Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.
Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.
Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10. Kehadiran, Mia
Amara masih duduk di samping Dante, yang masih tampak lemah. Kekhawatiran memenuhi pikirannya saat ia menggenggam tangan Dante dengan lembut, berharap dapat menyalurkan ketenangan melalui sentuhan itu.
Namun rasa kantuk pun akhirnya mengalahkan Amara, dan ia tertidur sambil tetap menggenggam tangan Dante, seolah-olah tidak ingin melepaskannya walau hanya sesaat. Dalam tidur itu, ia seolah melupakan semua rencana yang awalnya ia susun. Kehangatan tangan Dante di genggamannya mengingatkannya akan semua momen kecil yang mereka lewati bersama.
Ketika Dante perlahan membuka matanya, ia menyadari bahwa Amara tertidur di sampingnya, dan tangannya masih berada dalam genggaman Amara.
Dante memandang Amara dengan penuh rasa haru, Ia tergerak melihat wanita itu tertidur sambil menggenggam tangannya erat-erat, seperti takut kehilangannya. Perlahan, ia mengulurkan tangan satunya dan membelai lembut rambut Amara, menyelipkan helaian rambut yang jatuh ke wajahnya dengan hati-hati agar tidak membangunkannya.
Perlahan, Dante membisikkan kata-kata lembut, hampir seperti berbisik pada dirinya sendiri, “Terima kasih, Amara. Kau jauh lebih berarti daripada yang mungkin kau sadari.” Sejenak, ia merasakan damai, seperti semua beban yang ia pikul seakan terangkat hanya dengan kehadiran Amara di sisinya.
Merasa tersentuh, Dante tidak ingin mengganggu tidur Amara. Ia menyesuaikan posisi selimut di atas bahu Amara dengan lembut, memastikan bahwa ia tetap hangat. Dante terus memandangnya dalam diam, menikmati momen intim itu, hingga akhirnya tanpa sadar ia pun terlelap kembali, dengan senyum tipis di wajahnya dan tangan mereka masih saling menggenggam.
---
keesokan harinya.
Ketika Nyonya Laurent tiba di kantor pada pagi hari, ia berhenti sejenak di depan pintu ruang kerja Dante dan melihat pemandangan yang mengejutkannya. Di sofa di samping meja kerja Dante, terlihat Amara tertidur sambil masih menggenggam tangan Dante, yang juga terbaring di kursi dengan posisi yang terlihat lebih nyaman daripada sebelumnya. Raut wajah keduanya tampak damai, dan itu membuat Nyonya Laurent merasakan ketidakpuasan yang semakin membara.
Setelah mengamati mereka beberapa saat, Nyonya Laurent masuk ke ruangan dengan langkah tegas. Suara ketukan sepatunya membangunkan Amara dengan kaget, dan ia segera melepaskan genggaman tangannya dari tangan Dante, yang juga mulai terbangun dengan wajah bingung. Tatapan tajam Nyonya Laurent langsung membuat keduanya merasa seperti anak kecil yang tertangkap basah melakukan sesuatu yang dilarang.
Dengan nada tegas namun dingin, Nyonya Laurent menatap Amara sambil berkata, "Kuharap kau ingat posisi dan tujuanmu di keluarga ini, Amara. Kedekatan seperti ini mungkin menyenangkan, tetapi tidak akan bertahan lama." Lalu ia beralih kepada Dante, menambahkan, "Aku sudah bicara dengan Mia. Dia akan kembali dari Amerika dalam beberapa hari ini, dan kupikir itu waktu yang tepat untuk memperkenalkannya padamu lagi, Dante."
Dante menatap neneknya dengan pandangan campuran antara bingung dan tidak setuju, "Nenek, tak bisakah tidak membahas hal seperti itu di pagi hari seperti ini? Aku lelah, dan aku tahu apa yang harus ku lakukan" Dante akhirnya membantah.
"Kau pun sudah berani membantahku sekarang, Dante? Dulu kau tak selemah ini, asal kau tahu! Kau lihat saja apa yang akan ku lakukan setelah ini" sang nenek memuntahkan kata-katanya, sebelum membanting pintu dan keluar dari ruangan itu dengan hentakan kakinya yang keras.
Amara menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan ekspresi kecewa yang tiba-tiba memenuhi wajahnya. Meski ia tahu pernikahan mereka memang tidak sepenuhnya asli, kata-kata Nyonya Laurent tetap menusuk hatinya.
"Siapa, Mia?" bisiknya berat.
Amara tidak bisa menghilangkan rasa penasaran dan sedikit rasa tidak nyaman tentang siapa sebenarnya Mia. Sepanjang hari setelah pertemuan dengan Nyonya Laurent, pikiran Amara terus dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan tentang wanita yang nenek Dante sebut-sebut. Apakah Mia memiliki peran penting dalam hidup Dante? Mengapa Nyonya Laurent begitu antusias untuk memperkenalkan mereka?
"Hei, kenapa murung begitu?" bisik Dante pelan di depan wajah Amara sambil meraih dagu istrinya itu.
Amara mendongak dengan gugup, sebelum mendekapkan telapak tangannya di kening Dante dengan spontan.
"Apa demammu sudah turun?" katanya seolah-olah tidak ada yang terjadi sebelumnya.
Dante tersenyum kecil melihat tingkahnya, lalu meraih jemari amara di keningnya dan membawanya ke arah dadanya sambil menjawab, "Belum, Nyonya Amara. Maukah kau menyembuhkan ku?" katanya menggoda . Amara semakin tersipu dan seketika menarik tangannya dari Dante.
Momen kecil itu, tidak lantas membuat Amara bisa tenang, keesokan harinya, ia mencoba mencari tahu lebih lanjut, baik dari para staf di rumah maupun dari siapa pun yang mungkin tahu tentang sosok ini. Akhirnya, dia mendengar kabar dari salah satu pelayan lama bahwa Mia adalah teman masa kecil Dante. Mereka berdua dekat sekali dulu, hampir seperti keluarga sendiri, sebelum Mia pindah ke Amerika untuk melanjutkan studinya dan bekerja di sana. Nyonya Laurent, rupanya, melihat Mia sebagai calon istri yang ideal untuk Dante, dan berusaha mendekatkannya kembali sekarang setelah Mia kembali dari luar negeri.
Mengetahui hal itu, Amara merasakan perasaan yang bercampur aduk—antara penasaran, cemburu, dan kekhawatiran tentang masa depan hubungannya dengan Dante. Meski ia selalu berusaha menyangkal adanya perasaan lebih terhadap Dante, kini ia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang membuatnya tak nyaman membayangkan pria itu dekat dengan wanita lain, apalagi dengan restu dari Nyonya Laurent.
Beberapa hari kemudian, Mia datang berkunjung ke rumah keluarga Laurent atas undangan Nyonya Laurent. Amara, yang telah mendengar sedikit tentang Mia dari para pelayan, merasa canggung tetapi berusaha bersikap tenang. Saat mereka bertemu di ruang tamu, Mia tampak anggun, percaya diri, dan dengan mudah berbaur dengan Nyonya Laurent.
Selama percakapan mereka, Nyonya Laurent tampak sangat antusias memperkenalkan Mia kepada Dante, sering kali mengungkit kenangan masa kecil mereka yang indah dan bagaimana Mia selalu menjadi teman dekat keluarga. Amara, yang mendengarkan percakapan itu dari kejauhan, mulai merasa terpinggirkan. Dante, yang melihat perubahan ekspresi Amara, mencoba untuk tetap bersikap biasa dan tidak menunjukkan keterikatan yang berlebihan pada Mia, meskipun dia tahu betapa pentingnya Mia bagi neneknya.
Di tengah obrolan santai itu, Mia mencoba mendekati Amara dan mengajak berbicara. Dengan senyum yang ramah namun sedikit terasa angkuh, Mia bertanya, “Jadi, kamu yang bernama Amara? Nenek sudah jelaskan siapa kamu” katanya dengan bahasa inggris yang lantang. Amara mengangguk perlahan, berusaha mengendalikan rasa gugup dan tidak nyaman yang muncul.
Mia tertawa kecil dan berkata, “Kamu tahu, dulu aku dan Dante seperti saudara. Kami punya begitu banyak kenangan bersama.”
Amara hanya bisa tersenyum dan menjawab menggunakan kemampuan bahasa inggrisnya yang tak kalah fasih "Oh, ya? Wah ... kau sangat beruntung bisa melihatnya sebagai bocah lucu dan cengeng" katanya sambil melirik Dante yang ada di seberangnya. Namun di dalam hati ia berkata, "tapi aku lah istrinya sekarang" katanya panas dingin karena hatinya merasa cemburu dan tidak tenang mendengar semua itu. Dante tersipu melihat reaksi tak mau kalah Amara yang membuat Mia sedikit kewalahan.
Namun tidak dipungkiri, pertemuan ini membuat Amara semakin sadar akan tempatnya di rumah keluarga Laurent yang terasa asing dan sementara, apalagi dengan kehadiran Mia yang seolah siap merebut perhatian Dante.
Malam itu, setelah Mia pergi, Amara duduk merenung di kamarnya, bertanya-tanya tentang kehadiran Mia yang kini menambah tekanan bagi dirinya dan Dante, menempatkan mereka dalam situasi yang semakin rumit.
bersambung....