Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
"Aku menikahi Rumi? Mama ini ada-ada saja" Davin geleng-geleng kepala lalu menekan kaki ke dalam sepatu yang baru masuk separuh.
"Kamu jangan menilai orang dari status sosialnya saja Dav, coba kamu sekali-sekali berbicara dengan Arumi. Arumi itu ternyata bukan pesuruh biasa" Rose menceritakan seperti apa yang dia tangkap dari kepribadian Arumi.
"Sudahlah Ma, aku berangkat" Davin justru beranjak.
"Tunggu dulu Dav" Rose kesal setiap kali membahas jodoh, Davin tidak mau mendengarkan.
"Apa Ma, nanti malam saja kita bicarakan lagi" Davin pagi ini akan menemui klien dari luar negeri.
"Mama minta nomor hp Arumi, dulu" Rose lebih baik menghubungi Arumi sebelum berangkat ke kost khawatir tidak ada di tempat.
"Nanti aku tanya Derman dulu, Ma" Davin selama ini jika butuh sesuatu Derman yang menghubungi Rumi.
"Kamu keterlaluan Dav" Rose benar-benar kesal, Davin tahu jika Adel sudah tergantung dengan Rumi tetapi anaknya itu jaim tidak mau menyimpan nomor handphone Arumi.
"Dadah Mama" Davin melambaikan tangan tidak mau mama nya ngomel-ngomel lebih panjang lagi.
"Anak itu seperti bocah kecil, diajak bicara malah pergi" Rose hanya memandangi putranya yang masuk kendaraan roda empat di halaman.
Tiba-tiba notifikasi masuk ke hape Rose. Rose memeriksa ternyata Davin mengirimkan nomor Arumi. "Sebaiknya aku telepon Arumi" Rose hendak menekan nomor Arumi setelah dia simpan. Namun, suara langkah kaki yang dihentak-hentak menggagalkan niatnya.
"Kamu kenapa Lika" Rose menatap keponakannya nampak tidak baik-baik saja.
"Apa aku tidak salah dengar Aunty?" Malika duduk di sofa menyilang kaki.
"Dengar soal apa?" Rose tidak mengerti, terpaksa ia menutup handphone ingin mendengar curhatan Malika.
"Tadi aku dengar Aunty ingin menjodohkan Kak Davin dengan pesuruh kantor itu, apa kata orang nanti Aun, padahal semua tahu siapa wanita itu" Malika heran dengan adik papanya itu, seperti kekurangan wanita saja. Apa tidak memalukan jika Davin menikahi wanita yang tidak sederajat.
"Sebaiknya kamu mengenal Arumi lebih dekat lagi Malika, maka kamu akan tahu alasan saya" Rose pun beranjak ke kamar hendak ambil tas, karena ingin mengajak Adel ke kost Rumi.
**************
"Kemana kamu kemarin tidak masuk kerja?" Semprot Davin ketika tiba di kantor Arumi sudah merapikan meja kerjanya.
"Saya kan sudah izin Bu Siska, Pak" Arumi sudah menyiapkan mental sebelum berangkat ke kantor sudah ia bayangkan akan mendapat bentakan Davin.
"Seharusnya kamu bisa hubungi Derman, supaya Adel tidak kebingungan mencari kamu" Davin menarik kursi tetapi tatapannya tajam tertuju ke arah Arumi.
"Iya, iya..." Arumi tidak mau berdebat, karena memang kemarin mendadak ke kampus menemui dosen pembimbing lantaran ada sedikit perbaikan skripsi. Lagi pula percuma walaupun menjelaskan sampai berbusa tak akan merubah kemarahan Davin.
"Bapak mau kopi" Arumi inisiatif sebelum disuruh dengan bentakan.
"Boleh, buatkan tiga cangkir tapi yang enak, jangan mengecewakan tamu saya" perintah Davin sambil menyalakan komputer.
"Ya, Pak Bos" Arumi menjawab pendek, setengah meledek lalu hendak ke pantri.
"Tunggu dulu" Davin menyetop langkah Arumi.
"Iya Pak, saya sudah tahu apa yang akan Anda katakan. Jangan terlalu manis, jangan terlalu pahit, itukan maksudnya" Arumi geregetan lalu menirukan ucapan Davin hari-hari sebelumnya selalu pesan seperti itu.
"Sok tahu kamu, sebelum membuat kopi telepon Mama dulu" Davin mengatakan jika Derman sedang dalam perjalanan ke rumah menjemput Rose dengan Adel.
"Kenapa bukan Bapak saja yang telepon" tegas Arumi, karena tidak menyimpan nomor handphone Rose.
"Lihat saja hape kamu" pungkas Davin.
Arumi ke pantri tetapi sebelum membuat kopi mengecek handphone terlebih dahulu.
"Kamu di mana? Cepat hubungi Mama saya sebelum beliau ke kost kamu" chat Davin ditutup dengan emote meninju.
"Idih, sadis banget manusia galak itu. Tunggu-tunggu darimana dia mendapat nomor hp aku" Arumi berbicara sendiri. "Pasti dari Bang Derman" lanjutnya. Arumi lantas save nomor handphone Davin. 'Manusia Galak' begitulah Arumi memberi nama Davin.
Dia lanjutkan membuat kopi tiga cangkir kemudian kembali. Tanpa bicara Arumi meletakkan kopi tiga-tiganya di hadapan Davin.
"Kenapa kamu letakkan di sini semua" Davin mendengus kesal.
"Iya Pak, tinggal bilang saja kopi ini mau taro di mana, begitu kan enak tidak harus marah-marah" sindir Arumi. Setelah meletakan kopi ia ingin kembali keluar, rasanya tidak sanggup jika lama-lama berhadapan dengan manusia galak.
"Siapa yang menyuruh kamu keluar" Lagi-lagi Davin ngegas.
"Pekerjaan saya di ruangan bu Siska sudah numpuk Pak" Arumi benar-benar dibuat jengkel oleh Davin, padahal saat ini sudah jam 9 pagi.
"Yang membayar kamu bukan Siska, tapi saya" Davin tidak kehabisan kata-kata. Tentu saja Arumi pusing dibuatnya.
"Suka-suka Bapak saja, sekarang saya disuruh apa?" Rumi akhirnya mengalah. Biar saja bu Siska marah, ia tinggal mengatakan dengan jujur kepada bu Siska.
"Sebentar lagi akan ada tamu, karena Anna belum tiba, sebaiknya kamu handle tugas Dia" perintah Davin yang ia maksud adalah sekretaris.
"Saya Pak" Arumi menunjuk dadanya.
"Heeemm..."
"Saya bingung dengan sikap Bapak, Mbak Anna sampai jam segini belum tiba Bapak biasa saja, tapi giliran saya yang terlambat sedikit... saja, Bapak marah-marah" Arumi akhirnya mengeluarkan uneg-uneg. Entah seperti apa raut wajah Davin mendengar ucapanya, Rumi segera menyingkir tidak mau tahu.
"Ya Allah... semoga akan ada pelangi setelah hujan" Arumi bersandar di tembok kamar Adel, merasakan lelah lahir batin. Namun demikian Arumi tetap akan menjalankan tugas sekretaris dengan baik. Ia kemudian masuk ke kamar Adel mengganti baju seragam kerja dengan baju yang ia kenakan dari rumah. Rumi juga merapikan rambut, akan menyambut kedatangan tamu harus lebih rapi dan sopan.
Tidak banyak bicara, Rumi menyambut tamu dengan tidak menampakkan wajahnya yang sebenarnya galau. Arumi ikut duduk bersama kedua tamu Davin, selayaknya sekretaris ia mencatat hasil kesepakatan antara Davin dengan tamu hingga mereka pun pulang.
"Atee... dari kemalin Ate kemana..." Adel merangkul Arumi begitu tamu sudah pergi.
"Tante sedang ada urusan sayang..." Rumi mengusap kepala Adel lembut.
"Papa tidak dipeluk" Davin tersenyum kepada putrinya itu.
"Tadi pagi sudah peluk Papa, tapi sekalang peluk lagi" Adel pindah ke tubuh Davin. Seketika Davin mengangkat tubuh putrinya hingga di atas kepalanya.
"Sejak kemarin dia kebingungan mencari kamu Rumi" Rose menambahkan.
"Maaf Tante, mulai besok saya akan menghubungi Adel setiap hari" janji Arumi.
"Sekarang kamu ikut saya" titah Rose, lalu izin Davin akan mengajak Arumi keluar.
Di salah satu restoran Rose memesan ini itu, hanya bertiga saja tetapi pesanannya melebihi batas. Sambil menunggu pesanan datang Rose mengajak Arumi bicara serius. "Rumi... kamu tahu kan, kalau Adel semakin ke sini semakin tidak mau berpisah dengan kamu"
"Saya tahu Tante"
"Kalau gitu, saya mohon kesediaan kamu untuk menjadi Mama Adeline"
"Maksud Tante" Rumi melirik Adel yang berbicara dengan boneka khas anak balita.
"Menikahlah dengan Davin"
...~Bersambung~...