NovelToon NovelToon
Aku Masih Normal

Aku Masih Normal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu / TKP / Kontras Takdir / Bercocok tanam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ruang Berpikir

Anzela Rasvatham bersama sang kekasih dan rekan di tempatkan di pulau Albrataz sebagai penjaga tahanan dengan mayoritas masyarakat kriminal dan penyuka segender.

Simak cerita selengkapnya, bagaimana Anz bertahan hidup dan membuktikan dirinya normal

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruang Berpikir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10_Periksa

Sudut bibir Anz sedikit terangkat ke atas, “seandainya aku mendapatkan perhatian seperti itu pada orangtuaku, sungguh aku adalah salah satu anak yang terberuntung di dunia ini.

Bibir yang tersenyum perlahan, teralih, kini kulit kening Anz yang terlihat sedikit hampir menyatu seperti suara Al, monolognya.

Anz bangun dan berdiri, melangkah perlahan memutari atap, mendekati pohon besar yang tumbuh di belakang barak. Anz melompat cepat ke atas pohon besar itu, dan kemudian berpegangan pada ranting-ranting kecil sebelum turun dengan menghayun-hayunkan badannya perlahan yang kemudian meloncat cepat.

Di lain sisi, Albert duduk di lantai, sudah dikelilingi rekan-rekannya, menuturkan kata-kata penyemangat dan kata penenang.

Lelehan air bening terus menerus keluar dari kelopak matanya itu. Setiap perkataan yang terdengar di telinga bagaikan angina lalu, yang ia tahu, kekasih hatinya tidak berada di hadapan matanya.

Anz berjalan santai hendak memasuki barak namun langkah Anz terhenti di ambang pintu, melihat keadaan Albert yang cukup mengenaskan, duduk hanya mengenakan celana di atas lutut tanpa atasan. Duduk bagaikan bayi yang sedang menangis tiada henti bagaikan kehilangan  mamanya.

Anz diam, bingung sendiri melihatnya.

Albert melihat Anz yang berdiam diri di ambang pintu bagaikan anak bodoh, segera berlari mendekat dan memeluk Anz kuat “jangan tinggalkan aku, jangan pernah tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Menikahlah denganku, kamu adalah milikku, kamu adalah hidupku, kamu adalah semangat hidupku, kamu adalah nyawa dan semestaku. Kamu lebih berharga dari nyawaku, sayangku.”

Anz hanya berdiri diam, tidak membalas pelukan erat Albert namun matanya memandang rekan-rekannya yang sudah ketawa cekikikan.

Perlahan wajah putih Anz berubah menjadi merah dan bibir kemerahannya itu berubah menjadi putih perlahan.

Tubuh yang berada dalam pelukan Albert, melemah perlahan dan melorot dari pelukannya. “SAYANG,” tekan panggil Albert. “Sayang, sayang kenapa?” Dengan sigap Albert mengangkat dan mengendong Anz menuju ranjang dan merebahkan badan Anz perlahan.

Anto berjalan mendekati dan menarik badan Albert ke belakang dengan kasar “peluknya kurang erat,” ucap sinisnya.

Albert tidak menyahuti ataupun memberontak dan membiarkan Anto memegang pergelangan tangan Anz.

“Lix,” panggil Anto.

“Hm,” jawab Felix sekenanya.

“Temanin saya ke klinik.”

Felix mengangguk mengiyakan dan segera bangkit berdiri dari duduknya, berjalan beriringan ke luar barak bersama Anto.

Mereka yang tadi sibuk bernyanyi, bermain gitar, dan ketawa bersama, kini berdiam diri, mengamati, sedangkan Albert dengan muka yang menunjukan penuh kecemasan melangkahkan kaki mendekati ranjang Anz dan duduk di sampingnya. Perlahan tangan Albert terulur mengusap perlahan kening Anz, memperbaiki kain yang menutupi kepala Anz “sayang maafkan aku.”

Keheningan tercipta, kedinginan menyelimuti mereka, Anto dan Felix telah kembali dengan membawa beberapa pil obat di tangannya dan juga beberapa alat. Mereka berdua segera mendekati Anz yang masih memejamkan itu.

Felix mengarahkan tangannya pada bagian dada Anz namun Albert dengan segera menepis tangan Felix kuat “jangan kurang ajar ya, aku aja yang pacarnya belum pernah buka bajunya dia.”

Anto melihat Albert tajam “tolong jangan menganggu proses pemeriksaan,” beralih menatap Felix untuk melanjutkan aksinya.

“HEY. HEY. HEY KALIAN MAU NGAPAIN? JANGAN MACAM-MACAM YA,” teriak Albert.

“Pegang dia,” ucap Anto dan Felix bersamaan dan menunjukan raut wajah datar melihat rekan-rekan mereka yang berdiam diri menyaksikan.

Ainsley dan Kasy maju, memegang lengan Albert dan menariknya ke belakang.

Tangan Felix yang beberapa kali sempat terhempas dengan adanya tepisan dari Albert kini perlahan tangannya itu kembali menuju pada dada Anz dan membuka dua kancing baju Anz yang paling atas.

Anto dan Felix menelan ludah mereka kasar kala melihat kulit putih bersih Anz terpampang jelas dan ditambah lagi gunung kembar Anz yang menyembul sedikit keluar dari baju berwarna hitam bertali satu yang melekat di kulit sehatnya itu.

“Hey,” teriak Albert lagi “kalian jangan mengambil kesempatan ya! Lakukan tugas kalian cepat dan tutup kembali. Itu milikku.”

Abi dari sebelum kedatangan Anz, hanya duduk diam, sibuk dengan buku bacaannya dan kini masih diam namun tidak lagi sedang membaca hanya mengamati, melihat Albert yang terlalu berisik lantas Abi melangkahkan kaki mendekati dan kemudian menghayunkan tangan cepat dan berhenti kala suara Phoom  terdengar.

“Apaansih sih Bi,” lirih Albert yang mengusap-ngusap kepala belakangnya yang terasa berdenyut sakit.

“Berisik.”

Mereka yang melihat tindakan Abi pada Albert hanya bisa menahan ketawa sedangkan Felix sudah memegang satu alat di tangannya berwarna putih panjang lima belas centi meter dan lebar sati inci. Felix memegang alat itu dengan dua tangannya di bagian ujung yang kemudian menariknya, sehinga satu alat putih itu terbagi dua bagian, bagian pertama tetap masih sama seperti bentuk semula dan bagian satunya lagi terlihat bagaikan jarum tipis nan lebar. Felix meletakkan alat tersebut pada bagian antara jepitan ketiak Anz dan membiarkan disitu untuk beberapa waktu.

Sedangkan Anto memeriksa keadaan Anz dengan alat stetoskop. Lingkaran benda bulat menempel langsung pada kulit dada Anz, dari jarak beberapa meter keberadaan Anz, sepasang mata menatap Felix tajam “lakukan cepat, jangan ambil kesempatan dalam kesempitan.”

Abi melirik tajam Albert kembali “berisik. Bisa diam tidak.”

Albert diam tidak bersuara namun hatinya tidak, mengumpat tiada henti dan khawatir setengah mati.

Tidak hanya sampai di situ, Felix juga memeriksa tensi darah Anz. Terlihat Felix menaikkan sebelah alisnya menatap lekat wajah Anz yang masih belum sadarkan diri itu. Lantas dengan segera Felix memasang infus di tangan Anz.

Ainsley dan Kasy yang dengan erat memegang tangan Albert, dengan perlahan melepaskannya, kala melihat jarum kecil mulai menusuk tangan Anz.

“Sayang,” lirih Albert berjalan perlahan mendekati, kala kesempatan sudah ia dapati.

“Biarkan dia istirahat,” ucap Felix yang baru saja selesai memasang infus, yang kemudian membereskan peralatan medis yang di bawanya.

“Jika kondisinya belum stabil jangan pernah kau coba-coba untuk memeluknya. Mengerti,” sambung ucap Anto yang juga ikut serta membantu Felix membereskan alat medis bawaan mereka.

Albert tidak menjawab, tidak melirik bagaikan matanya itu tidak melihat dan telinganya juga bagaikan tidak bisa mendengar.

Langkah Albert terus melangkah, mendekati dan tangannya perlahan terulur membelai kepala Anz kembali dengan usapan lembut penuh kehangatan dan kasih sayang.

Angin malam memberikan kesejukan dan menyirnakan sinar bulan. Dedaunan dari pepohonan terhayun-hayun ringan dikarenakan angin yang terus berhembus. Pandangan mata Irwin menatap Albert yang duduk di atas ranjang Anz, matanya yang menatap teduh dan cairan bening mulai bertetesan dari kelopak mata Albert. Pandangan mata Irwin kembali menyapu pandangan dengan tangannya yang sibuk mengusap lengan yang terasa dingin menusuk dan matanya menatap pintu yang masih terbua lebar.

1
Không có tên
Ceritanya bikin merinding, ga bisa lepas ya!
_Sebx_
Seneng banget nemu cerita sebaik ini, terus berkarya thor!
AcidFace
Jangan tinggalkan aku bersama rasa penasaran, thor! 😩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!