Alina, seorang gadis lugu yang dijebak kemudian dijual kepada seorang laki-laki yang tidak ia kenali, oleh sahabatnya sendiri.
Hanya karena kesalahan pahaman yang begitu sepele, Imelda, sahabat yang sudah seperti saudaranya itu, menawarkan keperawanan Alina ke sebuah situs online dan akhirnya dibeli oleh seorang laki-laki misterius.
Hingga akhirnya kemalangan bertubi-tubi menghampiri Alina. Ia dinyatakan positif hamil dan seluruh orang mulai mempertanyakan siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung.
Sedangkan Alina sendiri tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Karena di malam naas itu ia dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh Imelda.
Bagaimana perjuangan seorang Alina mempertahankan kehamilannya ditengah cemoohan seluruh warga. Dan apakah dia berhasil menemukan lelaki misterius yang merupakan ayah kandung dari bayinya?
Yukk ... ikutin ceritanya hanya di My Baby's Daddy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Positif
"Ayo, Alina sayang. Masih sempat kok kita periksa ke Puskesmas," ajak Bu Nadia.
Alina menggelengkan kepalanya pelan. Jangankan untuk berjalan menuju Puskesmas, mengangkat tubuhnya saja Alina merasa tidak mampu. Walaupun sebenarnya jarak Puskesmas dan rumahnya tidaklah jauh.
"Tidak usah, Bu. Mending Ibu kerokin Alina aja ya, siapa tahu Alina cuma masuk angin."
Bu Nadia menghampiri tempat tidur Alina kemudian meraba kening anak gadisnya itu sekali lagi. Alina meraih tangan Ibunya kemudian tersenyum.
"Alina tidak apa-apa, Bu. Alina tidak kena diare, kok. Buktinya Alina tidak buang-buang air besar, hanya muntah saja."
Bu Nadia nampak ragu, tetapi karena itu adalah permintaan Alina, Bu Nadia pun menurut saja. "Baiklah, nanti Ibu kerokin," sabut Bu Nadia.
Beberapa saat kemudian.
"Bagaimana? Sudah enakkan?" tanya Bu Nadia kepada Alina yang masih berbaring di tempat tidurnya.
Alina menganggukkan kepalanya pelan. "Sudah mendingan, Bu."
Alina berbohong, padahal saat itu kepalanya bahkan terasa semakin berputar dan perutnya juga tidak henti bergejolak. Namun, ia tidak ingin Ibunya semakin khawatir dan dengan terpaksa, ia pun berbohong.
Bu Nadia tersenyum. Ia senang mendengar bahwa Alina sudah mulai membaik. "Syukurlah kalau begitu, Nak. Ibu senang mendengarnya. Oh ya, Ibu ingin ke pasar dulu, kamu tidak apa 'kan di tinggal sebentar?" ucap Bu Nadia.
"Ya, Bu. Alina tidak apa-apa," sahutnya.
Bu Nadia melabuhkan ciuman di puncak kepala Alina kemudian segera pamit. Ia ingin membeli bahan-bahan membuat nasi uduk untuk di jual lagi besok hari.
Sepeninggal Bu Nadia, Alina kembali cemas. Ia memiliki firasat buruk tentang sakitnya. Entah mengapa ia kepikiran soal kehamilan. Alina sadar, ia sudah telat mendapatkan tamu bulanan.
Seharusnya dua minggu yang lalu, ia sudah mendapatkan tamu bulanannya. Namun, hingga sekarang tak ada tanda-tanda ia akan medapatkan menstruasi.
"Ya Tuhan, semoga apa yang aku takutkan itu tidak menjadi kenyataan." Bibir Alina bergetar saat mengucapkannya. Rasa ketakutan itu semakin merajai hati Alina.
"Apa aku harus beli test pack? Tapi, bagaimana jika petugas apotek menanyaiku?" gumam Alina lagi.
Alina mencoba bangkit dari tempat tidur walaupun saat itu kondisi gadis itu benar-benar sedang tidak baik. Perlahan ia melangkahkan kakinya yang masih gemetar dengan berpegangan pada dinding kamar.
Alina meraih jaket serta tas ransel miliknya kemudian segera keluar dari rumah sederhana tersebut. Alina memperhatikan sekelilingnya dan ia menemukan salah satu ojek yang sedang mangkal tak jauh dari dari tempat ia berdiri.
Alina meminta tukang ojek tersebut untuk mengantarkannya ke sebuah apotek yang berjarak lumayan jauh. Alina sengaja memilih apotek itu karena orang-orang di sana tidak mengenali dirinya.
Setibanya disana, Alina meminta tukang ojek tersebut untuk menunggunya sebentar. Alina menghampiri apotek tersebut kemudian di sambut oleh seorang apoteker.
"Ada yang bisa dibantu, Dek?" tanya Apoteker sambil tersenyum hangat menyambut Alina yang datang mendekat.
"Aku butuh alat tes kehamilan, Kak," sahut Alina dengan ragu-ragu.
Sang Apoteker mengerutkan alisnya sembari memperhatikan wajah Alina dengan seksama. "Untuk siapa test pack nya, Dek?" tanya wanita itu heran.
"Buat Ibu di rumah," sahut Alina.
"Oooo ...." Apoteker itupun menganggukkan kepalanya. Entah ia percaya ataupun tidak, Alina tidak peduli.
Apoteker itu segera mengambilkan test pack yang dibutuhkan oleh Alina kemudian memberikannya kepada gadis itu. Setelah membayar barang belanjaannya, Alina pun kembali menghampiri tukang ojek yang masih setia menunggu.
"Neng, kenapa beli obatnya jauh sekali? Padahal 'kan apotek di tempat kita juga lumayan lengkap," tanya tukang ojek.
"Di sana tidak menjual obat yang Alina butuhkan, Paman. Hanya di apotek sini yang menjualnya," sahut Alina bohong.
"Oh, begitu."
Setelah Alina duduk di belakangnya, tukang ojek itupun segera melajukan motor tersebut kembali ke kediaman Alina.
"Semoga Ibu belum kembali," gumam Alina yang nampak gugup.
Beruntung apa yang diperkirakan oleh Alina menjadi kenyataan. Bu Nadia belum pulang dari pasar dan rumahnya masih dalam keadaan kosong.
Setelah membayar jasa tukang ojek, Alina bergegas memasuki rumahnya. Tempat pertama yang ia tuju adalah kamar mandi. Ia ingin mengetes alat kehamilan itu dengan segera.
Alina sudah tidak mempedulikan rasa sakit di kepala dan perutnya. Karena yang paling penting sekarang adalah mengetahui kebenaran tentang ketakutan terbesarnya itu.
Setelah membaca petunjuk penggunaan alat tes kehamilan itu, Alina pun segera mempraktekkannya di dalam kamar mandi.
"Ya, Tuhan! Semoga apa yang aku takutkan tidak terjadi," gumamnya seraya menunggu hasil test pack tersebut.
Beberapa menit kemudian alat tes kehamilan itulah memperlihatkan hasilnya. Alina memperhatikan tanda strip merah yang membentang di tengah-tengah benda kecil tersebut.
Tubuh gadis itu bergetar hebat dan tanpa ia sadari air mata meluncur begitu saja dari kedua sudut matanya. Ia terisak sambil memperhatikan dua garis merah yang tampak di alat tes kehamilan tersebut. Alat tes kehamilan yang Ia pegang dengan tangan gemetar.
"Ya Tuhan, cobaan apalagi ini?!"
Alina jatuh pingsan, tubuhnya terhempas ke lantai kamar mandi dan ia tidak sadarkan diri di ruangan itu sendirian.
...***...