Jika ada yang bertanya apa yang membuatku menyesal dalam menjalankan rumah tangga? maka akan aku jawab, yaitu melakukan poligami atas dasar kemauan dari orang tua yang menginginkan cucu laki-laki. Hingga membuat istri dan anakku perlahan pergi dari kehidupanku. Andai saja aku tidak melakukan poligami, mungkin anak dan istriku masih bersamaku hingga maut memisahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 TERLALU BANYAK ATURAN
Laras merasa sedikit tertekan dengan perhatian berlebihan yang diberikan oleh ibuku selama masa kehamilannya. Setiap hari, ibuku selalu mengingatkan Laras untuk menjaga kandungannya dengan hati-hati, memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi hanya yang sehat dan bergizi. Meskipun niat ibuku baik, Laras mulai merasa seperti dia tidak memiliki kebebasan untuk memilih apa yang dia inginkan.
Suatu hari, ketika Laras sedang duduk di meja makan, ibuku kembali memberikan arahan.
"Laras, kamu harus benar-benar menjaga pola makanmu, ya. Jangan makan sembarangan. Bayimu perlu gizi yang cukup. Kalau bisa, jangan makan makanan dari luar, biar bayi dalam kandunganmu sehat."
Laras sedikit ragu dan terlihat cemas mendengar hal itu.
"Tapi, Bu, terkadang aku ingin mencoba makanan yang berbeda. Rasanya terkadang ingin sedikit lepas dari aturan-aturan itu. Apa salahnya makan di luar sesekali?"
"Laras, kamu harus ingat, ini bukan hanya soal kamu. Bayimu yang lebih penting. Kalau kamu makan yang tidak sehat, nanti bisa berpengaruh pada perkembangan bayi. Lebih baik mencegah daripada menyesal."
Laras menunduk, merasa tertekan dengan semua perhatian itu.
"Aku mengerti, Bu. Tapi kadang aku merasa... seperti tidak bisa menikmati kehamilanku. Semuanya terasa seperti ada tekanan. Aku cuma ingin merasa bebas, sesekali..."
Ibu tersenyum lembut dan mengelus kepala Laras, mencoba memberi pengertian.
"Aku tahu kamu merasa begitu, sayang. Tapi ini semua demi kebaikanmu dan bayimu. Kami semua hanya ingin yang terbaik untuk kalian."
Laras mengangguk, meskipun dalam hati dia merasa sedikit terbebani. Namun, dia tahu ibunya hanya peduli padanya dan bayinya. Meskipun terasa berat, dia berusaha menerima semuanya demi kesehatan dan keselamatan bayi yang ada di dalam kandungannya..
Malam itu, setelah semua orang tertidur, ia duduk di sisi tempat tidur, tampak termenung. Aku masuk ke kamar, melihatnya yang tampak lelah dengan pikiran yang mengganggunya. Tanpa kata, ia langsung mengungkapkan apa yang selama ini ia pendam.
"Aku capek," suaranya terdengar pelan, namun penuh kekesalan. "Aku merasa seperti hidup dalam tekanan. Setiap kali aku ingin makan sesuatu yang aku suka, selalu dilarang. Ibu terlalu mengatur semuanya. Bahkan pola makan yang harus aku ikuti. Rasanya... aku nggak bisa bebas."
Aku mendekat dan duduk di sampingnya, menatapnya dengan penuh perhatian. Aku bisa merasakan kekesalannya yang sudah memuncak.
"Aku tahu," kataku, mencoba memberi pengertian. "Ibu memang punya cara yang... agak keras. Tapi dia hanya ingin yang terbaik untuk kamu dan bayi kita."
Ia memutar bola matanya, sedikit frustrasi. "Aku mengerti, tapi ini bukan hanya soal yang terbaik, kamu tahu. Ini soal kebebasan, soal merasa nyaman dengan diriku sendiri. Setiap kali aku menginginkan sesuatu yang sederhana, selalu ada saja yang melarang. Aku hanya ingin menikmati kehamilan ini tanpa merasa tertekan dengan aturan yang ketat."
Aku meraih tangannya, merasakan betapa kerasnya tekanan yang ia rasakan. Aku tahu, meskipun ibu hanya berniat baik, kadang caranya bisa terlalu mengikat.
"Aku paham," kataku dengan lembut. "Aku nggak mau kamu merasa tertekan. Kalau ada yang membuat kamu tidak nyaman, aku akan bicarakan dengan ibu. Tapi, kamu juga harus tahu, ibu sangat peduli sama kamu dan bayi kita. Mungkin caranya agak berlebihan, tapi niatnya baik."
Ia menunduk sejenak, seolah berpikir lebih dalam, sebelum akhirnya mengangkat wajahnya dan menatapku dengan mata yang penuh kekhawatiran.
"Aku tahu itu," jawabnya dengan suara sedikit tergetar. "Tapi, aku hanya butuh ruang untuk menikmati kehamilan ini dengan cara aku sendiri. Aku nggak ingin merasa seperti ini setiap kali aku ingin melakukan sesuatu yang kecil untuk diriku sendiri."
Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diriku juga. "Aku mengerti, dan aku akan bicarakan dengan ibu. Kita akan cari cara supaya kamu merasa nyaman. Aku nggak ingin kamu merasa seperti ini terus."
Laras tersenyum pelan, meski ada ketegangan yang masih menyelimuti wajahnya. "Terima kasih," ucapnya pelan, "Aku hanya ingin merasa sedikit lebih santai. Aku yakin kita bisa menemukan cara supaya semuanya baik-baik saja."
Sebelum tidur, Laras memandangku dengan tatapan penuh harap. "Sayang, aku ingin makan kebab dan nasi goreng... yang aku suka. Aku tahu ini malam, tapi rasanya aku nggak bisa berhenti memikirkan itu," ujarnya, suaranya sedikit teragak-agak, takut kalau aku menolak permintaannya.
Aku menatapnya sejenak, hati terasa tergerak. Melihat kehamilannya yang makin besar, aku tahu ia sedang berusaha menenangkan dirinya dengan makanan yang ia inginkan. Meskipun ibu selalu mengingatkan untuk menjaga pola makan yang sehat, aku tidak bisa menahan diri untuk membuat Laras merasa bahagia, terutama setelah semua tekanan yang ia hadapi.
Aku menghela napas pelan, lalu mengangguk. "Baiklah, aku akan pergi beli. Jangan khawatir, aku akan bawa yang terbaik buat kamu," kataku, sambil tersenyum lembut.
Laras tersenyum lega, matanya yang sempat lelah kini terlihat lebih cerah. "Terima kasih, kamu memang pengertian," katanya dengan suara lembut, terlihat begitu tulus.
Aku berdiri dan segera bersiap untuk keluar. Meskipun larangan ibu masih mengganggu pikiranku, aku tahu ini akan membuat Laras merasa lebih baik. Setidaknya, satu keinginan kecilnya bisa aku penuhi malam ini.
Saat aku kembali dengan kebab dan nasi goreng yang diinginkannya, Laras tampak begitu senang. "Aku benar-benar nggak sabar untuk makan ini," katanya sambil tersenyum lebar, membuat hatiku sedikit lebih tenang.
Baru saja Laras ingin memasukkan kebab ke dalam mulutnya, tiba-tiba Ibu dan ayahku datang tanpa memberi kabar, mereka berdua cukup terkejut saat melihat ada makanan kebab dan juga nasi goreng ada di meja makan membuat Ibuku marah dengan Laras.
"Ini apa-apaan? Kenapa kamu beli makanan yang nggak sehat seperti ini? Bukannya kamu harus menjaga kesehatan, Laras? Apa kamu nggak dengar nasihatku?" Ibu mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi, langsung menatap Laras dengan tatapan tajam.
Laras terdiam, sedikit gugup, namun mencoba untuk tetap tenang. "Ibu, aku... aku cuma ingin sedikit makan kebab dan nasi goreng, aku nggak bisa menahan diri. Lagi pula, aku cuma ingin makan apa yang aku suka," jawab Laras pelan, mencoba menjelaskan tanpa menyinggung perasaan Ibu.
Namun, Ibu sepertinya tidak bisa menerima penjelasan itu. "Kamu hamil, Laras! Harusnya kamu tahu betul apa yang terbaik untuk tubuhmu dan bayi. Kalau kamu terus makan sembarangan seperti ini, bagaimana kalau terjadi apa-apa pada bayi itu?!" Ibu terus meluapkan kekesalannya, suaranya semakin keras.
Aku merasa cemas, melihat Laras terdiam dengan wajah penuh ketegangan. Di satu sisi, aku mengerti bahwa Ibu khawatir dengan kesehatan Laras dan bayi, tapi aku juga tahu betapa Laras sudah merasa tertekan dengan semua tuntutan itu.
"Apa yang ibu katakan ada benarnya, Laras. Kamu harus menjaga pola makan, apalagi ini pertama kalinya kamu hamil," Ayah pun menyahut, suaranya lebih tenang, namun tetap penuh perhatian.
Laras hanya menundukkan kepala, merasa malu dan sedikit cemas. Aku bisa melihat betapa kecewanya dia, dan hati kecilku terasa berat. "Ibu, Ayah, aku minta maaf. Tapi Laras juga berhak sedikit menikmati apa yang dia inginkan," aku mencoba berbicara, berharap bisa menenangkan suasana.
Ibu menghela napas panjang dan berbalik pergi. "Kamu hanya baru menikah, masih banyak yang harus dipelajari. Tapi jangan sampai menyesal nanti," ujar Ibu.
Reza menyesal seumur hidup, thor
terutama Reza yg menjadi wayang...
semangat Aisyah
kehidupan baru mu
akan datang