"Jangan pernah temui putriku lagi. Kamu ingin membatalkan pertunangan bukan!? Akan aku kabulkan!"
"Ti... tidak! Bukan begitu! Paman aku mencintainya."
Luca Oliver melangkah mendekati tunangannya yang berlumuran darah segar. Tapi tanpa hasil sama sekali, dua orang bodyguard menghalanginya mendekat.
"Chery! Bangun! Aku berjanji aku akan mencintaimu! Kamu mau sedikit waktu untukmu kan? Semua waktuku hanya untukmu. Chery!"
Tidak ada kesempatan untuknya lagi. Ambulance yang melaju entah kemana. Segalanya berasal dari kesalahannya, yang terlalu dalam menyakiti Chery.
*
Beberapa tahun berlalu, hati Oliver yang membeku hanya cair oleh seorang anak perempuan yang menangis. Anak perempuan yang mengingatkannya dengan wajah tunangannya ketika kecil.
"Kenapa menangis?"
"Teman-teman memiliki papa, sedangkan aku tidak."
Ikatan batin? Mungkinkah? Pria yang bagaikan iblis itu tergerak untuk memeluknya. Membuat semua orang yang melihat tertegun, iblis ini memiliki hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebencian
"Aku mencintainya." Gumam Oliver menatap foto masa kecil mereka. Foto kala remaja, hingga foto pertunangannya.
Bahkan dirinya masih mengingat malam yang dilaluinya dengan Chery beberapa hari lalu. Malam dimana Oliver untuk pertama kalinya, berbuat melewati batas. Berharap ini akan berakhir dengan pernikahan.
Pemuda yang terkenal rupawan, cerdas, dingin, licik, begitu kejam di dunia bisnis, kini menitikkan air matanya. Meminum segelas wine, tapi tidak dapat menghapus bayangan kekasihnya.
Prang!
Pecahan kaca dari gelas wine berhamburan. Wajahnya tersenyum, membelai foto Chery.
"Aku pantas mati bukan?" Tanyanya pada foto yang tidak dapat menjawab. Sebuah foto yang hanya dapat tersenyum.
Begitu banyak darah berlumuran hari itu. Berusaha meraihnya, tapi tidak bisa. Ingin mengatakan mencintainya, berteriak pun tidak ada gunanya. Chery yang dimasukkan ke dalam ambulance tidak dapat tersenyum lagi karena dirinya.
Memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Apa yang dapat dilakukan olehnya? Apa Chery sudah meninggal? Bahkan dirinya dihalangi untuk bertemu dengannya.
Mencoba untuk menghubungi Mahardika (ayah Chery). Panggilannya dimatikan, pertanda dirinya tidak diberikan lagi kesempatan.
Sebuah pesan masuk di handphonenya. Pesan dari Mahardika.
'Putriku sudah meninggal, jadi lupakan dia. Biarkan Chery tenang.'
Sebuah pesan yang membuat pemuda itu terdiam tanpa ekspresi. Chery pada akhirnya menyerah akan hidupnya? Chery, pengantin kecil yang berjanji menikah dengannya telah tiada?
Bulan yang begitu indah, sinarnya menebus celah tirai balkon.
"Chery, pasti kesepian. Mulai saat ini, akan lebih banyak waktu untukmu. Aku tidak akan bekerja, tidak akan memuji orang lain. Hanya akan bersama denganmu dalam kegelapan." Gumamnya tersenyum, meraih senjata api kecil yang berada di atas meja sebelah tempat tidur.
Kakinya melangkah, memijak pecahan kaca gelas wine. Darah dari kakinya, mungkin bercampur dengan merahnya tumpahan red wine.
Tidak ada kalimat yang terucap, meletakkan ujung senjata api di pelipisnya sendiri.
Fatamorgana itu terlihat di balkon apartemen, tersenyum padanya."Oliver, mari bermain." Bayangan Chery tersenyum, hal yang tidak nyata, begitu merindukannya.
"Ayo kita bermain..." Jawab Oliver menarik pelatuk, jemarinya hendak menyentuh pemicu.
Sebuah penyesalan terbesar dalam hidupnya. Jika dirinya mengerti tentang perasaan Chery. Jika dirinya menjadi tunangan yang baik.
*
Darimana segalanya berasal? Sudah sejak lama, namun puncak segalanya tiga bulan yang lalu. Kala segalanya dianggap masih baik-baik saja oleh seorang Oliver.
Kala hati polos itu masih begitu mencintainya. Tiga bulan lalu, tepatnya di lobby kantor perusahaan E.R Green Company.
"Aku membuatnya sendiri." Chery tersenyum pada pemuda di hadapannya. Pemuda yang berstatus sebagai tunangannya. Menyodorkan paperbag berisikan kotak bekal yang sudah dipersiapkannya sejak pagi hari.
Tapi.
Prak!
Semua isi dalam paperbag berhamburan dilemparkan ke lantai oleh Oliver. Matanya masih tetap menatap dingin pada gadis si hadapannya."Sudah aku bilang! Jangan habiskan waktumu untuk membuat sampah! Belajar dan konsentrasi pada kariermu saja!"
"Ta... tapi." Chery tertunduk menatap ke arah isi dalam kotak bekalnya yang berhamburan di lantai. Jemari tangannya mengepal berusaha tersenyum, menyakini Oliver akan kembali seperti dulu."Aku ingin berkencan denganmu malam ini saja, aku sudah membeli tiket bioskop. A...atau kalau tidak, satu jam saja, hanya makan malam."
"Chery, kamu tidak mengerti juga!? Aku sibuk." Oliver menghela napas kasar terlihat jenuh.
"A...aku mengerti." Chery masih tetap tersenyum, memungut paperbag serta taper were. Isi di dalamnya terlihat, potongan wortel kecil berbentuk hati. Bahkan sosis berbentuk bunga, hanya berharap Oliver bersedia makan siang bersamanya.
"Belajarlah lebih dewasa. Kamu tidak bisa terus bergantung padaku." Kalimat yang membuat Chery tertunduk.
"Tuan muda, kita harus mengikuti rapat setelah ini." Ucap Mitha, sang sekretaris.
Oliver menghela napas kasar."Kamu membawa mobil?" tanyanya pada kekasihnya, dijawab dengan anggukan kepala oleh Chery.
"Pulanglah, ikuti kursus etika, kamu juga harus meniti karir. Jangan hanya bermain-main." Oliver melangkah meninggalkan Chery yang hanya menunduk.
Wanita yang berusaha keras untuk tersenyum. Anak laki-laki yang dulu dicintai olehnya. Bagaimana Oliver menghiburnya setelah kematian ibunya, hanya dengan membawakan seikat bunga liar.
Sementara Mahardika yang melangkah menuju lobby diikuti oleh beberapa petinggi perusahaan, menghentikan langkahnya, menatap ke arah putrinya yang tertunduk.
Jemari tangannya mengepal. Dirinya bersumpah untuk membahagiakan Chery, satu-satunya keluarganya. Sekaligus putri berharga yang ditinggalkan mendiang istrinya.
"Tuan Mahardika..." Kalimat dari pria yang ada dibelakangnya terhenti. Kala terdengar helaan napas dari sang pria paruh baya.
"Aku ingin Chery melupakan baj*ngan itu." Geram Mahardika membenahi letak kacamatanya. Dirinya membenci ini, mengapa putrinya yang imut, cantik, sempurna harus jatuh cinta pada cumi-cumi?
"Pak Mahardika, kita harus---" Kalimat dari asistennya terhenti kala Mahardika, meninggalkan orang-orang yang mengikutinya. Melangkah mendekati putrinya.
"Chery sayang! Kamu datang membawakan bekal untuk ayah?" Tanya Mahardika pada putrinya, merebut paperbag yang berisikan dua kotak bekal tersebut. Walaupun salah satunya sempat terbuka dan berhamburan ke lantai.
"Ayah! Itu jelek! Berantakan! Salah satunya bahkan kotor!" Ucap Chery merebut paperbag dari ayahnya.
"Tidak peduli!" Mahardika kembali merebutnya."Ini sudah menjadi milik ayah! Jadi ayah akan memakannya."
"Yang kotaknya rusak jangan dimakan. Tidak bersih! Nanti ayah sakit perut." Chery menghela napas kasar. Tidak dapat berkata-kata menatap tingkah lucu ayahnya yang penuh senyuman.
"Chery, apa kamu tidak ingin berselingkuh dari Oliver? Ada pria yang kamu sukai selain Oliver, misalnya." Tanya sang ayah penuh harap. Menelan ludahnya, dirinya benar-benar ingin putrinya berhenti menyukai b*jingan itu.
"Ayah! Aku tipikal orang setia seperti ayah pada ibu. Ayah aneh, anaknya malah didukung menjadi playgirl." Chery menggelengkan kepalanya heran.
"Siapa tau saja. Kamu menyukai... menyukai... siapa namanya. Artis yang disukai anak rekan bisnis ayah. Jung...Jung...ah lupa. Yang jelas kalau kamu mau, tinggal tunjuk ayah akan mengerahkan koneksi ayah agar kamu bisa mendekati pria yang kamu sukai." Kalimat dari sang ayah membuat putrinya mengangkat salah satu alisnya.
"Jangan bilang anak rekan bisnis ayah menyukai Jungkook, lalu ayah mengira putri ayah juga mungkin menyukai artis yang jauh di sana. Lalu ayah bermaksud menculik atau memaksa artis itu bertemu atau menikahi putri ayah. Agar putri ayah yang setia ini putus dengan Oliver?" Kalimat dengan imajinasi tingkat tinggi dari Chery.
"Tentu saja." Sang ayah tertawa, memukul bahu putrinya pelan.
"Mana mungkin, aku juga bukan penggemar idol. Tetap saja aku tipikal wanita cantik dan setia." Chery mengibaskan rambutnya, mengedip-ngedipkan matanya.
"Anak ayah memang yang paling cantik!" Mahardika memuji putrinya.
"Aku harus pergi dulu. Mulai sekarang aku akan membuatkan bekal untuk ayah dan Oliver. Jadi jangan khawatir." Ucap putrinya tersenyum ceria.
"Kamu mau pergi kemana?" Tanya ayahnya.
"Membeli peralatan melukis. Aku mengikuti pameran yang diadakan temanku. Ayah datang ya?" Teriak putrinya berlalu pergi.
"Iya!" Sang ayah tersenyum membalas lambaian tangan putrinya.
Tapi hanya sejenak senyuman menghilang dari bibirnya. Masih membawa paperbag milik putrinya.
*
Wakil CEO, itulah posisi yang dipegang Mahardika saat ini. Memakan kedua kotak bekal yang dibawa putrinya dalam ruangannya.
"Dasar! Pria kurang ajar! Setan! Astaga..." Mahardika memijit pelipisnya sendiri, mengingat bagaimana sikap Oliver pada putrinya.
"Tuan, kenapa tidak keluar dari perusahaan saja. Dirikan perusahaan sendiri, aset dan relasi yang tuan miliki sudah cukup." Ucap Yura (asisten Mahardika).
"Tidak bisa, putriku yang paling manis, imut, cantik, pintar menyukai Oliver. Jika aku keluar dari perusahaan, kemudian Chery menikah dengan Oliver. Maka aku tidak dapat menjaga dan berada dekat dengan putriku." Gumam sang pria paruh baya, menghela napas kasar.
"Lalu?" Tanya Yura. Membuat sang majikan dan asisten sama-sama menghela napas mereka.
CEO, itulah jabatan Oliver saat ini. Selaku pewaris tunggal perusahaan milik keluarganya. Sedangkan Mahardika telah bekerja sebagai wakil CEO dari kepemimpinan mendiang ayah Oliver.
Tapi, jangan ditanya jika soal kekayaan. Mahardika memiliki banyak saham di perusahaan ternama di luar negeri. Lalu, mengapa masih bekerja di tempat ini? Tentu saja karena putrinya tercinta.
"Oliver, aku membencinya..." gumam Mahardika menancapkan pena ke meja kerjanya."Jika saja putriku mencintai pria lain selain Oliver!" Teriak ayah bucin anak murka.
Gunakan kecerdasanmu untuk menemukan Raiza dan daddy Luca
pas liat erza gmn y reaksi oli&bima