruh wajahnya. Tidak mengetahui bagaimana caranya meredakan rasa sakit Chery.
Bagaimana tubuh mereka menyatu sepenuhnya. Bagaimana Chery terisak, tapi senyuman terlihat di wajahnya. Dirinya telah dimiliki Oliver.
...Seperti Permaisuri dan Kaisar? Bukan itulah impianku. Kaisar akan memiliki banyak selir, hanya untuk mempertahankan mahkota di kepalanya. Melupakan Permaisurinya yang tersenyum bagaikan manekin....
...Mimpiku sederhana, hanya menjadi air sungai dan ikan. Aku hanyalah ikan yang mengagumimu. Hanya ikan yang menganggapmu tujuan hidup....
...Saat sungai yang aku cintai tidak ada. Kala itulah, tubuhku kering, berbaring di tanah mengunggu kematian....
Oliver.
*
"Kita melakukannya?" Ucap Chery, kala nyanyian burung membangunkannya. Pertanda pagi telah tiba.
"Em..." Oliver mengangguk, memeluknya dari belakang, mengusap-usap perut Chery yang rata."Anak kita sedang berjuang untuk tumbuh."
Gadis itu tersenyum, menghela napas, memberanikan dirinya untuk bertanya."Apa yang terjadi 3 tahun ini? Kenapa tiba-tiba..."
Oliver terdiam sesaat, kemudian menghela napas."Kamu benar! Hanya fase jenuh. Tidak ada yang lain, sekarang aku sudah tidak jenuh lagi. Akan selalu ada bersamamu."
Pemuda yang menyembunyikan segalanya. Tidak ingin Chery mengetahui, kesalahpahaman dirinya. Betapa kecewanya Chery jika mengetahuinya.
"Oliver..." Ucap Chery, kala menyadari tangan pemuda itu tidak bisa diam. Bukannya bagaimana, tenaganya sudah habis. Entah berapa kali Oliver melakukannya.
"Em? Apa?" Bisik Oliver di telinganya.
"Jangan." Ucap Chery.
"Aku tidak akan melakukan lagi, aku janji, hanya menyentuh dan mencium saja." Dusta Oliver.
"Aku sedang ada masalah di perusahaan, jika semuanya sudah berakhir kita akan menikah." Kali ini kalimat penuh kejujuran diucapkan olehnya.
'Hai Tayo! Hai Tayo! Dia bis kecil ramah.'
Dering suara handphone Chery terdengar."Ayah!" Ucap Chery mengetahui nama pemanggil.
"A...yahmu menelfon!?" Tanya Oliver ikut-ikutan panik. Bagaikan Mahardika tiba-tiba akan muncul di hadapannya. Tapi hanya sejenak, senyuman menyungging di wajah Oliver.
"Katakan pada paman, kita menginap di rumah lama." Senyuman tengil yang menyungging di wajah sang pemuda bagaikan menggambarkan segalanya.
Chery hanya mengangguk mengangkat panggilan. Jujur saja dirinya benar-benar khawatir, bagaimana jika ayahnya mengetahui hal yang mereka lakukan. Sudah pasti ayahnya akan semakin membenci Oliver.
"Ayah..." Ucap Chery gugup.
"Rien mengatakan kamu pergi dengan Oliver. Ayah baru menghubungi security, Oliver belum pulang sampai sekarang bukan?" Tanya Mahardika pada putrinya.
"Iya, aku ke rumah lama dengan Oliver. Oliver belum---" Dengan cepat Oliver merebut handphone dari tangan Chery.
"Chery! Cepat pulang sekarang! Tidak! Leo akan menjemput---" Kalimat Mahardika terhenti kala menyadari yang kali ini memegang handphone bukan putrinya.
"Chery, biar aku yang bicara dengan paman. Sebaiknya kamu mandi dulu." Pinta Oliver, terdengar samar oleh Mahardika.
"Tapi---"
"Aku hanya ingin membicarakan tentang pernikahan." Kalimat dari Oliver membuat Chery berusaha bangkit. Mengenakan jubah mandi, melangkah menuju kamar mandi. Walaupun cara berjalannya sedikit aneh.
"Paman..." Sapa Oliver.
"Apa maumu? Apa yang sudah kamu lakukan dengan Chery?" Tanya Mahardika menahan amarahnya.
"Aku minta maaf, benar-benar tulus. Aku ingin menikahi Chery setelah dalang sebenarnya dari kematian kedua orang tuaku tertangkap." Kalimat Oliver disela.
"Ini bukan rencanamu untuk menurunkan kewaspadaan bukan!? Kamu hanya ingin membunuh putriku!" Bentak Mahardika kali ini.
Oliver menghela napas, memang sulit meyakinkan Mahardika, terlebih setelah tuduhannya dan perilakunya tiga tahun ini.
"Paman, kita bicara baik-baik. Ini juga demi Chery, anakku, sekaligus cucu paman." Ucap Oliver pelan, sudah memprediksi akan seperti ini. Mungkin karena itu dirinya nekat melakukan segalanya. Tidak ingin merusak Chery, tapi lebih takut kehilangannya.
Ancaman Rien... mungkin Mahardika bermaksud membawa Chery tinggal di luar negeri untuk melupakannya.
"Br*ngsek... seharusnya aku membunuhmu saja."
Inilah kenyataannya, ayah mertuanya memang selalu berkharisma. Ancamannya tidak pernah main-main.
"Kita bertemu dan bicara. Paman yang menentukan tempatnya. Ini bukan trikku, karena...aku sama denganmu... meletakkan hidupku pada Chery..."
Udah bolak balik liat thor
hehee...
lanjut 👍🌹❤🙏😁