Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Iya aku mau."
Malam itu terasa biasa, sama seperti malam-malam biasanya, kerena bukan akhir minggu dan buka hari libur juga. Jadi Mall hanya ramai seperti biasanya. Lampu-lampu terang, suara alunan musik mall, dan langkah orang-orang yang sekedar menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, atau pasangannya.
Namun di salah satu sudut, tepatnya di restoran ramen Marugame, suasananya terlihat berbeda. Restoran yang biasanya selalu penuh dengan anak muda yang menikmati mie khas jepang itu kini terlihat sepi. Hanya para karyawan yang terlihat sibuk mengatur meja dan menghiasnya. Rantai pembatas juga di letakkan di area depan, menghalangi pelanggan yang tidak berkepentingan masuk. Sebuah plakat berwarna merah dengan tulisan "Ditutup untuk acara Privat" menggantung di rantai itu.
Restoran itu dibooking full set oleh seorang pelanggan. Suasana di Marugame sangat lenggang, hanya tawa pelan dari para karyawan yng saling melemparkan candaan, mereka tidak pernah sesantai ini sebelumnya, apalagi acara hanya di booking untuk 10 orang.
Arumi sibuk membantu menata beberapa meja seperti perintah manajernya. Vas berisi bunga tulip kuning diletakkan rapi, semerbak wangi bunga itu memenuhi udara. Ia bingung, kenapa restoran ramen butuh bunga tulip sebanyak ini?
Ada rasa iri dan kagum pada siapapun yang sudah membooking Marugame malam ini. Bunga tulip asli dan segar secantik ini pasti tidak murah. Arumi pernah membelinya satu, hanya satu tangkai dan harganya lima puluh ribu rupiah bahkan lebih.
Arumi sangat menyukai bunga tulip tapi tidak menyukai harganya yang mahal.
"Beruntung sekali kamu, mendapat bunga semanis ini," gumamnya sambil mengusap lembut mahkota tulip itu.
"Nih pasti orang berduit banget yang booking sampe segininya," oceh seorang wanita, teman kerja Arumi.
Arumi hanya menjawabnya dengan anggukan, tangannya sibuk merapikan taplak meja warna pink dengan renda disekitarnya.
"Pastinya, lo bayangin aja. Kalau hari biasa gini kita bisa tembus dua ribu lima ratus porsi. Pasti lebih mahal kalau booking kayak gini, apalagi request beginian juga," sahut karyawan yang sedang menata vas bunga tulip di meja lain.
"Curiga mau buat lamaran ini mah."
"Huum, vibes lamarannya keras banget.
"Ish .. kalian kok malah ghibah sih, kita beruntung lho. Lumayan kan di booking buat tamu sepuluh orang tapi gaji kita tetep," tukas Arumi.
“Iya juga ih, lumayan lah makan gaji buta sehari," sahut yang lain membuat semua rekan kerjanya cekikikan.
Namun tawa itu segera memudar saat seorang pria dengan kemeja hitam menghampiri mereka.
"Udah beres belum?" tanyanya dengan raut wajah tegang.
"Udah beres Pak," jawab salah satu karyawannya.
"Kalau sudah, kalian beres-beres diri, touch up biar seger. Saya kasih waktu lima belas menit," perintah pria yangtak lain adalah meneger Marugame itu.
Mereka terdiam bingung, dan saling melempar tatapan.
"Kalian itu wajah Marugame, kalian yang melayani para tamu. Saya tidak mau wajah kucel kalian membuat tamu penting kita tidak nyaman," tutur pria itu yang seolah paham dengan wajah bingung para waiters-nya.
Mereka pun segera ke ruang istrahat karyawan, membenahi baju, rambut dan mencuci wajah mereka agar terlihat lebih segar. Tepat lima belas menit setelahnya, mereka berdiri berjajar di depan, bersiap menyambut dan melayani tamu penting yang datang, dengan senyum ramah.
"Selamat datang Tuan Yoon Dan Nyonya Yoon."manager itu membungkuk menyambut sepasang suami istri yang datang.
Arumi mengerutkan kening saat wajah-wajah yang ia kenal masuk ke restoran. Seorang gadis yang meminta paksa nomer teleponnya, tapi tentu Arumi tidak memberikan nomer pribadinya meberikan nomer sang sepupu. Lalu gadis cantik bermata sipit satunya, dan pria sipit yang akhir-akhir ini selalu mengganggunya, menyebalkan tapi sangat manis. Lalu ada seorang pemuda lagi tapi Arumi tidak tahu dia siapa.
"Cakra dan Om Hail," gumam Arumi makin heran.
"Kenapa Cakra sama Om Hail bisa ada di sini?" gumam Arumi bertanya pada dirinya sendiri.
Mereka pun duduk di meja yang sudah disediakan, Arumi dan waiters lain mengantarkan ramen ke meja-meja mereka, namun saat ia meletakkan ramen ramen terakhir di meja William, tiba-tiba tangan hangat itu menarik pergelangan tangannya.
Arumi yang terkejut sontak menarik tangannya tapi tidak bisa.
“Tolong lepaskan tangan saya,” pinta Arumi berusaha sopan walau menahan kesal dan malu.
"Duduk dan temani aku makan," ucap William santai.
"Saya sedang bekerja, saya tidak bisa," tolak Arumi.
Tanpa melepaskan tangan Arumi, William memanggil sang manager.
"Temani tamunya makan Rum," ucap sang manager yang membuat alis Arumi menyatu heran tpi tidak berani membantah.
"Baik Pa," jawab Arumi.
Dengan terpaksa dan canggung Arumi duduk kursi yang berhadapan dengan WIlliam, di meja itu hanya ada dua kursi saja. Sementara tamu-tamu lain berada di meja lain.
Tak lama seorang waiters lain membawakan ramen milik Arumi. gadis itu pun mulai makan dengan canggung, dia hanya ingin segera menyelsaikan makannya. Sementara William, laki-laki sipit itu tidak menyentuh ramennya sama sekali, dia malah asik menikmati keanggunan bidadari di depannya.
"Sudah selesai?" tanya Wiiliam dengan lembut saat Arumi menghabiskan isi mangkuknya.
Arumi hanya mengangguk, perutnya terasa penuh dan sedikit begah krena makan terlalu cepat.
William menatapnya dalam, senyumnya tenang tapi matanya menyala penuh arti. Ia menarik lembut membawa Arumi ke tengah-tengah ruangan.
Semua mata tertuju pada mereka.
Lagu "Teman hidup dari Tulus" pelan diputar, mengalun memenuhi ruangan itu.
William berlutut. Di tengah restoran ramen. Di bawah lampu gantung, temaramnya indah menambah kesan romantis. Di hadapan semua yang mereka kenal, William mengeluarkan kotak berbentuk beruang kecil, membuka dan menyodorkan benda itu pada Arumi.
“Arumi kinandita, hari ini dihadapan orang tua, saudara dan sahabatku. Aku ingin menyatakan perasaanku, sejak pertama kali aku melihatmu aku jatuh hati padamu. Mungkin terdengar aneh dan klise, tapi kenyataannya seperti itu.
William mengambil nafas menjeda ucapannya, menyentuh dada sebelah kirinya sejenak, mencoba meredam jantung yang berdetak sangat cepat. Ia menghadap Arumi lagi, dengan senyuman yang menyembunyikan rasa gugup walau pun nyatanya Arumi masih bisa melihat tangan William gemetar.
"Aku .... emh ... Aku. Aku sangat mencintaimu, aku ingi menjadikan kamu bagian dari hidupku, bagian dari tiap langkah dalam perjalananku… Arumi Apa kamu bersedia jadi kekasihku?”
Suara William berat dan gemetar tapi tidak mengurangi tulusnya rasa disetiap kata yang ia ucapkan.
Arumi membeku. Mulutnya terbuka, matanya melebar. Jantungnya berpacu hebat, matanya terasa sangat panas dan berkaca-kaca.
Detik itu semua hening.
Arumi menatap William. Mengigit bibir, lidahnya terasa kelu untuk bicara. Hingga akhirnya hanya anggukan kecil yang berhasil ia lakukan. Mata William membeliak lebar melihat anggukan Arumi.
"Ja-jadi bagaimana? Apa kamu mau?" tanya wiliam memastikan
“Iya aku mau.”
Semua langsung bertepuk tangan, bersorak. Willona dan Aluna berseru girang. Orang tua William tersenyum bahagia. Bahkan Luga merekam momen itu sambil senyum-senyum.
Arumi masih terpaku, lalu William jatuh lemas. Terlalu bahagia sampai lemas.
"Kamu kenapa?" Tanya Arumi yang panik.
"Nggak apa-apa, cuma lututku aja gemeter dikit," kilah Wiliam, sebenarnya gemeter banyak.
Arumi tersenyum lalu membantu William untuk berdiri. Sorot mata keduanya penuh rasa, tangan mereka saling bertaut hangat. Wiliam melepaskan genggaman tangannya, lalu memakaikan kalung berlian pink safire di leher jenjang Arumi.
"Cantik," ucap William yang pipi Arumi merona.
"Ayo aku kenalin sama Papa Mama," ajak William dengan mengenggam erat tangan Arumi.
Gadis itu pun dibawanya ke meja Laura, Willona dan Rian, mereka berbincang hangat, membuat semua yang menyaksikan ikut merasa hangat.
Sementara Cakra yang satu meja dengan Aluna mencondongkan tubuhnya mendekat ke Aluna.
“Aku bisa buat yang lebih romantis dari ini kalau ngelamar Kakak cantik nanti,” lirih Cakra berbisik
Aluna menoleh cepat. Mata mereka bertemu, tapi dengan cepat Aluna memalingkan wajahnya acuh.
Mmmm Aka, mnding km jujur aja deh kmna km waktu itu,,, dn jujur aja klo km itu sbnarnya LG koma makanya km gk bisa dtng di acara perpisahannya Aluna waktu itu.... dn untu Luna jg km harus jujur ungkapin semua perasaan yg mengganjal di hati km
kurang sedikit lagiii....
siapa yang setuju, kalau Wilona di karungi dulu. biar cakra dan Luna bisa bicara dari hati ke hati
onaaaaaa km dateng nya gak tepat bgt deh