Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga mati
"Terima kasih, Bang, udah anterin kak Ana dengan selamat sampai di rumah," ujar Giandra pada Athariq yang hendak berpamitan setelah mengantar Ariana pulang ke rumah orang tuanya. Athariq memilih pulang sebab ia tidak ikut campur urusan keluarga Ariana. Setidaknya ia tahu inti dari permasalahan Ariana dan suaminya yang tidak lain ternyata suaminya tidak ingin bercerai dari sang istri.
Athariq mengangguk. "Bukan masalah. Kalau begitu, saya pulang dulu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab Ariana dan Giandra kompak.
Tak lama setelah motor Athariq meninggalkan pekarangan, Giandra mengajak sang kakak masuk agar menceritakan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Di saat bersamaan, Tatiana keluar.
"Ah, ternyata kalian sudah pulang. Lha, mobil kamu kemana, Na? Kamu pulang bareng Gian?"
"Nggak, Bun. Itu, mobil Ana ketinggalan di rumah Mas Danang," ujar Ariana setelah menghela nafasnya.
"Kak Ana pulang bareng bang Ariq, Bun. Tadi kata bang Ariq kak Ana hampir ketabrak dia waktu Kak Ana tiba-tiba lari ke tengah jalan."
"Apa? Beneran, Nak?" seru Tatiana terkejut yang diangguki Ariana. "Ya Allah, Ana, kamu nggak papa 'kan? Nggak ada luka di badan kamu 'kan?" cecar Tatiana sambil memeriksa lengan dan tubuh Ariana.
"Nggak ada, Bun. Alhamdulillah, Ana nggak papa."
"Alhamdulillah ya Allah. Tapi kenapa kamu bisa larian ke tengah jalan sih? Memangnya kamu dari mana dan mau ngapain?" tanya Tatiana penasaran.
"itu juga yang buat Gian penasaran, Bun. Kok bisa? Mana lagi-lagi ketemu Bang Ariq. Untung aja nggak sampai ketabrak kayak tempo hari. Baru aja sembuh, masa' mau masuk rumah sakit lagi." Giandra menimpali dengan rasa keheranan.
"Kita ngobrol di dalam rumah aja ya. Ceritanya panjang."
Tatiana dan Giandra pun mengangguk. Mereka berjalan bersisian masuk ke dalam rumah. Mereka lantas duduk di sofa ruang tamu.
"Sekarang ceritain, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu lari sampai ke tengah jalan dan kenapa mobil kamu sampai ketinggalan di rumah Danang?"
Ariana menarik nafas dalam-dalam. Rasa cemas yang tadi hilang, kini kembali hadir saat mengingat apa yang dilakukan Danang tadi. Ia amat sangat bersyukur berhasil melarikan diri dari Danang. Ia juga amat sangat bersyukur karena bertemu dengan Athariq sehingga ia bisa segera pergi dari sana. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi.
Sungguh Ariana tidak tak mampu membayangkan harus bertahan karena sesuatu. Ia sudah benar-benar menyerah atas hubungannya dengan Danang. Tak ada lagi kesempatan bagi laki-laki itu untuk memperbaiki hubungan mereka. Terlebih kini ternyata Monalisa sudah mengandung anak Danang.
Ariana terkekeh miris dalam hati. Bagaimana Danang bisa seegois itu, ingin mempertahankan dirinya, tapi tak ingin melepaskan Monalisa. Bila sebelumnya Ariana masih berharap Danang memilihnya dan melepaskan Monalisa, maka kini ia sudah benar-benar ikhlas melepas Danang. Beruntung tidak ada anak di antara mereka, jadi tak ada yang perlu menjadi pertimbangan lagi. Perpisahan kini sudah menjadi harga mati seorang Ariana.
Ariana menunduk sejenak. Kemudian ia pun menceritakan segalanya mulai dari kedatangan Danang yang secara tiba-tiba, permintaannya yang tidak ingin berpisah, kebenaran yang akhirnya terkuak kalau Danang ternyata telah menikah siri dengan Monalisa, lalu tindakan nekat Danang yang ingin mengambil haknya secara paksa.
"Tunggu, tunggu, apa katamu tadi, Na? Dia ingin mengambil haknya secara paksa? Jangan bilang selama ini kalian?" desak Tatiana saat menyadari kalimat ambigu Ariana.
Dengan menggigit bibir, Ariana mengangguk membuat Tatiana terhenyak. Ia benar-benar tidak menyangka pernikahan sang putrinya begitu rumit. Ia juga tidak menyangka kalau suami sang sutri telah menikah lagi tanpa sepengetahuan mereka. Dan yang lebih parah laki-laki itu juga sudah menghamili perempuan itu. Sungguh sebagai seorang ibu, Tatiana merasa begitu marah dan kecewa. Ia tidak menyangka menantu yang dikiranya begitu baik ternyata tak lebih dari sekedar bajingaaan.
Tatiana menghembuskan nafas kasar. "Coba saja pernikahanmu belum enam bulan. Kalau belum kita bisa mengajukan permohonan pembatalan pernikahan sehingga statusmu akan kembali gadis."
Ariana mengangguk membenarkan. Namun apa boleh buat semuanya sudah terlanjur terjadi.
Sebenarnya selama pernikahan, bukannya mereka tak pernah mencoba melakukan hubungan itu. Ariana bahkan rela merendahkan harga dirinya di depan suami dengan melakukan inisiatif terlebih dahulu. Apalagi katanya seorang istri yang meminta terlebih dahulu akan mendapatkan pahala yang besar. Oleh sebab itu, Ariana pun berinisiatif membuat suaminya mau menyentuhnya.
Namun anehnya, setiap mereka ingin beribadah, selalu saja ada gangguan. Panggilan telepon yang tidak berkesudahan, panggilan dari rumah sakit, tiba-tiba datang bulan, hingga akhirnya Ariana tidak lagi begitu memedulikan ibadah suami istri tersebut. Mungkin inilah hikmah di balik semua itu. Bila ia sampai hamil, ia yakin, hubungan mereka pasti akan menjadi lebih rumit.
Giandra yang tadi terdiam menyimak cerita sang kakak mengepalkan tangannya erat. Rahangnya mengeras. Sorot matanya tampak berapi-api.
"Pantas saja tadi bunda selalu kepikiran kamu, Na. Jadi bunda telepon kamu sampai berkali, tapi tidak kamu angkat."
"Astaghfirullah, bagaimana ini, Bun? Ponsel aku ada di tas dan tasku ada di dalam mobil. Aku nggak mungkin kan kembali ke sana. Bagaimana kalau Mas Danang ... "
"Biar aku saja yang kesana kak. Biar aku sekalian bawa mobil dan barang-barang kakak. Semua sudah ada di dalam mobil 'kan?" sela Giandra.
Ariana mengangguk. "Iya. Tapi nggak tau juga bagaimana kalau Mas Danang masukkin lagi barang-barang aku ke dalam."
"Itu gampang. Nanti aku ambil."
"Ya udah, tolong kakak ya, Gi. Oh ya, tadi kuncinya terpelanting ke rumput yang di dekat paving blok carport. Semoga aja masih di situ."
"Oke. Ya, udah. Kau berangkat ke sana dulu ya, Kak."
"Gi, kamu mau naik motor kamu?"
"Nggak lah. Siapa yang bakal bawa motor aku kalau aku ke sana pake motor. Aku naik ojek aja." Giandra tersenyum penuh arti. Tidak ada yang sadar dengan senyum itu. Kemudian ia pun melangkah keluar dengan tangan terkepal.
...***...
Ting Tung Ting Tung
"Bi, buka pintunya! Ada tamu," teriak Danang yang sedang merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Bibik pun tergopoh-gopoh ingin membuka pintu.
"Baik, tuan."
Beberapa saat kemudian.
"Siapa?"
"Anu tuan, ada perempuan yang mau ketemu sama tuan."
"Perempuan? Siapa?"
"Itu ... anu ... dia bilang dia istri tuan Danang." Bibi berucap pelan. Ia masih belum percaya dengan apa yang barusan tamu perempuan itu lakukan. Bukankah istri majikannya ini Ariana, lalu kenapa ada perempuan lain yang mengaku sebagai istrinya? Apa jangan-jangan ... "
"Apa?" seru Danang terkejut.
"Mas," panggil Monalisa dengan suara mendayu-dayu. Padahal ia diminta bibik menunggu di luar, tapi Monalisa justru masuk begitu saja seolah ia merupakan pemilik rumah tersebut.
"Lisa ... Kenapa kau ke sini?" tanya Danang terkejut.
"Mau bertemu suamiku lah. Memangnya mau apa lagi?" jawabnya dengan suara manja membuat bibik membulatkan mata. Apalagi saat Monalisa dengan santai duduk di samping Danang dan mencium pipinya.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...