Aluna, gadis berusia delapan belas tahun dengan trauma masa lalu. Dia bahkan dijual oleh pamannya sendiri ke sebuah klub malam.
Hingga suatu ketika tempat dimana Aluna tinggal, diserang oleh sekelompok mafia. Menyebabkan tempat itu hancur tak bersisa.
Aluna terpaksa meminta tolong agar diizinkan tinggal di mansion mewah milik pimpinan mafia tersebut yang tak lain adalah Noah Federick. Tentu saja tanpa sepengetahuan pria dingin dan anti wanita itu.
Bagaimana kehidupan Aluna selanjutnya setelah tinggal bersama Noah?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 17
Butiran bening terus menetes dari kedua sudut mata Aluna yang masih terpejam itu. Awalnya sedikit dan semakin deras, membuat bantal Noah basah karena air matanya.
Dari kejauhan, Noah terus memandang iba pada gadis itu, tanpa mendengar tangisan dan juga saat Aluna mengigau.
“Aku harus segera menyingkirkan gadis ini. Benar-benar merepotkan!” Noah mengambil satu batang rokok lalu menghisapnya dan menghembuskan asap putih itu keluar balkon. “Bisa-bisa bantalku itu terkontaminasi dengan air liurnya yang menjijikan itu!” geramnya kesal.
Entah bagaimana bisa Noah yang anti wanita malah membiarkan seorang gadis asing berada di atas tempat tidurnya begitu saja.
Jika Reinhard dan Nayla sampai tahu, mereka pasti akan segera menikahkannya. Namun, bagi Noah sendiri, kenyamanan saat ini adalah yang paling penting.
“Tok...tok...” suara pintu yang diketuk mengalihkan pandangan Noah.
Lagi-lagi saat ia ingin bersantai, seseorang mengganggunya.
Noah berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ia melihat Vincent berdiri dan tersenyum memperlihatkan gigi rapinya.
“Maaf, aku datang mengganggumu lagi, Tuan.”
“Apa kamu datang kesini untuk menjemput kekasihmu itu?” tanya Noah, melirik ke belakang di mana Aluna berada.
Vincent menggeleng. “Sungguh, gadis itu bukan kekasih saya, Tuan. Sudahlah, nanti saya akan menjelaskannya pada anda. Karena sekarang ada yang lebih penting.” Vincent memberikan ponselnya pada Noah.
“Siapa?”
“Tuan besar ingin bicara dengan anda,” bisiknya lirih.
“Kakek? Tumben sekali?”
Vincent kemudian memberikan ponselnya pada Noah, tapi bukannya menerima, pria itu malah menolaknya. “Katakan pada tua bangka itu kalau aku sedang sibuk dan tidak bisa diganggu!”
Brakkk!
Noah langsung menutup pintu kamarnya tanpa mau mendengar apa yang ingin Vincent katakan padanya. Membuat pria itu mengusap dadanya berulang kali karena kaget.
“Astaga, Tuan! Kenapa Anda selalu membuat hidup saya kesulitan begini. Rasanya saya ingin meremas bibir anda yang asal bicara itu dan—”
Ceklek!
Pintu yang berada di depan Vincent tiba-tiba saja terbuka lagi.
“Tuan, apa anda berubah pikiran?” tanya Vincent.
“Sebelum kamu meremas bibirku yang seksi ini, aku yang akan terlebih dulu melakukannya padamu, Vin! Dan ingat, kamu masih berhutang penjelasan padaku tentang siapa dan dari mana gadis itu berasal!” seringai tipis terukir dari bibir Noah, rasanya senang sekali membuat Vincent memasang wajah ketakutan seperti itu.
‘Mampus! Sekarang aku harus menjawab apa saat dia bertanya tentang Aluna? Tidak mungkin kan aku mengatakan kalau dia gadis kotor yang aku pungut dari klub malam milik Ethan?’
****
Pagi-pagi sekali, Noah sudah pergi ke kantor dan meninggalkan Aluna yang masih tertidur dengan begitu nyenyak di atas ranjangnya.
Ada meeting penting yang tidak bisa Noah tinggalkan. Jadi, ia sengaja membiarkan gadis itu bernafas dengan bebas hari ini.
Aluna perlahan berkedip pelan saat mendengar suara seseorang membuka pintu dan langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya. Juga suara tirai yang terbuka, yang berada tidak jauh darinya.
“Selamat pagi, Luna. Bagaimana keadaanmu? Apa kamu sudah lebih baik hari ini?” senyum mengembang terukir di bibir Yasmin.
Entah kenapa terlihat berbeda dari biasanya. Ada apa gerangan? Pikir Aluna.
“Selamat pagi juga, Bibi?” jawab Aluna. Kemudian melihat ke sekeliling kamar dan mengingat kejadian kemarin di mana ia bersembunyi dari kejaran bodyguard dan masuk ke kamar ini.
“Apa semalaman aku tidur di sini, Bibi?”
Yasmin hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Lalu, bagaimana dengan pemilik mansion? Apa dia marah?” tanyanya lagi.
Yasmin mendekati Aluna dan duduk di samping gadis itu. Dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, Yasmin mengusap kepala Aluna.
“Tuan Noah tidak marah sama sekali. Dia bahkan membiarkan kamu tidur semalaman di kamarnya.”
“Dia tidak mengusirku?”
Yasmin menggeleng. “Tidak.”
Gadis itu tidak menyangka, jika ada orang sebaik itu dan bahkan bersedia menampung dirinya yang tidak jelas asal usulnya begini.
Tunggu! Bibi bilang siapa tadi? Nama pemilik mansion? Noah?