kisah seorang siswi perempuan yang tidak tertarik dengan apapun akhirnya menyukai seorang lelaki yaitu kakak kelasnya,hari demi hari ia lewati tana menyapa ataupun yang lain.hanya sebatas melihat dari jauh orang yang di kaguminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myz Yzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SALING PERCAYA
Hari-hari berlalu dengan harmoni yang perlahan tumbuh kembali di antara Nabil dan Yana. Hubungan mereka tak lagi dipenuhi keraguan yang menguras emosi. Mereka belajar untuk saling mendengarkan, berbicara jujur, dan menghargai satu sama lain. Meski sesekali bayangan masa lalu mencoba mengusik, mereka tetap memilih untuk fokus pada masa depan yang sedang mereka bangun bersama.
Suatu pagi, Nabil menerima pesan dari Raya. Isi pesannya sederhana: permintaan maaf dan ucapan selamat atas kebahagiaan yang mulai terlihat di antara Nabil dan Yana. Raya juga menambahkan bahwa ia akan menjaga jarak agar tidak lagi menjadi alasan munculnya salah paham. Nabil merasa lega membaca pesan itu. Dengan hati-hati, ia menunjukkan pesan itu kepada Yana, memastikan tidak ada rahasia di antara mereka.
Yana membaca pesan itu dengan perasaan bercampur. Di satu sisi, ia merasa lega karena Raya telah memahami situasi. Di sisi lain, ia tahu bahwa hubungan mereka masih butuh waktu untuk sepenuhnya pulih. Namun, senyum kecil muncul di wajahnya. “Kak, aku rasa ini pertanda baik. Semuanya mulai membaik.”
Nabil mengangguk. “Iya, Yan. Aku bersyukur semuanya pelan-pelan membaik. Tapi aku tetap mau pastikan kamu tahu, aku nggak akan pernah ngulang kesalahan itu lagi.”
Hari itu, mereka memutuskan untuk membuat daftar kecil tentang apa yang ingin mereka capai bersama. Di atas secarik kertas, mereka menulis impian-impian sederhana: mengunjungi tempat-tempat baru, mencoba hal-hal yang belum pernah mereka lakukan, dan menjadi pendukung satu sama lain dalam setiap langkah.
Suatu sore, ketika mereka tengah duduk di kafe favorit mereka, Yana tiba-tiba bertanya, “Kak, menurut Kakak, kenapa kita harus melalui semua ini dulu sebelum akhirnya merasa bahagia?”
Nabil terdiam sejenak, lalu menjawab dengan lembut, “Mungkin supaya kita bisa belajar. Aku belajar untuk lebih menghargai kamu, dan kamu belajar untuk lebih percaya. Kalau kita nggak pernah jatuh, kita nggak akan tahu seberapa kuat kita bisa berdiri lagi.”
Jawaban itu membuat Yana tersenyum. “Aku setuju, Kak. Tapi janji, ya. Kalau suatu saat ada masalah lagi, kita hadapi bareng-bareng.”
Nabil mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Yana erat. “Janji. Kita nggak akan lagi lari dari masalah. Kita hadapi semuanya, sama-sama.”
Hari-hari berikutnya diisi dengan usaha kecil yang membuat hubungan mereka semakin erat. Nabil mulai rajin mengingatkan Yana untuk tidak lupa sarapan sebelum kuliah, dan Yana sering membawa camilan kecil untuk Nabil di sela-sela kesibukannya. Perhatian-perhatian kecil itu menjadi penguat bahwa cinta mereka bukan sekadar kata-kata, melainkan tindakan nyata.
Suatu hari, mereka mengunjungi taman tempat mereka pertama kali bertemu. Di bawah pohon besar yang menjadi saksi perjalanan hubungan mereka, Nabil membawa gitar dan memainkan lagu favorit Yana. Yana tertawa kecil melihat usaha Nabil yang masih terdengar canggung saat bernyanyi.
“Kak, suara kamu masih sama seperti dulu. Fals, tapi aku suka,” canda Yana, membuat mereka berdua tertawa.
Di tengah suasana yang penuh canda dan tawa itu, Yana merasakan ketenangan yang berbeda. Ia menyadari bahwa cintanya pada Nabil telah melewati badai yang membuat mereka jauh lebih kuat. Kini, ia percaya bahwa bersama Nabil, ia bisa menghadapi apa pun.
Sore itu ditutup dengan pelukan hangat di bawah langit jingga, tanda bahwa mereka siap melangkah ke masa depan bersama, apa pun yang akan terjadi.